Pasific Pos.com
Headline

Terkait Polemik SK Bupati Nomor 188.4/95 Tahun 2022 Yang Telah Dugurkan, Ini Penjelasan Ketua Pansus DPRD Tolikara

Ketua Pansus Hak Angket DPRD Tolikara, Yan Wenda, SSos bersama Kuasa Hukum Penggugat, Thomas Pembwain, SH, MH saat Memperlihatkan Salinan Putusan PTUN Jayapura. (foto Tiara)

Jayapura : Adanya polemik terkait putusan PTUN Jayapura terhadap 7 kepala kampung di kalangan masyarakat Tolikara, membuat Ketua Pansus Hak Angket DPRD Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua Pegunungan, Yan Wenda, angkat bicara dan mengklarifikasi pernyataan salah satu legislator DPR Papua yakni Hosea Genongga.

Pasalnya, setelah melalui proses sidang selama 5 bulan di PTUN Waena Jayapura, putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) yang tertuang dalam E-Court Mahkamah Agung Nomor 30, telah menyebutkan menolak seluruh eksepsi tergugat yakni mantan Bupati Tolikara, Usman G Wanimbo dan mengabulkan permohonan pelaksanaan keputusan dari para penggugat (Pansus Hak Angket DPRD Tolikara) terkait perkara penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh mantan bupati tersebut.

Kemudian mewajibkan tergugat menunda pelaksanaan putusan Bupati Tolikara Nomor 188.4/95 Tahun 2022, tentang pengangkatan atau penetapan Kepala Desa atau Kepala Kampung di Wilayah Kabupaten Tolikara, pada 14 Oktober 2022, lalu.

Dengan dikabulkannya permohonan Penggugat, maka surat keputusan yang diterbitkan oleh mantan bupati Tolikara itu dinyatakan batal demi hukum.

Agar tidak salah presepsi, Ketua Pansus DPRD Tolikara, Yan Wenda, SSos mengungkapkan jika Pansus Hak Angket DPRD Tolikara ini terbentuk lantaran adanya masalah terkait dengan SK Bupati Tolikara Nomor 188.4/95 Tahun 2022, tentang pengangkatan atau penetapan Kepala Kampung di seluruh Wilayah Kabupaten Tolikara, pada 14 Oktober 2022, lalu.

“Didalam lampiran itu sudah ada nama nama kepala kampung juga bendahara kepala kampung. Jumlah kepala kampung itu 541 orang kepala kampung. Jadi, sebagai Ketua Pansus, saya mendorong para kepala kampung ini untuk menggugat SK Bupati 188.4/95 ke PTUN Jayapura karena mantan bupati Tolikara itu dianggap telah melakukan penyalahgunaan wewenang ataul mal administrasi,”kata Yan Wenda ketika dihubungi Pasific Pos lewat via telepon seluler pada Minggu, 7 Mei 2023, siang.

Sesuai salinan putusan PTUN Jayapura, Yan Wenda yang juga sebagai Ketua Komisi B DPRD Tolikara menjelaskan, bahwa telah berkekuatan hukum tetap setelah pemerintah tidak menyatakan banding.

“Jadi disini, saya perlu jelaskan isi dari salinan putusan PTUN itu dan sekaligus klarifikasi pernyataan dari suara suara sumbang yang ada di luar sana, supaya mereka tidak salah pengertian dan gagal paham. Sehingga ketika ada orang orang atau siapa pun mengatasnamakan tokoh intelektual, atau siapa pun itu yang punya pandangan atau pemikiran yang berbeda terkait putusan ini, terlebih dulu dia harus mencari tahu kebenarannya secara detail dan akurat. Jangan serta merta kemudian membuat stategman di media yang menimbulkan keresahan di tengah tengah masyarakat, khususnya masyarakat yang ada di wilayah Kabupaten Tolikara, lalu kemudian situasi ini justru menguntungkan kepentingan bagi oknum tertentu,” cetus Yan Wenda.

Menurutnya, sebaiknya salinan putusan PTUN Jayapura ini harus dibaca terlebih dahulu secara utuh, sehingga tidak salah presepsi dan berasumsi lain.

“Disini saya harus garis bawahi bahwa dalam eksepsi gugatan, diatasnya itu mengadili dan menolak seluruh ekpsepi tergugat. Satu poin ini harus dicatat dan diingat dengan baik sehingga para intelektual maupun teman teman yang punya pikiran dan pandangan yang berbeda, terlebih dulu dipelajari dan dimengerti secara detail kalimat “Menolak” seluruh eksepsi tergugat. Ini menolak seluruh ekspeksi tergugat, bukan sebagian. Nah, itu poinnya yang harus dicatat dengan baik biar dimengerti,” tandas Yan Wenda.

“Jadi dalam penundaan di poin satu, disitu mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan keputusan dari para penggugat. Itu poin satu, sementara poin dua disini penegasannya ada di poin dua ini, yaitu mewajibkan Tergugat menunda pelaksanaan keputusan Bupati Tolikara Nomor 188.4/95, 2022, tentang pengangkatan atau penetapan kepala kampung di wilayah Kabupaten Tolikara, tanggal 14 Oktober 2022, sepanjang lampiran dan seterusnya,” sambungnya.

Kata Yan Wenda, setelah salinan putusan ini ia dipelajari, maka pihaknya ingin memberitahukan kepada para intelektual khususnya yang ada di wilayah hukum Tolikara atau siapa pun yang punya pandangan atau pemikiran dan presepsi berbeda beda, agar dilihat dulu dan dianalisi secara baik. Sebab di poin ke dua itu ada dua dokumen yang harus semua pahami.

“Itu harus dipisahkan. Yang satu dokumen itu naskah SK Bupati. Itu satu SK yang memang harus dibuat dan isinya tentang aturan aturan pemerintahan dan itu disebut Naskah Bupati. Kemudian sepanjang lampiran dan seterusnya, ini juga satu bagian yang harus dimengerti oleh teman teman atau para intelektual Tolikara bahwa sepanjang lampiran dan seterusnya itu ada satu bagian yang lampiran dalam SK itu tercantum nama nama kepala kampung. Disitu jelas berarti SK yang di dalam 188.4/95 itu sepanjang lampiran dan seterusnya ini ada dua poin atau ada dua makna yang pengertiannya berbeda. Jadi, ini dua kalimat yang harus dimengerti dan dipahami dengan baik,” paparnya.

Salinan SK

Untuk itu tandas Yan Wenda, ini harus dipelajari dengan baik karena disalinan putusan PTUN Jayapura itu jelas bahwa di SK 188.4/95 itu naskahnya tersendiri. Sementara Sepanjang lampiran dan seterusnya, karena disitu ada kalimat dan seterusnya, berarti sepanjang lampiran tersebut sudah tercatat 541 nama nama kepala kampung, sehingga tidak mungkin dituangkan seluruhnya itu di dalam putusan tapi disitu sudah disebutkan dan seterusnya

“Berarti disitu mengatakan bahwa, putusan dalam SK 188.4/95 itu sudah dinyatakan gugur dan sudah tidak berlaku lagi. Disitu sudah jelas apalagi ada dua poin yang kalimatnya sangat jelas sekali. Jadi jika ada informasih informasih maunpun ada oknum oknum yang sengaja membuat masyarakat resah dan bingung karena SK itu, jadi tolong jangan menambah beban pikiran rakyat dengan informasih informasih yang tidak jelas yang kalian sebarkan itu,” ujar Yan Wenda dengan mimik mengingatkan.

Tak hanya itu, Yan Wenda juga mengingatkan anggota DPR Papua Hosea Genongga dari daerah pemilihan (Dapil) Tolikara, untuk tidak percaya begitu saja nformasi yang ia dapatkan saat turun reses terkait 541 kepala kampung itu.

“Seharusnya sebelum beliau (Hosea Genongga) membuat statemen di media terlebih dulu lakukan komfirmasi. Sehingga ketika mendapat informasih yang salah dia harus lakukan klarifikasi atau konsultasi kepada Pj Bupati Tolikara, dia harus laporkan kesana, bukan di PTUN Jayapura lagi. Jadi kalau ke PTUN dia salah tempat atau salah sasaran karena infomasih itu bukan di PTUN lagi, karena salinan putusan itu sudah ada di pemerintah sebagai Tergugat atau sudah ada di Pemerintah Kabupaten Tolikara. Jadi kita tidak perlu lagi membuat manuver manuver yang bersifat propokatif atau mengadu domba hanya untuk mendapatkan simpati dari masyarakat demi kepentingan tertentu atau pribadi,” tekannya.

“Kalau tidak ada panggung politik untuk menaikan rating atau elektabiltas setidaknya jangan membangun opini yang menyesatkan yang berdampak ke masyarakat kita. Seharusnya sebagai intelektual yang baik dan bijak harus membuat kesan yang baik dengan membimbing masyarakat Tolikara ke hal hal yang positif sehingga tercipta kedamaian dan kenyamanan,” timpalnya.

Pada kesempatan itu juga Politisi Demokrat Tolikara itu dengan tegas mempertanyakan, kenapa pada saat proses sidang berlangsung selama 5 bulan tidak ada yang hadir untuk mengikuti jalannya sidang.

“Kini pada belomba lomba angkat bicara untuk cari panggung, padahal tidak mengerti kejadian yang sebenarnya karena tidak ikuti prosesnya dari awal. Ini ada apa?. Apa ini ada hubungannya dengan kepentingan politik, secara sebentar lagi kita memasuki tahun politik 2024. Kalau tujuannya itu, mari kita berdemokrasi secara bijak dan santun dan bertarung secara kesatria tidak menjatuhkan sesama anak daerah. Karena rakyat kita sekarang sudah pada pintar dan lebih paham tentang demokrasi, sehingga mereka juga bisa menilai siapa yang benar benar tulus maka hak politiknya jatuh kepada orang yang tepat,” ucapnya.

Namun sekali lagi ia tegaskan, kalau memang tidak tahu menahu dalam proses persidangan ini, sebaiknya tidak perlu membangun opini opini yang menyesatkan atau tidak perlu membangun infornasih yang tidak benar kepada masyarakat. Apalagi Pemerintah Tolikara yang dipimpin oleh Pj Bupati dan jajarannya itu bukan orang bodoh. Mereka lebih paham dan mengerti hirarki pemerintahan, mereka lebih mengerti aturan aturan pemerintahan.

Bahkan kata Yan Wenda, salinan salinan putusan itu mereka sudah baca secara keseluruhan, sehingga dalam hasil pembahasan itu mereka juga sudah memutuskan untuk mengakui dan melaksanakan putusan tersebut. Dan itu sudah final dalam hirarki pemerintahan.

Perlu diketahui bahwa, hirarki pemerintahan yang tertinggi adalah Presiden – Wakil Presiden, Gubernur – Wakil Gubernur, Bupati – Wakil Bupati atau Walikota – Wakil Walikota. Itu yang disebut hirarki pemerintahan.

“Jadi, kalau mereka sudah menyatakan mengakui dan menerima berarti yang lain tidak perlu manuver manuver. Makanya teman teman harus paham dan mengerti hirarki pemerintahan ini. Siapa pun dia, baik kepala dinas dan lain lainnya. Jadi apa pun yang Pj Bupati sudah putuskan bahwa mengakui putusan itu sah secara hukum dan itu harus dilaksanakan. Berarti tugas kita sebagai wakil rakyat atau sebagai intelektual di wilayah hukum tolikara harus mengamankan itu dan meyakinkan kepada masyarakat Tolikara, menjelaskan kepada masyarakat Tolikara bahwa putusan ini benar dari PTUN dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun. Itu yang perlu kita sampaikan,” terangnya.

Untuk itu, Yan Wenda menambahkan, kembali lagi saya tegaskan dan ingatkan bahwa putusan PTUN Jayapura ini, dalam salinan putusan itu sangat jelas sekali menolak selurus ekpeksi Tergugat bukan sebagian. Ini seluruh tergugat, berarti kata “Seluruhnya” ini sangat penting. Kemudian poin kedua mewajibkan, kata Mewajibkan” Tergugat menunda pelaksanaan keputusan Bupati Tolikara Nomor 188.4/95 Tahun 2022.

“Nah disitu jelas sekali kalau isinya sudah tidak berlaku lagi. Jadi poin poin ini teman teman harus atau siapa pun yang berkepentingan. Baik kepentingan Pilkada atau kepentingan Pileg harus mampu jelaskan hal ini. Dan sebagai anak Tolikara mari kita bersaing secara sehat dan bermartabat. Siapa yang baik dan siapa yang tidak baik, semua itu rakyat yang menilai. Jadi jangan membangun isu isu politik yang tidak benar dan tidak mendasar untuk memprofokasi masyarakat yang ujung ujungnya rakyat yang tidak tahu apa apa jadi korban,” tegas Ketua Fraksi Golkar DPRD Tolikara itu. (Tiara).