Jayapura,- Anggota DPR Papua Dr. Ir. Alberth Merauje, A.Md.Tek., S.T., M.T., IPM menegaskan bahwa bahasa merupakan anugerah Tuhan yang diwariskan kepada leluhur, sehingga ini menjadi kewajiban generasi penerus untuk tetap menjaganya.
Hal itu ia katakan usai menghadiri pembukaan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) Port Numbay Tahun 2025 yang berlangsung pada 18–19 September 2025 di Ballroom Hotel Sunny Abepura, Kota Jayapura – Papua.
Menurut legislator Papua dari Fraksi NasDem itu, keberadaan kampung-kampung adat di Port Numbay, yang berjumlah 10 kampung dan berada di tengah Kota Jayapura, menjadi kekhasan sekaligus tantangan tersendiri dalam menjaga kelestarian budaya.
Apalagi kata Alberth, posisi kampung di wilayah perkotaan sangat rawan mengalami pergeseran nilai budaya dan berpotensi menuju kepunahan.
“Pemerintah Kota Jayapura telah mengambil langkah strategis melalui penyelenggaraan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) secara berkelanjutan,”kata Alberth Merauje.
Ia berharap, festival ini tidak hanya menjadi ruang bagi generasi muda untuk mencintai bahasa ibu, tetapi juga sebagai sarana untuk melestarikan berbagai unsur budaya seperti bahasa, seni tari, musik, kuliner, dan adat istiadat.
“Semua ini telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Jayapura tentang Kebudayaan,” terangnya.
Menurutnya, dalam hasil penelitian Lembaga Bahasa Universitas Cenderawasih dan lembaga bahasa lainnya menunjukkan bahwa beberapa bahasa lokal di Jayapura, seperti Kayu Batu, Kayu Pulau, Tobati, dan Enggros, mulai mengalami penurunan drastis.
“Anak-anak generasi sekarang hampir tidak lagi menggunakan bahasa ibu, bahkan hanya mampu memahami sedikit kosakata. Kondisi ini menjadi peringatan serius atas ancaman kepunahan bahasa daerah di Port Numbay dan sekitarnya,” ujar Alberth Merauje dengan nada prehatin.
Dengan demikian, tandas Alberth Merauje sebagai bentuk komitmen, Fraksi NasDem DPR Papua telah menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah.
Untuk itu, Raperda ini diharapkan dapat segera disahkan, sehingga pemerintah provinsi memiliki landasan hukum untuk mengalokasikan anggaran dalam rangka pelestarian bahasa di 8 kabupaten dan 1 kota di Papua.
“Untuk di Provinsi Papua kami dari Fraksi NasDem kami punya inisiatif dan kami sudah buat draft rancangannya kepada Bapemperda. Kalau bisa tahun ini bisa dijadikan sebagai peraturan daerah provinsi Papua, tentang pengembangan pembinaan dan perlindungan bahasa dan sastra daerah,”tandas Alberth Merauje yang juga merupakan Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR Papua.
Dikatakan dengan adanya Perda, pemerintah provinsi dapat melaksanakan berbagai program nyata, mulai dari festival budaya, lomba-lomba kesenian, hingga program pembelajaran bahasa ibu.
Pada kesempatan itu, ia juga menegaskan jika pentingnya memasukkan bahasa daerah ke dalam kurikulum pendidikan, mulai dari tingkat SD hingga SMA, termasuk melalui pembentukan sekolah adat di kampung-kampung.
“Program ini akan membantu anak-anak belajar menggunakan bahasa ibu dalam percakapan sehari-hari dan menjaga identitas budaya, sekaligus memperkuat jati diri sebagai orang Papua,” tekannya.
Alberth Merauje menekankan bahasa dan budaya adalah jati diri suatu suku bangsa. Jika bahasa ditinggalkan, maka identitas budaya akan hilang. Karena itu, regulasi dan dukungan pemerintah mutlak diperlukan untuk memastikan bahasa ibu tetap hidup dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Ia menambahkan, dengan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi, khususnya Universitas Cenderawasih (Uncen) memiliki Jurusan Antropologi, serta berbagai LSM yang bergerak di bidang kebudayaan dan bahasa, maka pihaknya berkomitmen mendorong upaya bersama dalam perlindungan dan pelestarian bahasa daerah.
“Bahasa adalah warisan leluhur yang harus kita jaga. Dengan adanya regulasi dan dukungan anggaran, bahasa dan budaya Papua dapat terus dilestarikan, sehingga tidak mengalami degradasi maupun kepunahan,” tegas Alberth Merauje. (Tiara).
