Jayapura, – Anggota DPR Papua dari Daerah Pemilihan (Dapil) I, Dr. Ir. Alberth Merauje, A.Md.Tek., S.T., M.T., IPM., menghadiri kegiatan “Wali Kota Turun Kampung” (Turkam) di Kampung Enggros, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Selasa pagi (19/6).
Alberth Merauje, yang juga merupakan putra asli Kampung Enggros, menyebut kegiatan ini sebagai momen bersejarah, lantaran untuk pertama kalinya setelah lebih dari 100 tahun, seorang Wali Kota Jayapura menginap di kampung adat.
Ia menyebut hal ini sebagai bagian dari realisasi janji politik Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jayapura saat kampanye Pilkada 2024. “Ini bukan sekadar kunjungan biasa. Perayaan Hari Pekabaran Injil ke-115 di Tanah Tabi, yang dipusatkan di Pulau Metu Debi pada 10 Maret lalu, menjadi titik balik sejarah. Baru kali ini dalam sejarah seorang Wali Kota Jayapura bermalam di pulau yang sarat nilai historis,” ujarnya.
Dalam kunjungan itu, Wali Kota Jayapura juga melakukan dialog langsung dengan masyarakat Enggros. Beragam keluhan disampaikan, mulai dari persoalan air bersih, mahalnya biaya transportasi pelajar, hingga lemahnya dukungan terhadap usaha ekonomi masyarakat seperti keramba ikan.
“Masalah utama adalah air bersih. Instalasi sudah ada, tetapi airnya tidak mengalir, bahkan bercampur air asin. Ini sangat krusial karena air adalah kebutuhan dasar,” jelas Alberth.
Ia menambahkan, biaya transportasi anak-anak sekolah bisa mencapai Rp 100 ribu per hari karena harus menempuh jalur air dan darat. Di sisi lain, usaha ekonomi masyarakat seperti keramba ikan belum mendapat perhatian dari pemerintah kampung.
Alberth juga menyoroti penggunaan dana kampung sebesar Rp 8 miliar yang belum berdampak signifikan bagi kesejahteraan warga. “Dana sebesar itu seharusnya bisa membawa perubahan. Tapi kenyataannya, masyarakat mempertanyakan manfaatnya. Kepala kampung harus terbuka pada kritik dan memperbaiki kinerjanya,” tegas politisi Partai NasDem tersebut.
Dalam sektor pendidikan, Alberth menyampaikan bahwa PAUD Abara di Pulau Metu Debi belum berjalan maksimal karena ketiadaan badan hukum dan dana operasional. Ia menyebut Wali Kota berkomitmen menindaklanjuti persoalan ini dengan yayasan terkait.
Terkait pengembangan kampung, Alberth juga mengusulkan lapangan olahraga “timbul tenggelam” di Metu Debi yang dapat digunakan anak-anak saat pasir muncul di kala air surut.
“Kita harap kunjungan tiga hari ini membawa dampak nyata bagi masyarakat, baik di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, hingga tata kelola pemerintahan kampung,” pungkasnya.
Ia juga menyebut Wali Kota mendorong agar setiap tahun, satu atau dua anak dari sepuluh kampung adat di Jayapura bisa masuk ke Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) sebagai bagian dari regenerasi kepemimpinan.
Menurut Alberth, perubahan kampung harus dimulai dari Musrenbang dan ditindaklanjuti ke tingkat distrik, kota, hingga pusat jika diperlukan.