MERAUKE,- World Resources Institute (WRI) Indonesia menggelar kegiatan Lingkar Belajar Tanah Papua berkolaborasi dengan Universitas Musamus (Unmus) dengan melibatkan berbagai pihak seperti masyarakat adat, pemuda, perempuan, media, akademisi hingga pemerintah lokal untuk bertukar pengalaman dan memperkuat pengetahuan. Kegiatan berlangsung di gedung PKM Unmus, Selasa (39) dengan mengusung tema “Membangun Papua Selatan dari Akar:Manusia, Pengetahuan dan Lingkungan”.
Kegiatan ini diharapkan menjadi wadah mendorong kesadaran kritis sekaligus aksi nyata dalam menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua dengan tetap berakar pada
potensi dan budaya lokal.
Seperti yang diketahui, Papua Selatan sebagai salah satu daerah otonom baru memiliki potensi besar dalam pembangunan, baik dari aspek sumber daya alam, budaya, maupun modal sosial masyarakatnya. Namun, keberlimpahan potensi tersebut belum berbanding lurus dengan peningkatan kualitas SDM. Data Badan Pusat Statistik (BPS, 2023) menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua Selatan masih berada di bawah rata-rata nasional.
Kesenjangan ini mencerminkan adanya tantangan serius dalam pemenuhan hak dasar, seperti akses pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja yang setara. Menurut kajian Kadir & Anwar (2021), rendahnya IPM di Tanah Papua terkait erat dengan keterbatasan infrastruktur dasar, kualitas tenaga pendidik dan tenaga kesehatan serta kesenjangan distribusi layanan publik antara perkotaan dan perdesaan. Pembangunan SDM di Tanah Papua tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial-budaya masyarakat adat.
Masyarakat adat di Papua Selatan memiliki sistem pengetahuan lokal, nilai solidaritas dan praktik ekonomi berbasis subsistensi yang menjadi fondasi penting dalam kehidupan sehari-hari (Sillitoe, 2015). Sayangnya, sistem pembangunan terkadang mengabaikan dimensi kultural di suatu wilayah. Akibatnya, program-program peningkatan SDM kurang efektif dan tidak kontekstual dengan realitas lokal.
Hal ini sejalan dengan penelitian Munro (2020) yang menekankan bahwa pembangunan di Papua harus mempertimbangkan identitas budaya dan praktik sosial masyarakat adat agar dapat mendorong partisipasi aktif dan keberlanjutan. Selain itu, aspek ekonomi masyarakat Papua Selatan juga masih menghadapi tantangan besar.
Masyarakat adat sebagian besar bergantung pada sektor pertanian tradisional, perikanan, dan hutan sebagai sumber penghidupan utama. Menurut penelitian Widjojo (2019), pengembangan ekonomi berbasis masyarakat adat berpotensi menjadi jalan tengah dalam pembangunan SDM karena dapat
menghubungkan antara kebutuhan peningkatan kapasitas manusia dengan pelestarian budaya dan keberlanjutan ekologi.
Dengan demikian, pembangunan SDM di Papua Selatan tidak bisa hanya dilihat dari indikator formal seperti pendidikan formal atau angka partisipasi kerja tetapi juga dari bagaimana masyarakat adat dapat mengakses peluang ekonomi yang berkelanjutan tanpa kehilangan identitasnya.
Dalam kerangka itulah, Lingkar Belajar Tanah Papua dirancang sebagai wadah pertukaran gagasan, refleksi, dan pembelajaran kolektif lintas aktor. Forum ini menjadi ruang pertemuan antara pemerintah daerah, akademisi dan masyarakat adat untuk mendiskusikan arah pembangunan SDM di Papua Selatan secara lebih holistik.
Kehadiran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapperida) diharapkan dapat memberi perspektif kebijakan, sementara universitas berperan memperkuat basis akademis dan analitis, serta masyarakat adat menghadirkan pengalaman nyata dari lapangan.
Dengan mengintegrasikan ketiga perspektif ini, forum ini diharapkan melahirkan pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika pembangunan manusia di Papua Selatan, serta menghasilkan rekomendasi strategis yang kontekstual, inklusif dan berkelanjutan.
“Kegiatan ini diadakan oleh WRI Indonesia Regional Papua dengan menggandeng Unmus sebagai ruang dialog multi pihak yang mensinergikan perspektif pemerintah, akademisi dan masyarakat terkait pembangunan SDM dan lingkungan di Papua Selatan.
Mahasiswa juga turut dilibatkan sebagai penerus bangsa yang dapat memberikan ide-ide segar terkait memajukan Papua Selatan mencakup lingkungan, masyarakat adat dan ekonomi lokal yang dapat ditingkatkan, “ujar Martha T. Karafir selaku Papua Regional Senior Lead WRI Indonesia kepada Pasific Pos usai kegiatan.
Ia berharap usai mengikuti kegiatan, seluruh peserta dapat lebih banyak memberikan masukan dan ide-ide, tidak hanya di lingkup Lingkar Belajar tetapi juga dengan khalayak luas. Lingkar Belajar menjadi inspirasi khususnya bagi mahasiswa agar lebih peka dalam melihat fakta yang terjadi di Papua Selatan lalu bergerak cepat melakukan sesuatu terhadap lingkungan sekitar, masyarakat adat serta budaya setempat.(iis)