Jayapura – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua menyoroti tidakan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam atau BBKSDA Provinsi Papua yang membakar bulu burung cenderawasih.
Anggota DPRP Papua Pegunungan Apia Lepitalen, S.IAn., M.M. menyebut langkah BKSDA tersebut keliru dan mencederai nilai kemanusiaan serta kebanggaan masyarakat Papua.
“Tindakan itu sudah salah dan menginjak jati serta harga diri orang Papua,” ujar Apia dalam rilisnya, Kamis (23/10/2025).
Menurut Apia, burung cenderawasih memiliki makna sakral dalam kehidupan orang Papua karena selama ini digunakan dalam berbagai ritual adat dan menjadi simbol kehormatan turun-temurun.
“Cenderawasih adalah bagian penting dari budaya dan hewan sakral orang Papua. Sepertinya pihak-pihak yang membakar bulu cenderawasih itu tidak menghargai dan bahkan melecehkan budaya orang Papua,” ujarnya.
Apia menegaskan DPR Papua Pegunungan akan memanggil pihak BBKSDA untuk meminta klarifikasi terkait tindakan tersebut. Namun ia menilai klarifikasi tidak akan cukup untuk menghapus kekecewaan masyarakat.
“Klarifikasi bisa saja dilakukan, tapi tidak akan menghapus rasa sakit hati rakyat Papua sebagai pemilik cenderawasih dan budaya yang diwariskan turun-temurun,” katanya.
Benturan Hukum dan Nilai Adat
Menanggapi alasan BBKSDA yang menyebut pembakaran dilakukan sesuai aturan perlindungan satwa dilindungi, Apia menyebut hal itu menunjukkan lemahnya pemahaman pemerintah terhadap konteks sosial-budaya Papua.
“Papua ini luas. Hukum positif belum kuat di sini. Dalam budaya Papua, hukum adat selalu didahulukan sebelum hukum negara,” ungkapnya.
Ia menilai, pemerintah seharusnya berkomunikasi dengan tokoh adat dan gereja sebelum mengambil keputusan yang sensitif terhadap simbol-simbol budaya. Apia juga mendorong agar aturan perlindungan satwa ditinjau ulang agar tidak bertentangan dengan nilai adat.
“Harus ada peninjauan ulang, karena peraturan ini sering bertenturan antara perlindungan satwa liar dan kehidupan adat-istiadat orang Papua,” ujarnya.
Selain itu, DPR Papua Pegunungan berkomitmen memperjuangkan kebijakan khusus agar simbol budaya seperti bulu cenderawasih dapat dilindungi dan dikelola tanpa harus dimusnahkan.
Dampak Sosial dan Sikap DPRP
Apia menilai kekecewaan publik atas pembakaran tersebut sulit diredam karena masyarakat merasa dilecehkan secara budaya.
“Mau meredam juga susah karena rakyat Papua sudah terlanjur kecewa. Pihak-pihak di Papua harusnya berkomunikasi dengan adat dan gereja sebelum membuat keputusan,” katanya.
Ia menambahkan, komunikasi pemerintah selama ini lemah dalam menangani isu-isu sensitif terkait adat dan budaya lokal.
“Pemerintah harus aktif berkomunikasi dengan pihak adat dan gereja, karena mereka adalah otoritas pemegang rakyat Papua dan bisa mempertimbangkan segala kemungkinan,” ujarnya.
Apia menegaskan, DPR Papua Pegunungan akan mendorong agar BBKSDA menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada masyarakat adat.
“Pihak BBKSDA harus datang dan meminta maaf secara terbuka, termasuk kepada DPRP sebagai lembaga resmi di wilayah Papua,” tegasnya.
Perlindungan dan Edukasi Budaya
Sebagai langkah pencegahan, DPR Papua Pegunungan akan mendorong program edukasi bagi instansi pemerintah agar memahami makna simbol budaya Papua.
“Kami mendorong program edukasi di seluruh provinsi di tanah Papua agar simbol budaya dan keanekaragaman hayati Papua tetap terjaga. Kalau tidak, semuanya akan punah,” kata Lepitalen.
Ia menekankan pentingnya komunikasi lintas otoritas agar kejadian serupa tidak terulang.
“Sebelum mengambil keputusan, semua pihak harus berkomunikasi dengan adat dan gereja. Kalau tidak, orang Papua akan terus dilecehkan dan harga dirinya diinjak di tanahnya sendiri,” tutupnya.