Putusan PN Jayapura Dinilai Aneh dan Janggal Dalam Perkara Venue Aeromodeling Mimika
Jayapura – Persidangan perkara pembangunan Venue Aeromodeling Tahun Anggaran 2021 di Kabupaten Mimika yang digelar oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas I A Jayapura telah tuntas setelah Majelis Hakim membacakan keputusan pada Rabu (10/12/2025).
Paulus Johanis Kurnala, salah satu terdakwa dalam perkara tersebut melalui Ketua Tim Kuasa Hukumnya, Herman Koedoeboen menilai keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jayapura sangat aneh dan janggal karena tidak mempertimbangkan secara sempurna keseluruhan fakta yang terungkap selama persidangan.
Dalam bahasa hukum, keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jayapura dinilai bersifat Onvoldoende Gemotiveerd.
“Tentu saja berdasarkan prinsip hukum Res Judicata, kami menghormati putusan tersebut meskipun putusan itu kita masih pandang buruk,” kata Herman.
Untuk diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jayapura menjatuhkan vonis kepada terdakwa Paulus Johanis Kurnala dengan pidana penjara selama 7 tahun ditambah kewajiban membayar denda sebesar Rp500 juta (subsider 6 bulan kurungan) dan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp Rp31.302.287.038,04 atau Rp31,3 miliar (subsider 4 tahun kurungan).
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jayapura berpandangan bahwa terdakwa Paulus Johanis Kurnala dan kawan-kawan terbukti secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 (dakwaan subsider).
Atas putusan tersebut, Herman Koedoeboen menegaskan bahwa kliennya akan menempuh upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Papua di Jayapura.
“Kami akan melakukan upaya hukum karena Jaksa langsung menyatakan banding. Kami juga harus melakukan banding,” tutur Herman.
Selain menempuh upaya hukum banding, Tim Kuasa Hukum terdakwa Paulus Johanis Kurnala juga sedang mengumpulkan fakta-fakta dalam penanganan pekerjaan pembangunan Venue Aeromodeling di Kabupaten Mimika, mulai dari adanya pendampingan yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan Negeri Timika hingga proses persidangan perkara tersebut di pengadilan.
Semua kronologis fakta tersebut nantinya akan dilaporkan kepada Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR RI tentang Reformasi Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan lantaran diduga telah terjadi praktik kriminalisasi dalam penanganan perkara ini sehingga bisa menjadi sarana kontrol oleh para wakil rakyat di Senayan Jakarta.
Herman menyatakan optimistis bahwa melalui upaya hukum yang dilakukan tersebut, kliennya bisa mendapatkan keadilan hukum.
“Kami tetap punya keyakinan itu, karena tidak ada pekerjaan yang sebetulnya menyimpang. Kontrak itu kan berbicara tentang capaian volume atau kubikasi. Dari perhitungan yang dilakukan oleh ahli, kan volume timbunan tanah di lokasi Venue Aeromodeling telah melampaui. Kalau memang Pengadilan bersikap fair, dia bisa menggunakan ahli independen jika tidak yakin dengan hasil pemeriksaan ahli saat dilakukan Pemeriksaan Setempat,” jelas Herman.
Tim Kuasa Hukum terdakwa Paulus Johanis Kurnala memberikan sejumlah catatan terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jayapura.
Dalam hal mmembuktikan unsur kerugian keuangan negara dalam perkara pekerjaan Venue Aeromodeling di Kabupaten Mimika, Majelis Hakim dinilai tidak berpedoman kepada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan fakta-fakta persidangan.
Hasil pemeriksaan terhadap ahli Willem Gaspers sebagai saksi ahli yang diajukan oleh JPU Kejati Papua dinilai tidak memenuhi syarat sebagai bukti ilmiah atau scientific evidence.
“Karena dia tidak memiliki keahlian di bidang pengukuran timbunan tanah. Bahkan alat yang digunakan itu sama sekali tidak relevan dengan kebutuhan untuk mengetahui volume atau ketebalan tanah. Tetapi Majelis Hakim justru membenarkan itu dijadikan dasar untuk membuat kesimpulan bahwa volume tidak terpenuhi berdasarkan perhitungan tersebut,” jelas Herman.
Sesuai riwayat hidup atau Curiculum Vitae Willem Gaspers, diketahui yang bersangkutan menyelesaikan pendidikan strata dua (magister) Teknik Sipil bidangn manajemen konstruksi.
“Saya sudah berjumpa beberapa kali dengan dia dalam persidangan, dan memang dia punya latar belakang pendidikan semacam itu. Aneh dalam putusan itu, Hakim menyatakan bahwa ahli memiliki keahlian di bidang transportasi jalan. Ini kan sangat aneh. Tentu ini dimaksudkan untuk menjustifikasi bahwa saksi Willem Gaspers merupakan ahli di bidang itu,” ujar Herman.
Majelis Hakim juga menyampingkan pemeriksaan saksi ahli Dr Duha yang melakukan pemeriksaan secara langsung di lapangan, secara manual dengan Test Pit.
“Bayangkan itu dikesampingkan semua, bahkan dikatakan bahwa hasil pemeriksaan itu berlebihan. Bagaimana mungkin Majelis Hakim menyatakan demikian tanpa ada suatu hasil komparasi. Ini kan hasil kerja dari seorang ahli yang mewakili lembaga pendidikan. Dr Duha kan bekerja berdasarkan penugasan dari Fakultas Teknik Sipil Uncen, bukan atas dasar pribadi. Jadi tentu pertanggung jawabannya adalah pertanggungjawaban ilmiah, pertanggungjawaban daripada lembaga,” kata Herman.
Anehnya lagi, Majelis Hakim kemudian mengakui hasil perhitungan soal volume atau kubikasi yang dilakukan oleh saksi Willem Gaspers sebagai dasar untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan negara oleh Dr Harold Makawimbang.
Harold Makawimbang sendiri pernah bekerja di BPKP, berlatar belakang pendidikan sebagai ahli hukum keuangan negara dan tidak memiliki kompetensi dalam melakukan audit.
“Dia tidak punya kompetensi di situ. Tapi Majelis Hakim mengklaim dia sebagai ahli hukum keuangan negara sekaligus sebagai ahli keuangan negara. Lalu menganggap perhitungannya adalah benar, padahal dia tidak pernah melakukan audit. Dalam fakta persidangan, dia tidak prnah melakukan audit. Dia hanya mengkonversi hasil yang dihitung oleh Willem Gaspers,” beber Herman.
Keanehan lainnya dalam putusan Majelis Hakim PN Tipikor Jayapura yaitu perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan diambil dari volume terpasang yang dikonversi menjadi nilai Rp34 miliar, kemudian dikurangi dengan PPh dan PPN kemudian menjadi kerugian sebesar Rp31 miliar.
“Bagaimana mungkin volume terpasang dianalogikan sebagai dasar kerugian keuangan negara,” tanya Herman dengan nada heran.
Hal lain yang dipersoalkan Tim Kuasa Hukum yaitu Majelis Hakim tidak mempertimbangkan sama sekali hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh BPK yang sudah diajukan sebagai fakta dalam persidangan perkara ini.
“Dokumen-dokumen pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, ternyata tidak dipertimbangkan, bahkan dikesampingkan. Jadi betul-betul putusan ini memang sama sekali tidak berdasar,” kata Herman.
Menurut Herman, putusan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa volume timbunan tanah di lokasi Venue Aeromodeling Mimika yang dinilai kurang atau tidak terpenuhi sama sekali tidak berdasar.
“Itu kan barang yang nyata ada sekarang. Makanya ada pertentangan di situ, dikatakan volume tidak terpenuhi. Padahal pekerjaan itu telah termanfaatkan atau digunakan untuk mendukung PON Papua, bahkan telah mengharumkan nama baik Pemda Mimika. Kalau pekerjaannya tidak sesuai, tentu venue itu tidak bisa digunakan saat PON,” ujarnya.
Dengan adanya kontradiksi pertimbangan hukum Majelis Hakim PN Tipikor Jayapura dalam putusannya, Tim Kuasa Hukum terdakwa Paulus Johanis Kurnala meyakini kliennya masih bisa mendapatkan keadilan hukum melalui upaya hukum yang dilakukan di peradilan tingkat banding
