Pasific Pos.com
HeadlineSosial & Politik

Komisi III DPR Papua Bersama Stakeholder Bahas Masalah Tanah Youtefa

Ketua Komisi III DPR Papua, Benyamin Arisoy dan Anggota Komisi foto bersama Kadistrik Abepura, Lurah Waimhorock, serta warga yang menghuni tanah milik Pemprov Papua dalam pertemuan di ruang rapat Kantor Distrik Abepura. (Foto : Tiara)

Jayapura – Baru-baru ini, Komisi III DPR Papua membidangi Anggaran dan Asset Daerah membahas permasalahan tanah seluas sekitar 73 hektar di Youtefa, Abepura bersama stakeholder terkait termasuk warga yang menempati asset Pemprov Papua itu.

Bahkan sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Papua, Benyamin Arisoy, SE, MSi bersama Anggota Komisi III DPR Papua juga meninjau lokasi kebakaran di belakang Pasar Youtefa yang juga merupakan asset milik Pemprov Papua.

Setelah tinjau lokasi kebakaran, Komisi III DPR Papua melakukan pertemuan dengan stakeholder baik Bidang Asset BPKAD Provinsi Papua, Bidang Asset BPKAD Kota Jayapura, Kadistrik Abepura, Lurah Waimhorock dan tokoh masyarakat, tokoh adat dan warga yang tinggal di lokasi tanah milik Pemprov Papua itu.

Dimana dalam kunjungan Komisi III DPR Papua ini, sempat beredar isu bahwa warga yang menempati lokasi tanah milik Pemprov Papua itu akan diusir Kantor Distrik Abepura, namun Ketua Komisi III DPR Papua, Benyamin Arisoy langsung menegaskan jika hal itu tidak benar.

“Sebelum pertemuan, tadi kita hadir ke sana, lalu berkembang berita yang cepat, dan ada kabar melarang membangun di daerah itu, sebenarnya tidak. Karena dewan tidak punya kewenangan untuk eksekusi atau melarang warga yang membangun di daerah. Dewan hanya hadir untuk mendengarkan keinginan rakyat yang harus dilakukan oleh pemerintah,” jelas Benyamin Arisoy kepada Wartawan usai pertemuan, baru-baru ini.

Dijelaskan, jika Komisi III DPR Papua hadir ditengah masyarakat untuk bersama-sama mencari solusi atas permasalahan yang terjadi, karena sudah dibicarakan bersama Pemprov Papua untuk mencari solusi terhadap masyarakat yang ada di sekitar Pasar Youtefa, sehingga ada kepastian bagi warga di sekitar lokasi ke depan.

Bahkan, Komisi III DPR Papua juga ingin mendapatkan masukan dari warga yang menempati lokasi yang ada di sekitar Pasar Youtefa, untuk dikomunikasikan secara bersama dengan pemerintah daerah.

Untuk itu, Beny Arisoy sapaan akrab Politisi Partai Demokrat itu berharap warga yang menempati daerah itu, ada kepastian dan kenyamanan, tetapi juga ada hal – hal yang dibicarakan bersama agar ada legalitas bagi warga dan juga Pemprov Papua.

“Jadi, kami ingin menjembatani ketidakpastian yang selama ini ada penduduk yang ada di sekitar lokasi dengan Pemprov Papua, sehingga diharapkan ke depan lebih jelas bagi warga di sekitar lokasi pemukiman,” jelasnya.

Selain itu lanjutnya, ke depan, usaha – usaha yang dilakukan warga ada ke pastian hukum, tapi disisi lain juga pemerintah juga mendapatkan manfaat dari situ.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Papua, H Kusmanto, SH menambahkan, jika Komisi III DPR Papua berupaya mencari solusi terhadap permasalahan tanah asset Pemprov Papua di sekitar Pasar Youtefa itu, agar bisa diselesaikan.

“Kami sebagai wakil rakyat duduk ditengah-tengah untuk mencari solusi ini,” ujar Kusmanto.

Dalam pertemuan itu, H Ramli, Tokoh Masyarakat mengakui jika masalah yang dihadapi di belakang Pasar Youtefa, tanah yang ditempati warga dari 1998 kita menempati tanah itu dan tinggal.

“Dari 73 hektar itu, kami warga masyarakat belakang pasar sudah memiliki pelepasan adat, dengan dasar pelepasan itu, teman – teman sudah banyak yang bayar pajak,” katanya.

Menurutnya, dari 80 hektar tanah Pemprov Papua itu, sudah ada keluar hak sertifikat sekitar 10 hektar lebih, termasuk hingga bekas gudang coklat, termasuk 10 hektar di atas gunung juga ada yang bersertifikat.

“Kami warga meminta diterbitkan menerbitkan sertifikat hak guna bangunan yang sudah keluar seperti itu,” ucapnya.

Sebagai Ketua RW 6 membawahi 8 RT di Kelurahan Waimhorock, Simson Balubun mendukung adanya legalitas di tempat tersebut, meski memang asset milik Pemprov Papua, namun banyak warga yang punya sertifikat hak guna bangunan, namun juga ada yang tidak ada sertfikat.

“Saya dukung tolong ditertibkan bersama Pemkot dan Pemprov, karena pembangunan rumah kos – kosan menjamur, asal-asalan terkesan. Sangat tidak teratur,” bebernya.

Arifin Sugiyanto Samandi, Koordinator Masyarakat Waimhorock juga mendukung, karena kondisi yang belum legal, bukan hanya di belakang pasar, tapi dari arah Damkar sampai Pondok Pesantren.

Sementara itu, warga lainnya, Lauren Meraudje mengungkapkan jika Pemprov Papua awalnya membangun stadion olahraga di atas tanah seluas 73 hektar itu dan pembayarannya sekitar tahun 1996.

“Saya waktu kecil, tete jual tanah ke pemprov, itu untuk stadion olahraga, tapi skearang ada pembangunan rumah-rumah. Itu perlu kita tinjau kembali,” tandasnya.

Pada kesempatan itu, Kadistrik Abepura, mengusulkan untuk dilakukan pengukuran ulang batas tanah milik Pemprov Papua yang ada di sekitar Pasar Youtefa tersebut.

“Jadi, perlu pengukuran ulang keseluruhan tanah milik Pemprov Papua, karena ada tanah yang dihibahkan ke Pemkot Jayapura, ada yang dihibahkan ke warga KKSS, juga ada yang sudah dikuasai warga, selain itu ada tanah yang juga milik PT Skyline Kurnia Indah (Bintang Mas),” ungkapnya.

Bahkan, Kadistrik mengusulkan dibangun rumah susun (rusun) saja, sehingga semua warga yang tinggal di daerah itu dimasukkan saja dan dikelola dengan system bagi hasil sehingga ada manfaat bagi Pemprov Papua dan Pemkot Jayapura serta masyarakat mendapatkan kepastian hukum.
Sebab, lanjut Kadistrik, semua warga yang akan mengusulkan untuk mendapatkan sertifikat di atas tanah milik Pemprov Papua itu, pasti akan ditolak oleh BPN.

“Memang ada sejumlah warga yang memaksakan, meski ada pelepasan. Tidak mungkin sertifikat timbul atas sertifikat. Dan jika ada, itu bisa dikategorikan ada calo – calo yang kerja,” cetusnya.

Bahkan, bidang Aset BPKAD Kota Jayapura, Nur Hikmah mengakui jika sertifikat resmi milik Pemprov Papua sekitar 73 hektar di atas lahan tersebut. Namun, kini peruntukannya bermacam-macam baik fasilitas public, jalan, sekolah dan lainnya.

Diakui, Pemkot Jayapura mendapatkan hibah tanah seluas 10 hektar untuk Pasar Sentral Youtefa, secara fisik sudah diserahkan, namun dokumen sertifikatnya belum diserahkan.

“Dokumen ini sampai sekarang kami minta untuk sama-sama menata,” katanya.

Ia berharap agar ada tim untuk turun bersama melakukan pengukuran kembali. Sebab, pihaknya sudah konsultasi ke BPN, karena pada saat proses lanjut untuk usulan tanah pasar, namun harus ada pelepasan hak dari provinsi, kota harus usulan hak pakai atas Pemkot, karena di lapangan penggunaan sudah bermacam-macam.

“Yang urgen sebelum penggunaan bervariasi, kita minta ada tim bersama antar Pemprov, Kota dan DPR Papua dan BPN untuk secara administrasi lihat batas-batasnya, termasuk masyarakat juga. Jadi, kami mohon bantuan dewan untuk tindaklanjut proses dokumen yang sudah dimintakan pemkot ke provinsi,”

Kepala Bidang Aset BPKAD Provinsi Papua, Sofyan Fadli menjelaskan bahwa sertifikat 07 dengan luasan tanah sekitar 73 hektar asset Pemprov Papua awalnya diperuntukkan untuk stadion.
Namun, saat kejadian kebakaran Pasar Ampera Jayapura, ada seluas 10 hektar dihibahkan ke KKSS.

“Menjawab dari Bidang Asset Pemkot Jayapura, memang dokumen ada, kami akan serahkan ke Pemerintah Kota Jayapura,” katanya.

Bahkan, Sofyan Fadli mengungkapkan Pada November 2019, pihaknya sudah melakukan rapat bersama Kejaksaan Tinggi, Biro Hukum dan BPN serta Ibu Lurah dan Kapolsek waktu itu, untuk mengembalikan batas untuk kemudian menata semua yang ada di atas tanah.

“Jadi, dalam waktu dekat kami akan melakukan penataan batas yang ada di kawasan 73 hektar. Rencananya akan dilakukan pada November atau Desember 2021, jadi kami berencana melakukan pengembalian batas dan berencana melakukan penataan di kawasan itu,”terangnya.

Untuk itu, pihaknya meminta dukungan DPR Papua dan stakeholder lain lantaran luasannya cukup besar dan tentu membutuhkan biaya yang besar juga.

“Kami mohon bantuan, ada HGP, kita atur, kita akan tingkatkan status kita dari HGP ke HPL yang akan memberikan kontribusi bagi daerah,” ucapnya.

Usai pertemuan, Benyamin Arisoy menambahkan jika Komisi III DPR Papua mendukung hal itu untuk pengembalian batas sehingga BPN perlu dilibatkan, jangan sampai ada sertifikat diatas sertifikat.

“Pengembalian batas itu, merupakan langkah – langkah yang diambil oleh BPKAD Provinsi Papua dengan tim untuk melakukan hal itu, kami mendengarkan keinginan rakyat, ternyata rakyat memberikan dukungan. Nah, ini hal yang positif bagi kita,” ungkapnya.

Untuk itu, Beny Arisoy berharap semua pihak memberikan dukungan pengembalian batas pada tanah seluas 73 hektar milik Pemprov Papua, namun harus didukung semua pihak.

“Namun, perlu dilihat baik bagian mana yang diserahkan Pemprov Papua ke Kota Jayapura maupun ke KKSS. Lalu dibicarakan lagi dengan rakyat dengan baik, sehingga pada akhirnya ada kepastian bagi Pemprov Papua sehingga menerbitkan legalitas bagi rakyat disitu, sehingga ada hak dan kewajiban yang melekat, Pemprov mendapat manfaat, masyarakat juga mendapatkan manfaat, begitu juga Pemkot Jayapura agar daerah ini bisa ditata dengan baik, untuk kebaikan bersama,” terangnya.

Sekedar diketahui, dalam kegiatan ini, pimpin langsung Ketua Komisi III DPRP, Benyamin Arisoy, SE, MSi didampingi Wakil Ketua Komisi III DPRP, H Kusmanto, SH, Sekretaris Komisi III DPRP, Tan Wie Long, SH dan Anggota Komisi III, Yanni, SH, Agus Kogoya, Ir H Junaedy Rahim, Christina RI Luluporo dan Jimmy Biniluk.

Selain itu juga dihadiri Kadistrik Abepura, Kepala Bidang Aset BPKAD Papua, Kepala Bidang Aset BPKAD Kota Jayapura, Kepala Kelurahan Waimhorock, Tim Ahli Komisi III DPRP, Ketua RT dan RW di Lingkungan Kelurahan Waimhorock, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat di lingkungan Sekitar Pasar Youtefa. (Tiara)