Pasific Pos.com
Uncategorized

Hari Ini DPR Papua Gelar Sidang APBD Perubahan 2022

Suasana rapat Bamus DPR Papua yang dipimpin Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE didampingi Wakil Ketua I DPR Papua, DR.Yunus Wonda, SH, MH dan Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy, yang berlangsung di ruang Banggar DPR Papua, Selasa 10 Oktober 2022. (foto Tiara).

Jayapura : Setelah sempat tertunda dari jadwal yang telah ditentukan, akhirnya sidang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun anggaran 2022 akan digelar pada Rabu 12 Oktober 2022. (red.hari ini).

Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE mengatakan, jika materi sidang APBD Perubahan 2022 sudah masuk ke DPR Papua.

Diakui, keterlambatan pelaksaan sidang APBD Perubahan belum dilakukan lantaran DPR Papua menilai masih perlu kesepakatan antara legislatif dan eksekutif.

Apalagi, ada sejumlah anggaran yang dinilai tak wajar alias tidak sesuai dan tidak adil, bahkan mestinya perlu dianggarkan dana untuk kepentingan rakyat terutama pengungsi di daerah konflik, namun justru tidak muncul dalam materi APBD Perubahan 2022 yang diajukan Pemprov Papua.

Bahkan, komisi – komisi DPR Papua juga telah melakukan pembahasan dengan mitra Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ada di lingkungan Pemprov Papua.

“Ya hari ini kita sudah lakukan rapat bersama mitra, bahkan sampai 3 kali dilakukan. Bahkan juga, pimpinan pimpinan DPR Papua telah mendisposisikan 2 kali untuk melakukan rapat dengan mitra,” kata Jhony Banua Rouw didampingi Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy, SSos, MM saat memberikan keterangan pers, usai Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR Papua, Selasa 10 Oktober 2022, petang.

Hanya saja, ungkap Jhony Banua, di dalam pembahasan itu, ada kepala OPD yang tidak datang dalam rapat, sehingga tidak bisa melakukan pembahasan materi APBD Perubahan.

“Seperti dilakukan Komisi III dan Komisi IV DPR Papua, ada beberapa mitra yang tidak datang. Toh kalau datang itu kepala bidang, yang tidak bisa memberikan penjelasan dan keputusan. Nah, itu yang membuat tahapan-tahapan kita terus tertunda, sedangkan di DPR Papua juga ada agenda kegiatan lain,” terangnya.

Sehingga lanjutnya, tahapan yang dilakukan oleh pihaknya juga terlambat, karena disaat pembahasan dengan mitra, ada beberapa kepala dinas tidak hadir.

“Seperti di Komisi IV DPR Papua dimana Kepala Dinas PUPR tidak pernah datang sampai dengan kami rapat TAPD dan Banggar pun tidak datang. Lalu, pimpinan dengan utusan TAPD lalu beliau kita minta untuk hadir, itu pun kita ‘maksakan’ untuk hadir,” bebernya.

Namun demikian kata Politisi Partai NasDem ini, pembahasan materi APBD Perubahan 2022, ada beberapa hal yang menjadi prinsip yang harus dibiayai pada APBD Perubahan, seperti beasiswa pendidikan di dalam dan luar negeri. Apalagi, sebelumnya ada masalah yang tidak pernah dibahas selesai.

Meski pada APBD induk 2022 telah disepakati Rp 300 miliar untuk beasiswa itu, namun pada APBD Perubahan ada permintaan penambahan dana beasiswa sebesar Rp 220 miliar.

“Nah, ini angka yang cukup fantastik, kita butuh penjelasan secara detail. Oleh sebab itu, kita undang dinas untuk mempresentasikan itu. Namun, kita memberi kesempatan TAPD bersama mitra dan juga Inspektorat melakukan review berapa besarannya. Seban sampai saat ini, kita juga belum menerima review dana beasiswa itu, tapi di buku materi APBD Perubahan hanya dianggarkan Rp 40 miliar,”ungkap Jhony.

“Pertanyaan kita, kalau dianggarkan Rp 40 miliar, sedangkan permintaannya Rp 220 miliar, jika besok seandainya membutuhkan Rp 60 miliar, maka 20 miliar mau diambil darimana? Kalau tidak dibayarkan sesuai kebutuhan real, maka adik-adik kita bisa saja tidak bisa ikut ujian, mungkin dia pulang karena tidak bisa membiayai hidup di sana. Nah, ini hal prinsip yang harus kita selesaikan. Itupun dibiayai dari dana cadangan Pemprov Papua,” sambungnya.

Lalu yang kedua, DPR Papua menemukan adanya pembiayaan-pembiayaan yang dilakukan seperti dana insfrastruktur dimana ada kontrak multiyears yang sudah disepakati Gubernur Papua dan DPR Papua, namun setelah dilakukan pembahasan, ada beberapa kontrak terindikasi bahwa melebihi dari pagu anggaran yang disepakati dalam proyek mulitiyears. Padahal, kontrak pekerjaan multiyears itu sudah dilakukan 3 tahun lalu.

“DPR Papua dan gubernur sudah sepakati itu, plafonnya sekian. Tapi, realitanya bahwa harusnya logika kita lelang harusnya lebih rendah dari pagu anggaran yang disiapkan. Kalau ada penambahan di sana, ya harusnya dibicarakan kembali. Ini tidak ada pembicaraan, tapi kontrak di Dinas PUPR itu melebihi dari pagu anggaran atau kesepakatan kita,” ketusnya.

Diungkapkan, salah satunya kontrak pekerjaan multiyears yang melebihi pagu anggaran yang disepakati DPR Papua dan gubernur itu, adalah pembangunan kantor gubernur di Dok II Jayapura.

“Ada Rp 400 miliar yang kita sepakati untuk pagu anggaran multiyears, ternyata kini kontraknya menjadi Rp 413 miliar. Itu salah satu yang kita temukan, yang lain sedang kita dalami,” tuturnya.

Yang jelas, kata Jhony, DPR Papua, pihaknya berkomitmen membantu masyarakat yang telah terdampak dari konflik yang terjadi di Papua, terutama pengungsi di Kabupaten Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang dan lainnya.

“Itu sampai saat ini, tidak ada nilai pembiayaannya berapa? Kita minta harus ada uang untuk membiayai terutama membantu misalnya memberikan perumahan atau bahan bangunan untuk warga pengungsi, atau kita bangun kembali kampungnya agar masyarakat kembali ke kampung misalnya sekolah, fasilitas sekolah. Nah, ini tidak kelihatan anggarannya, sehingga kami minta untuk dimasukkan, namun sampai saat ini, belum ada angka berapa yang harus dibiayai,” ucapnya.

Kendati demikian, DPR Papua mempersilahkan untuk anggaran bagi pengungsi di daerah konflik itu dikelola oleh dinas mana saja, namun DPR Papua meminta agar anggaran itu dipastikan masuk.

“Kita berharap anggaran bagi pengungsi itu, antara Rp 10 miliar – Rp 30 miliar untuk bisa membantu pengungsi, misalnya kita bisa fasilitasi mereka pulang ke kampung, tempat tinggal mereka dan lainnya, harus kita siapkan, misalnya bantuan stimulan pembangunan rumah. Nah, itu yang kita harapkan, namun sampai hari ini, kita tidak dapatkan anggaran yang disiapkan Pemprov Papua,” kata Jhony Banua.

Sedangkan untuk di Komisi II DPR Papua bersama mitra kerja rumpun ekonomi, DPR Papua meminta agar ada pembiayaan pemberdayaan ekonomi untuk orang asli Papua. Jhony pun mengaku miris minimnya anggaran untuk rumpun ekonomi ini, seperti di Dinas Pertanian hanya dianggarkan Rp 999 juta, tidak sampai Rp 1 miilar.

“Kami minta penambahan Rp 60 miliar disiapkan untuk OPD rumpun ekonomi. Ada tiga dinas yang akan kita berikan, supaya pemberdayaan ekonomi tumbuh di Papua. Apalagi, kita tahu bahwa ini sudah menjadi krisis internasional, bukan hanya di Indonesia, sehingga jika kita tidak memberikan penguatan kepada masyarakat lokal untuk menyiapkan tanaman pertanian, peternakan dan lainnya. Selain itu, hal ini menjadi kebijakan pemerintah pusat untuk ketahanan pangan dan menekan inflasi,” tukasnya.

Selain itu, DPR Papua meminta agar Pemprov Papua memberikan perhatian dengan memberikan bantuan anggaran untuk yayasan pelopor pendidikan di Papua seperti YPK, YPPK dan lainnya.

“Kami minta agar mereka dibantu, misalnya masing-masing yayasan pendidikan dibantu Rp 1 miliar melalui APBD Perubahan ini,” pintanya.

Selain itu, DPR Papua meminta agar Pemprov Papua memberikan bantuan dana untuk sejumlah perguruan tinggi di Papua, seperti Uncen yang setiap tahun menerima mahasiswa, namun terbatas dengan alasan daya tampung.

“Nah, ini kenapa kita tidak bantu Uncen? Supaya mereka bisa menampung itu. Ada bantuan-bantuan juga kepada kampus-kampus lain, contoh STIE Otto dan Geisler hanya dibantu Rp 3 miliar, sedangkan kampus lain dikasih Rp 5 miliar. Kami pikir ini kurang adil begitu. Padahal, STIE Otto dan Geisler yang hampir 100 persen menerima mahasiswa OAP kuliah di sana, hanya dibantu Rp 3 miliar, sedangkan di Yapis dan USTJ dibantu masing-masing Rp 5 miliar,” ungkapnya.

Bahkan, tidak hanya itu, DPR Papua menemukan adanya bantuan lembaga keagamaan yang dinilai kurang adil. Ia mencontohkan bantuan Pesparawi dan MTQ serta LPTQ. “Di Pesparawi totalnya hanya Rp 5 miliar, tapi untuk MTQ menjadi Rp 6,5 miliar. Sedangkan, kita tahu penduduk Papua itu mayoritas Kristen dan dalam Pesparawi itu, datang dengan jumlah peserta yang besar. Ini kita bicara rasional dan adil, masak lebih tinggi di MTQ dibandingkan dengan Pesparawi,” bebernya.

Bahkan, kata Jhony, juga ada penambahan untuk pembangunan LPTQ sebesar Rp 16,5 miliar dengan sumber dana dari Dana Infrastruktur.

“Nah, ini jadi pertanyaan kita. Tidak boleh dana infrastruktur untuk hibah pembangunan seperti itu. Artinya, kantor gubernur tidak boleh. Jangan menjadi masalah di kemudian hari. Sumber dananya salah menurut kami, harusnya pakai dana DAU atau PAD, SiLPA. Ini menjadi pertanyaan kita yang belum tertuntaskan,” tandas Jhony Banua Rouw atau JBR.

Pada kesempatan itu, ia (Jhony) pun mengungkapkan ada beberapa hal lain yang perlu menjadi perhatian serius Pemprov Papua, seperti bantuan kepada Sekolah Tinggi Theologi seperti STT Fajar Timur, STT Baptis, STT GIDI, Waterpost dan STT GKI yang menyiapkan guru-guru agama dan mengajar di kampung.

“Nah, di APBD Perubahan ini, kami minta untuk membiayai STT ini, agar bisa membantu mereka. Ini belum terakomodir, sedangkan uang kita masih cukup banyak, Apalagi, dana cadangan Pemprov Papua masih ada Rp 1,9 triliun lebih,” ungkapnya

Untuk itu, DPR Papua mengingkan agar semua temuan DPR Papua itu, agar dijawab oleh eksekutif agar bisa membantu rakyat sehingga mereka bisa merasakan pembangunan, tidak hanya habis dioperasional dan lainnya.

Jhony menegaskan bahwa hal itu semua yang menyebabkan proses tahapan sidang APBD Perubahan 2022 belum dilaksanakan. Bahkan, dalam rapat bamus itu, sudah diputuskan bahwa DPR Papua akan mengundang kembali TAPD, Rabu, 11 Oktober 2022. Jika permasalahan sudah clear, maka APBD Perubahan 2022 akan disidangkan pada 11 Oktober 2022 pukul 14.00 WIT umtuk penandatangan KUA-PPAS.

“Kita berharap sebelum penandatangan KUA-PPAS, kami harus memastikan bahwa apa yang menjadi usulan kita, harus bisa terakomodir di situ, kelihatan uangnya berapa yang harus kita biayai supaya rakyat kita bisa merasakan pembangunan di Papua. Ini yang paling penting bagi kami. Ini kan soal kebijakan anggaran, soal penggunaan, silahkan eksekutif atur bagaimana caranya, tapi kami mau kebijakan anggaran kita adalah memihak kepada rakyat,” paparnya.

Yang jelas, DPR Papua terus melakukan rapat hingga menemukan angka pasti dari materi APBD Perubahan 2022, sehingga jika sudah, maka sidang APBD Perubahan 2022 akan segera dimulai. Sebab, DPR Papua membutuhkan kepastian dalam membantu rakyat Papua.

Jika eksekutif tidak mengakomor apa yang diinginkan DPR Papua dalam APBD Perubahan 2022? Jhony menambahkan, jika pihaknya sudah menyampaikan dalam rapat Bamus DPR Papua bahwa jika hal itu menjadi tanggungjawabnya sebagai Ketua DPR Papua harus tetap untuk kepentingan rakyat.

“Itu adalah amanat yang diberikan untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, sehingga pimpinan DPR Papua terus melakukan komunikasi. Kalaupun toh ini harus lembaga memutuskan, kita harus mengesahkan, secara pribadi tadi saya sampaikan bahwa saya tidak akan ikut tandatangan KUA-PPAS ini, karena tidak sesuai hati nurani saya untuk mengambil keputusan itu,” tandasnya.

“Ini kan kolektif kolegial, kalau menjadi keputusan lembaga, ya saya harus menghormati itu. Tapi, saya juga tidak boleh mengabaikan kepentingan rakyat. Itu kembali kepada masing-masing perorangan,” sambungnya.

Yang jelas, Jhony menegaskan jika pihaknya sangat tidak setuju terhadap dana infrastruktur terutama kontrak melebihi anggaran untuk pekerjaan multiyears yang telah disepakati bersama.

“Kami tidak setuju untuk itu. Harus dikembalikan sesuai dengan kesepakatan awal multiyears antara pimpinan DPR Papua dan Gubernur Papua,” tekannya.

Namun Jhony kembali mengingatkan agar Pemprov Papua tidak menghabiskan dana cadangan sebesar Rp 1,9 triliun, yang sudah terpakai Rp 300 miliar pada APBD Induk 2022.

“Jadi, total yang tersisa Rp 800 miliar lebih, kami minta untuk tidak digunakan semuanya. Karena saat ini rancangan eksekutif adalah menggunakan semua dana cadangan atau 100 persen menggunakan dana cadangan itu habis. Kami minta tetap mencadangkan minimal Rp 300 miliar, untuk mengantisipasi di tahun depan, lantaran ada provinsi baru misalnya, sehingga APBD Provinsi Papua akan berkurang. Artinya, adek-adek yang kuliah ini tidak berkurang, tetap akan dibiayai oleh kita, tidak mungkin memindahkan mereka dalam waktu yang cepat, sehingga DPR Papua mau ada saving, sehingga jika Pemprov Papua kekurangan uang, maka masih ada dana cadangan yang bisa digunakan membiayai adek-adek kita agar masa depan tidak terganggu,” tandasnya.

Ditanya soal apakah dalam APBD Perubahan 2022 itu, Pemprov Papua menyiapkan anggaran untuk Daerah Otonomi Baru (DOB)? Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy mengatakan jika dari informasi yang diperoleh dari Sekda Papua bahwa anggaran DOB diberikan dari dana APBD induk 2022.

“Itu kan perintah Undang-Undang untuk dana hibah. Nah itu anggarannya di APBD induk, karena pada materi APBD Perubahan 2022, kami tidak melihat ada anggaran untuk DOB,” ujarnya.

Yulius Rumbairussy menambahkan jika keterlambatan pembahasan materi APBD Perubahan 2022 adalah akumulasi dari semua masalah yang ditemukan oleh komisi-komisi di DPR Papua.

“Jadi, ada catatan-catatan penting yang disampaikan komisi tertulis. Nah, itu kita sampaikan dalam rapat badan anggaran dengan TAPD dan dijawab juga tertulis. Hanya memang dalam jawaban tertulis itu, belum mencantumkan angka misalnya dalam bidang ekonomi, namun jawabannya mengambang. Setuju tapi belum menyebutkan anggarannya. Nah, seperti begini ya kalau saya bilang bagaimana kita mau tandatangan KUA-PPAS, ini ibarat kucing dalam karung, padahal kita butuh kepastian, kalau memang diakomodir, ya berapa? kan bisa disebut saja kan, misalnya mereka bisa mengakomodir itu, sebelum kita tandatangan KUA-PPAS,” tutupnya. (Tiara).