Pasific Pos.com
Headline

Di Keerom, Ada 1.611 Keluarga Beresiko Stunting

Ilustrasi stunting. (Foto : Shutterstock)

Keerom – Pada Juli lalu, Pemkab Keerom melalui Badan Perencanaan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah (Bapelitbangda) telah melaksanakan Analisis Situasi Program Percepatan Penurunan Stunting.

Data hasil Analisis Situasi atau Aksi 1 Penurunan Stunting Kabupaten Keerom telah disetujui dan ditetapkan 16 kampung sebagai Lokus Stunting tahun 2023 dan menjadi penanganan percepatan penurunan stunting.

“16 kampung atau desa yaitu Kalimo, Umuaf, Ifia-fia, Embi, Yammua, Sanggaria, Yaturaharja, Woslay
Yamraf II, Warbo, Traimilyan, Upt Arso III/Jaifuri, Arsopura, Akarinda, Yabanda dan Semografi,” jelas Naomi Wambaliau selaku Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia (PPM) Bapelitbangda Kabupaten Keerom.

Naomi mengatakan, dari 16 kampung tersebut, total ada 1.611 keluarga yang beresiko mengalami stunting, dan 210 anak mengalami stunting.

“Upt Arso III/Jaifuri terbanyak jumlah keluarga yang beresiko mengalami stunting yakni 309 keluarga, terendah Kampung Akarinda yakni 15 keluarga,” jelas Naomi saat memaparkan hasil Aksi 1 dalam rakor Tim Percepatan Penurunan Stunting Aksi 3 Rembuk Stunting di aula Bapelitbangda Kabupaten Keerom, Papua, belum lama ini.

“Kemudian, ada tiga kampung terbanyak jumlah anak stunting. Ketiga kampung yaitu, Kalimo, Yammua dan Sanggaria masing-masing 31 anak,” sambungnya.

Asisten II Setda Kabupaten Keerom, Edi Buntan meminta seluruh instansi terkait dan stakeholder lebih peka dan segera menindaklanjuti kondisi tersebut.

“Harus ada penanganan khusus, lebih diefektifkan penanganannya terutama bagi keluarga yang beresiko stunting,” ujarnya.
Edi mengatakan, Pemkab Keerom akan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD dan Dana Otonomi Khusus (Otsus) dari APBN. (Zulkifli)