Pasific Pos.com
Info Papua

Bahasa Ibu Terancam Punah, Yayasan SIL Datangi DPR Papua Minta Kepastian Hukum Dalam Bentuk Perda

Jayapura –  Prehatin terhadap penggunaan bahasa ibu yang digunakan dalam percakapan sehari hari yang dinilai tidak lagi dilestarikan dengan baik bahkan kini terancam punah, Badan Pengurus Yayasan Suluh Insan Lestari (SIL) Papua mendatangi lembaga DPR Papua untuk mendapatkan kepastian hukum dalam bentuk Perda, sehingga dapat memperkuat kolaborasi dan melestarikan bahasa – bahasa daerah di Papua, khususnya di wilayah Port Numbay, Kota Jayapura.

Kedatangan Yayasan Suluh Insan Lestari ini disambut hangat oleh Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR Papua, Dr. Ir. Alberth Merauje, A.Md.Tek., S.T., M.T., IPM di Ruang Fraksi NasDem DPR Papua, Selasa, 01 Juli 2025.

Dalam pertemuan tersebut, Badan Pengurus Yayasan SIL di Papua bagian Komunikasi, Hans D. Imbiri, MA menjelaskan bahwa Papua merupakan salah satu wilayah dengan keragaman bahasa terbanyak di dunia. Namun, vitalitas bahasa daerah kini dalam kondisi yang mengkhawatirkan, terutama di wilayah perkotaan seperti Kota Jayapura.

“Dalam penelitian kami menunjukkan bahwa di wilayah yang kuat pengaruh bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Papua, di situ vitalitas bahasa daerah semakin menurun,”ungkap Hans kepada wartawan usai bertemu Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR Papua, Alberth Merauje.

Bahkan kata Hans, SIL Papua telah lama mengembangkan pendidikan multibahasa berbasis bahasa ibu, sebagai pendekatan untuk menguatkan identitas anak-anak Papua sejak dini.

Apalagi kata Hans, dalam sistem ini anak – anak harus belajar dalam bahasa ibu terlebih dahulu, sebelum diperkenalkan bahasa nasional dan bahasa asing.

“Bahasa adalah urat nadi budaya dan inti identitas melalui lewat pendidikan yang menggunakan bahasa ibu. Sehingga anak-anak bisa belajar dengan lebih efektif dan dapat menyerap pengetahuan dengan lebih baik pula,” jelas Hans.

Lanjut dikatakan, Yayasan SIL juga telah bekerja sama dengan berbagai pihak seperti Balai Bahasa Provinsi Papua, Universitas Cenderawasih, dan pemerintah daerah untuk menyusun naskah akademik Raperda tentang perlindungan dan pengembangan bahasa daerah.

“Saat ini, mereka mendorong agar upaya ini diformalkan dalam bentuk Perda,”tandasnya.

Sementara itu, Founder/Chairman of YAJASI, Agus Maniagasi, menambahkan bahwa Yajasi adalah sebuah penerbangan dulunya penerbangan SIL yang bekerjasama dengan Uncen sejak awal tahun 1990. Dimana ketika itu penerbangan mendirikan Yayasan untuk meneruskan visi misi dari SIL, yaitu kebahasaan untuk menerjemahkan firman Allah ke dalam bahasa-bahasa yang ada di suku-suku.

“Salah satu misinya adalah menerjemahkan firman Tuhan ke dalam bahasa suku-suku di Papua, sehingga setiap orang dapat mengenal Tuhan dalam bahasanya sendiri. Kami ingin menopang pemerintah dalam pembangunan melalui pendidikan, terutama pendidikan rakyat di kampung-kampung,”kata Agus.

Selain itu ia juga mengatakan jika pentingnya infrastruktur transportasi yang merata agar pendidikan berkualitas bisa menjangkau wilayah-wilayah terpencil.

Sementara itu, Albert Merauje yang juga sebagai anggota Komisi IV DPR Papua menyambut baik atas inisiatif Badan Pengurus Yayasan SIL Papua yang dengan kokoh ingin melestarikan bahasa bahasa ibu di Tanah Papua, khususnya di Bumi Cenderawasih ini.

Bahkan, dalam menanggapi hal tersebut, Alberth Merauje menegaskan bahwa pelestarian bahasa bukan sekadar wacana, melainkan ini bagian dari penyelamatan identitas budaya orang Papua.

“Tuhan menciptakan manusia Papua dengan segala keunikan alamnya, budayanya dan bahasanya. Tapi hari ini, semua itu mulai terkikis akibat derasnya arus migrasi dan urbanisasi,”tekannya.

“Kita NasDem sudah dorong di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua, supaya ditahun 2025 ini peraturan daerah tentang pelestarian bahasa daerah yang ada di 8 kabupaten / kota dapat di tetapkan dalam Paripurna,”sambungnya.

Legislator Papua itu juga menyebut, jika di Port Numbay terdapat 10 kampung asli, yang kini bahasanya berada di ambang kepunahan.

“Kampung-kampung seperti Enggros, Tobati, Kayo Batu, Kayo Pulau dan Nafri, disebut telah mengalami penurunan drastis dalam penggunaan bahasa ibu,” ucapnya.

Bahkan politisi Partai NasDem itu pun akui, jika bahasa ibu ini sekarang sudah jarang terdengar. Sebab, banyak anak-anak tidak lagi bisa bicara atau menggunakan bahasa ibu lantaran pengaruh dari luar yang sangat kuat.

Meski demikian kata Alberth Merauje, pihaknya telah lama mendorong hal itu, agar Perda Perlindungan Bahasa Daerah di Kota Jayapura segera ditetapkan. Hanya saja, , proses di tingkat Biro Hukum Provinsi Papua belum kunjung tuntas.

“Padahal kalau bicara gedung bisa cepat dibangun. Tapi ini cuma soal regulasi, kenapa harus bertahun-tahun? Padahal Perdanya sudah kita siapkan bersama,”cetusnya.

Untuk itu kata Alberth Merauje, kesimpukan dari pertemuan ini, baik Yayasan SIL maupun DPR Papua, telah sepakat bahwa tahun 2025 harus menjadi momentum untuk menyelesaikan regulasi tentang pelestarian bahasa daerah.

“Kita berharap di tahun 2025 akhir dari pada tugas kita ini, kita harus memecahkan satu hal, yaitu undang undang mengenai perda perdasus, tentang bahasa ibu ditetapkan sebagai undang undang dan harus dipakai di 8 kabupaten/kota,”tegas pria asal Engros itu.

“Sebab, kalau tidak ada Perda, kita juga tidak bisa alokasikan anggaran pelatihan, muatan lokal di kurikulum juga tidak akan punya dasar hukum yang kuat. Tugas kita di DPR baik Kabupaten/Kota untuk kita sama sama melestarikan, sehingga harus ada payung hukum untuk perlindungan bahasa,”tandas Alberth.

Alberth Merauje menjelaskan, dari data Balai Bahasa Provinsi Papua, tercatat ada 428 bahasa daerah di Papua, dan bila digabung dengan Papua Nuegini, jumlahnya mencapai lebih dari 1.000 bahasa. Sehingga menjadikan kawasan ini sebagai wilayah dengan bahasa terbanyak di dunia.

Oleh karena itu, Albert Merauje menambahkan, pelestarian bahasa bukan hanya tugas pemerintah atau lembaga pendidikan, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh masyarakat adat dan para pemangku kebijakan. “Dengan menjaga bahasa, kita dapat menjaga warisan leluhur dan jati diri Papua,”tekannya. (Tiara)

Leave a Comment