IAM Gelar Pemutaran Film Papua dan Diskusai Publik

Jayapura – Indonesia Art Movement (IAM) menghadirkan program Layar Tumbuh Papua melalui pemutaran film dan diskusi bertajuk “Layar Sinema Inspiratif Satu Layar, Banyak Cerita” yang digelar di kediaman Indonesia Art Movement, Kota Jayapura, Papua, pada Senin, 15 Desember 2025.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dengan tema “Satu Layar, Banyak Cerita, Kisah Kita, Budaya Kita”.

Program tersebut digelar serentak di 15 kota di Indonesia, yakni Ambon, Solo, Cilacap, Jakarta, Lampung, Denpasar, Banjarmasin, Kepulauan Tidore, Sintang, Banyuwangi, Maumere, Bandung, Jember, Banyumas, dan Kota Jayapura.

Program ini menjadi ruang berbagi cerita, pembelajaran, serta penguatan ikatan sosial melalui medium film.

Sebanyak enam film nasional dan lokal diputar, yakni Black Passenger, Alpa, Pelabuhan Berkabut, Dengarlah Nyanyian Ping Pong, Dihapus dari Peta, dan Anaktana. Film-film tersebut berasal dari program Layar Indonesiana, nominasi Festival Film Indonesia (FFI) 2024–2025, serta karya komunitas film lokal.

Dalam sesi diskusi, Miki Wuka, dokumenteris sekaligus pelaku budaya Papua, menegaskan pentingnya film sebagai medium pengarsipan budaya.

“Tantangan terbesar dalam pengarsipan budaya melalui film adalah menjaga keaslian cerita sekaligus membangun kepercayaan masyarakat adat. Film bukan hanya tontonan, tetapi juga arsip ingatan kolektif orang Papua,” ujar Miki Wuka.

Dia menambahkan bahwa ekosistem perfilman di Papua mulai menunjukkan perkembangan, meski masih membutuhkan ruang dan dukungan yang berkelanjutan.

“Potensi ada di banyak daerah, bukan hanya Jayapura. Yang dibutuhkan adalah ruang tumbuh dan keberpihakan agar generasi muda berani bercerita tentang budayanya sendiri,” katanya.

Sementara itu, sutradara film Anaktana, Theo Rumansara, menyampaikan bahwa film yang ia garap berangkat dari realitas sosial masyarakat Papua.

“Anaktana adalah cerita tentang identitas, keluarga, dan tanah. Tantangan terbesarnya adalah proses produksi di lapangan dengan berbagai keterbatasan, namun kekuatan cerita lokal menjadi nilai utama film ini,” ungkap Theo, Selasa (16/12/2025).

Theo juga menyebutkan bahwa setelah tayang di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF), pihaknya membuka peluang distribusi ke festival internasional.
“Harapannya film ini bisa berjalan lebih jauh dan membuka mata dunia tentang Papua dari sudut pandang orang Papua,” tambahnya.

Dari sisi akademisi, Muhamad Ilham Murda dari ISBI Tanah Papua menekankan pentingnya peran pendidikan dalam memperkuat ekosistem perfilman di Papua.

“Pembukaan Fakultas Film di ISBI Tanah Papua bertujuan menyiapkan sumber daya manusia kreatif yang berakar pada budaya lokal, namun tetap mampu bersaing di tingkat nasional,” jelasnya.

Dia menilai generasi muda Papua memiliki potensi besar di bidang perfilman apabila didukung dengan akses, pendampingan, serta ruang-ruang pembelajaran yang berkelanjutan.

“Festival dan program seperti ini sangat penting sebagai ruang belajar sekaligus jejaring bagi sineas muda Papua,” ujarnya.

Muhamad Ilham Murda juga membagikan pengalamannya mengikuti Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) yang berlangsung pada akhir November hingga awal Desember.

Menurutnya, JAFF merupakan festival film terkemuka di Indonesia yang berfokus pada pengembangan perfilman Asia dan didirikan atas kerja sama dengan Network for the Promotion of Asia Pacific Cinema (NETPAC).

Sementara itu, Gerd Maury, Kepala Seksi Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Papua, menilai industri film memiliki peluang besar sebagai sektor ekonomi kreatif unggulan di Papua.

“Film bisa menjadi sektor ekonomi kreatif yang menjanjikan sekaligus alat diplomasi budaya,” kata Gerd.

Dia menambahkan bahwa pemerintah daerah menyambut positif kehadiran film Anaktana di JAFF.
“Ini menjadi bukti bahwa karya anak Papua mampu bersaing. Ke depan, pemerintah akan mendorong kolaborasi agar film Papua dapat menembus tingkat nasional dan internasional,” tegasnya.

Kegiatan yang digerakkan Indonesia Art Movement ini ditutup dengan sesi tanya jawab bersama penonton serta ucapan terima kasih kepada Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, Indonesia Art Movement, dan seluruh masyarakat yang hadir dalam mendukung pertumbuhan ekosistem film di Papua.

Related posts

Pangdam XVII/Cenderawasih Resmikan Makorem 173/PVB Dan Pimpin Alih Kodal

Fani

Sehari Jelang Pencoblosan PSU Pilgub Papua, 2.884 Surat Suara Sisa Dimusnahkan

Fani

Penipuan Masih Marak, DJP Papabrama : Laporkan Disini!

Fani

Jasa Raharja Wujudkan Pembayaran Lebih Cepat dan Transparan

Fani

Pahami Cara Berobat ke Fasilitas Kesehatan Menggunakan JKN

Fani

Persipura Bertahan di Liga 2

Bams

Leave a Comment