Pasific Pos.com
Opini

POLICY BRIEF ANALISIS JENJANG KARIR KUNCI KEBERHASILAN PROFESI PERAWAT

Oleh : Rosalia Pujianti

Ringkasan Eksekutif

Peningkatan kualitas sumber daya kesehatan terutama perawat sangat penting dan menjadi salah satu tantangan dalam system kesehatan nasional di Indonesia. Profesionalitas tenaga perawat menjadi kunci peningkatan kualitas asuhan keperawatan, terutama terkait dengan keamanan dan keselamatan pasien. Proses ini terimplementasi dalam kredensial guna mendapatakan kewenangan klinis bagi perawat yang berkarya di rumah sakit. Namun sampai saat ini pengembangan jenjang karir keperawatan belum sepenuhnya dapat dilakukan di semua rumah sakit karena belum ada kebijakan yang mengatur bahwa jenjang karir perawat dijadikan sebagai dasar untuk penggolongan/pangkat serta belum adanya pengakuan terhadap perawat disaster sebagai spesialisasi dalam profesi keperawatan sehingga profesionalitas perawat belum dapat dikembangkan secara maksimal. Oleh karena itu perlu adanya kajian mendalam yang melibatkan berbagai kalangan untuk berkoordinasi (pemerintah, organisasi profesi, akademisi, instansi rumah sakit, perwakilan perawat) sehingga kebijakan yang dihasilkan nantinya dapat megakomodir hal ini dan dapat diaplikasi di lapangan sehingga semakin bermanfaat bagi perkembangan profesi keperawatan guna peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan individu dan masyarakat Indonesia sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia dalam UUD 1945.

Pendahuluan

Arah dan tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs)/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yaitu mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. Untuk bidang kesehatan target capaian tahun 2030 adalah meningkatkan pemerataan mutu pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas SDM bidang kesehatan serta memperkuat peran perawat dan bidan dalam masyarakat (BPS Indonesia, 2016).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2020 jumlah tenaga keperawatan global mencapai 27,9 juta (ICN, 2020). Data Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) jumlah SDM Kesehatan di Indonesia pada tahun 2020 adalah 1.072.679 dengan proporsi terbanyak yaitu tenaga keperawatan 40,85 % (438.234) (Kementrian Kesehatan RI, 2021). Dengan demikian keperawatan memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Ketersediaan tenaga perawat yang bermutu sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Salah satu issu strategis kesehatan adalah terkait kualitas sumber daya kesehatan dimana tenaga kesehatan harus professional dan memiliki kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (UU No 36, 2014) dimana pelayanan keperawatan professional merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit (Undang-Undang RI No 38, 2014). Perawat juga memiliki berbagai peran sebagai pemberi asuhan (care provider), pemimpin komunitas (manager and community leader) pendidik (educator), pembela (advocator), dan peneliti (researcher) (PMK 26, 2019). Oleh karena itu keberhasilan asuhan keperawatan dapat tercapai salah satunya dengan dilakukannya kredensial keperawatan (Ida & Murtiningsih, Asep Setiawan, Siti Dewi Rahmayanti, 2021).

Kredensial merupakan sistem terintegrasi untuk menjamin akuntabilitas tenaga keperawatan dalam peningkatan jenjang karir perawat (PMK NO 49, 2013). Proses kredensial keperawatan berpengaruh pada peningkatan kinerja perawat dimana perawat bekerja sesuai dengan level kewenangan klinisnya (Ida & Murtiningsih et all, 2021) yang mana terdapat hubungan antara jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat. Semakin tinggi angka kepuasan kerja perawat maka akan berpengaruh baik terhadap pelayanan yang diberikan (Noprianty, 2019).

Peningkatan kualitas professional perawat diatur dalam PMK No 40 Tahun 2017 tentang Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat Klinis sebagai tindak lanjut dari UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan dan PMK Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 17 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/ Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.

Kesenjangan yang terjadi pada implementasi penerapan jenjang karir perawat belum merata dimana beberapa rumah sakit pemerintah dan swasta sudah mengembangkan jenjang karir sesuai dengan kebutuhannya masing-masing meskipun belum mengarah pada pengembangan jenjang karir profesional (profesional career ladder). Pengembangan karir saat ini lebih menekankan pada posisi/jabatan baik struktural maupun fungsional (job career) sedangkan pengembangan karir profesional (profesional career) berfokus pada pengembangan jenjang karir profesional yang sifatnya individual. Oleh karena itu perlu adanya pedoman sebagai acuan nasional untuk pengembangan karir perawat baik di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan maupun primer (PMK RI No 40, 2017). Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum terjadi pemerataan jenjang karir perawat di ruang rawat inap sehingga terjadi ketidaksesuaian kewenangan klinik yang dilaksanakan (Noprianty, 2019).

Proses kredensial sebagai dasar pemberian kewenangan klinik kepada perawat, pada kenyataannya belum terlaksana dengan baik karena hanya untuk memenuhi tuntutan penilaian akreditasi rumah sakit baik Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) maupun Joint Comission International (JCI) sehingga proses kredensial menjadi kurang bermakna dan cenderung sebatas formalitas (Ida & Murtiningsih et all, 2021). Selain itu kurangnya dukungan dari manajemen serta keterbatasan kemampuan rumah sakit juga merupakan factor yang menyebabkan kredensial perawat belum terimplementasi secara optimal. Oleh karena itu kebijakan tentang pengembangan jenjang karir professional perawat klinis dalam PMK No 40 Tahun 2017 ini merupakan landasan urgensi untuk meningkatkan profesionalisme tenaga perawat.

Tantangan Yang Dihadapi

1.Amanat Undang Undang Tentang Tenaga Kesehatan, Undang Undang Tentang Rumah Sakit dan Undang Undang Tentang Keperawatan: guna menjamin pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya maka tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan wajib memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika profesi (UU No 36, 2014). Hal ini merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk selalu meningkatkan kualitas personal dan professionalitas baik melalui pendidikan berkelanjutan maupun diklat sehingga dapat memberikan pelayanan professional (Indriani, 2018), (UU No 44, 2009).

2.Fenomena social: Tuntutan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas akibat pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang kesehatan, era digital, pasar bebas, globalisasi baik informasi maupun perpindahan penduduk antar negara dapat memengaruhi tuntutan terhadap kualitas layanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan untuk menghasilkan perawat professional.

3.Fenomena alam: Mengingat Indonesia merupakan negara yang rawan bencana alam sehingga membutuhkan tenaga perawat sebagai first responder dan pemberi pelayanan tanggap darurat yang professional dan memiliki kesiapsiagaan bencana sehingga mampu melayani secara efektif. Oleh karena itu, diperlukan tenaga perawat dengan kompetensi yang adekuat di semua tatanan pelayanan dalam merespon bencana (Cut Husna1, Ardela Putri Azhari2, 2021), (Manal Al Harthi1 et al., 2020).

Alternatif Pilihan Kebijakan

Sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan terkait kompetensi perawat yang dikemukakan di atas, maka pemerintah perlu membuat aturan turunan dari PMK No 40 Tahun 2017 berupa:

1. Ketetapan untuk seluruh institusi rumah sakit bahwa level-level dalam jenjang karir perawat dijadikan sebagai dasar penggolongan/pangkat perawat dan berlaku secara nasional.

Selama ini penggolongan masih berdasarkan masa kerja saja dan belum memperhatikan unsur kompetensi, dan jenjang karir belum menjadi keharusan untuk dilaksanakan oleh manajemen rumah sakit.

Adapun kelebihan dari alternatif ini adalah tersedianya regulasi yang adekuat untuk melakukan pengembangan jenjang karir perawat di Indonesia sehingga akan mendorong peningkatan pencapaian profesionalisme perawat di masa mendatang. Selain itu penerapan kredensial sangat berpengaruh terhadap kinerja perawat dilihat dari perspektitif growth, customer focus, business process dan persepektif learning sehinga dapat menjadikan tenaga perawat mampu memberikan asuhan keperawatan secara profesional (Ida & Murtiningsih, Asep Setiawan, Siti Dewi Rahmayanti, 2021).

Kekurangnan dari alternatif ini adalah institusi rumah sakit harus memiliki tenaga professional dalam jumlah yang banyak dan bagi rumah sakit yang belum mampu memenuhi standar penggolongan sesuai level ini akan tertinggal dan sulit berkembang.
2. Membuat program emergency disaster sebagai spesialisasi dalam jenjang karir perawat profesional.

Dalam penanganan bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) selalu melibatkan tenaga kesehatan terutama perawat. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan bencana kebanyakan hanya mengandalkan perawat di area emergency dan intensive karena dianggap memiliki ketrampilan yang memadai.

Dalam penelitian di berbagai negara didapatkan hasil bahwa kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi bencana masih kurang (Hye-Young Park & , Ji-Soo Kim, 2017). Terutama di Indonesia hal ini disebabkan karena tidak adanya program emergency disaster sebagai spesialisasi dalam keperawatan. Oleh karena itu dengan adanya program emergency disaster sebagai spesialisasi dalam jenjang karir perawat professional diharapkan penanganan bencana akan lebih optimal dan efektif karena dilakukan oleh perawat yang kompeten.

Adapun kelebihan dari alternatif ini adalah adanya regulasi yang jelas sehingga jenjang karir emergency disaster perawat dapat dikembangkan guna mempersiapkan tenaga-tenaga professional dalam menangani bencana baik saat terjadi bencana, saat pemulihan maupun mempersiapkan masyarakat untuk tanggap terhadap bencana. Selain itu pengakuan terhadap profesi perawat disaster sebagai suatu spesialisasi dalam jenjang karir perawat akan semakin meningkatkan pengembangan profesi keperawatan yang melaksanakan praktik pengabdian di luar rumah sakit sebagai area kerja.

Kekurangan dari alternatif ini adalah belum adanya institusi khusus yang merekrut tenaga perawat disaster sebagai karyawan tetap sehingga lulusan sangat minim terserap karena dianggap tidak memiliki lapangan kerja kecuali bila terjadi bencana.

Rekomendasi

Rekomendasi ini ditujukan kepada kementrian/lembaga terkait yaitu Kementrian Kesehatan dan PPNI yakni: Melakukan kajian terhadap permenkes dan petunjuk teknis terkait pengembangan jenjang karir perawat dimana level-level dalam jenjang karir dijadikan sebagai dasar dalam penggolongan/kepangkatan dalam profesi perawat. Kajian ini harus dilakukan dengan melibatkan semua pihak untuk berkoordinasi, baik pemerintah, organisasi profesi, akademisi, instansi rumah sakit, perwakilan perawat secara indipenden dalam pembuatan kebijakan public yang secara khusus mengatur tentang pengembangan jenjang karir perawat.

Rekomendasi dan alternatif kebijakan yang diajukan diharapkan dapat terimplementasi secara bottom up sehingga menjadi solusi untuk meningkatkan profesionalitas tenaga perawat klinis agar kesejahteraan perawat dapat tercapai sesuai harapan dan cita-cita Bangsa Indonesia yang termuat dalam UUD 1945.

Referensi

Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2017, https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/nursing-and-midwifery).

Nursalam. (2015). Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan profesional edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.
Cut Husna1, Ardela Putri Azhari2, A. 3. (2021). Analisis Kompetensi Respon Bencana Pada Perawat Di Puskesmas Kabupaten Bireuen, Aceh.

Hye-Young Park, R. a, & , Ji-Soo Kim, A. P. (2017). Factors influencing disaster nursing core competencies of emergency nurses. Elsevier Applied Nursing Research.

Ida, & Murtiningsih, Asep Setiawan, Siti Dewi Rahmayanti, Y. S. (2021). PengaruhKredensial Terhadap Kinerja Perawat Di RSUD R Syamsudin, SH Kota Sukabuni.

Kementrian Kesehatan RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia 2020.

Manal Al Harthi1, 2, 1, A. A. T., Ahmari1, W. Al, & Almalki1, M. (2020). Challenges for Nurses in Disaster Management: A Scoping Review.

Noprianty, R. (2019). Jenjang Karir Perawat dan Kepuasan Pasien terhadap Kualitas Pelayanan Keperawatan.
PMK 26 Tentang Peraturan Pellaksanaan UU No 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. (2019).

PMK NO 49. (2013). Tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit.

PMK RI No 40. (2017). Tentang Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat Klinis.
Undang-Undang RI No 38. (2014). Tentang Keperawatan.

UU No 36. (2014). Tentang Tenaga Kesehatan.

Penulis adalah Mahasiswa Program Magister Keperawatan Peminatan Manajemen Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus, Jakarta.
Email: rosaliapujianti@gmail.com