Pasific Pos.com
Ekonomi & Bisnis

Angka Indeks Keuangan Syariah di Papua dan Papua Barat Menurun, Ternyata Ini Sebabnya

Kepala OJK Papua dan Papua Barat, Adolf Fictor Tunggul Simanjuntak.

Jayapura – Kepala OJK Papua dan Papua Barat, Adolf Fictor Tunggul Simanjuntak menjelaskan, sejalan dengan indeks nasional, pada Provinsi Papua dan Papua Barat terjadi penurunan angka indeks pada inklusi keuangan syariah, dan indeks literasi keuangan syariah meningkat.

“Namun jika dilihat dari segi nominal, inklusi keuangan syariah tidak mengalami pengurangan, justru mengalami kenaikan. Hanya saja nilai keuangan konvensional mengalami kenaikan yang lebih signifikan, sehingga angka indeks keuangan syariah terlihat menurun,” jelas Adolf, Jumat (16/4/2021).

Adolf menyebut, persaingan antara keuangan konvensional dan syariah memang tidak dapat terhindarkan, tak terkecuali di Papua dan Papua Barat.

Berdasarkan data statistik perbankan syariah tahun 2016 dan 2019, terdapat peningkatan aset pada bank umum syariah dan unit usaha syariah di Papua dan Papua Barat masing-masing naik sebesar Rp125 miliar (18,12 persen) dan Rp50 miliar (12,91 persen).

Oleh karena itu, lanjut Adolf, arah kebijakan strategis OJK secara terpusat, diprioritaskan untuk menyempurnakan ekosistem keuangan syariah yang lebih komprehensif dan terintegrasi dengan ekonomi syariah agar tercipta industri keuangan syariah yang kokoh dan berdaya saing serta berperan optimal dalam mendukung pembangunan nasional dan terciptanya kesejahteraan masyarakat luas.

“Sementara untuk skala regional, Kantor OJK Provinsi Papua dan Papua Barat senantiasa terus melakukan sosialisasi dan edukasi keuangan syariah agar dapat meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah.

“Saat ini KOJK Provinsi Papua dan Papua Barat akan mengadakan kegiatan Safari Ramadan 1442 Hijriah, di mana akan dilakukan sosialiasi edukasi literasi keuangan syariah dengan menggandeng pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) syariah antara lain BEI, perbankan syariah, pergadaian syariah dan Bank Wakaf Mikro, dan akan dilaksanakan pada berbagai wilayah seperti Nabire, Sentani dan Jayapura,” ucap Adolf.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan Indonesia tahun 2016 dan 2019, secara nasional indeks literasi keuangan syariah masih terdapat peningkatan dari 8,10 persen menjadi 8,93 persen. Namun pada indeks inklusi keuangan syariah terjadi penurunan dari 11,10 persen menjadi 9,10 persen.

Indeks literasi keuangan Syariah di Papua tahun 2016 tercatat 1,1 persen, tahun 2019 tercatat 4,72 persen. Sementara, di Papua Barat tahun 2016 tercatat 2,2 persen, dan 3,15 persen pada tahun 2019.

Meski indeks literasi atau pemahaman masyarakat terhadap keuangan Syariah di kedua provinsi tersebut mengalami kenaikan selama tiga tahun terakhir, tetapi tidak signifikan dan masih terendah secara nasional dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia.

Demikian juga dengan indeks inklusi keuangan Syariah di kedua provinsi tersebut. Tahun 2016, indeks inklusi keuangan Syariah di Papua tercatat 5,8 persen, tahun 2019 turun menjadi 2,36 persen. Di Papua Barat, indeks inklusi keuangan Syariah tercatat 2,2 persen, dan 1,57 persen pada tahun 2019.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, ekonomi syariah berpotensi menjadi pendekatan alternatif dan motor baru (katalis) untuk mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19 karena memiliki keunggulan-keunggulan yang berakar pada prinsip Syariah, yakni relatif stabil, aman, dan resilient.

Untuk memaksimalkan potensi tersebut, kolaborasi dan berbagai kebijakan inovatif harus dilakukan oleh berbagai pihak dan pemangku kebijakan.

Potensi ekonomi syariah sebagai motor baru bagi pertumbuhan ekonomi nasional, terlihat dari daya tahan industri keuangan syariah sepanjang pandemi pada tahun 2020. (Zul)