Pasific Pos.com
Kabupaten Jayapura

Penyandang Disabilitas Pemkab Jayapura Mengadu ke DPR Papua

Jayapura,- Merasa terabaikan oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura, sejumlah perwakilan penyandang disabilitas yang tergabung dalam National Paralympic Committe (NPC) Kabupaten Jayapura mendatangi Kantor DPR Papua untuk menyampaikan keluhan mereka secara langsung.

Rombongan yang dipimpin oleh Ketua NPC Kabupaten Jayapura, Renaldy David Tokoro, diterima oleh Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR Papua, Dr. Ir. Alberth Merauje, A.Md.Tek., S.T., M.T., IPM, di Ruang Fraksi Partai NasDem, Gedung 2 Lantai 11 DPR Papua, Rabu (24/9/2025).

Kepada pers, Renaldy mengaku jika kedatangannya bersama teman-teman disabilitas ke DPR Papua karena kurangnya perhatian pemerintah setempat terhadap disabilitas di Papua, khususnya dalam aspek pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan akses terhadap kegiatan olahraga.

Oleh karena itu, ‎Renaldy Tokoro menyampaikam keprihatinannya terhadap kondisi disabilitas di Papua yang masih sangat memprihatinkan.  Dimana, fasilitas pendidikan bagi anak-anak disabilitas di Kabupaten Jayapura nyaris tidak tersedia.

Menurutnya, ‎berbeda dengan Kota Jayapura yang telah memiliki dua fasilitas pendidikan inklusif dari jenjang SD hingga SMP.

“Di Kabupaten Jayapura,  justru tidak ada fasilitas serupa, bahkan akses ke daerah seperti Keerom atau Mamberamo Raya sangat terbatas,”ungkap Renaldy.

‎‎Bahkan kata Renaldy, banyak anak-anak disabilitas tidak bisa mengakses pendidikan secara normal. Padahal mereka juga manusia yang berhak mendapatkan pendidikan, kehidupan sosial yang layak, dan kesempatan kerja.

“Jika diberi akses dan pembinaan yang tepat, mereka juga bisa mandiri dan membantu perekonomian keluarganya,” ujar Renaldy.

‎Ia juga mengatakan, sarana pemerintah yang tidak ramah disabilitas. Gedung-gedung perkantoran pemerintah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten tidak menyediakan akses memadai seperti lift atau jalur khusus.

Tak hanya itu lanjut Renaldy, pertemuan – pertemuan dengan pejabat pun juga jarang melibatkan komunitas disabilitas.

‎Selain itu, ‎Renaldy juga membeberkan, bahwa anggaran untuk kegiatan disabilitas sangat minim. Bahkan, tahun ini, komunitasnya tidak menerima bantuan apapun, padahal sebelumnya sempat menerima Rp 250 juta saat masih dipimpin oleh pejabat lama.

‎‎Menurutnya, dana tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan besarnya kebutuhan pelatihan dan persiapan anak-anak disabilitas untuk mengikuti ajang-ajang nasional.

‎‎“Saat ini kami sedang mempersiapkan anak-anak untuk mengikuti ajang Peparpenas di Jakarta. Tapi semua kegiatan latihan secara mandiri, tidak ada bantuan dari daerah. Proposal sudah diajukan, tapi tidak direspons,”ujarnya dengan nada kecewa.

‎Ia juga mengukapkan ‎kondisi yang terjadi bahkan sempat menyebabkan kasus tragis. Salah satu atlet disabilitas meninggal dunia dua tahun lalu akibat sakit lambung yang dipicu oleh kekurangan makanan. Ironisnya, kejadian itu terjadi di Kota Jayapura, bukan di daerah terpencil.

Selain itu, ‎Renaldy juga mengkritisi tidak adanya kendaraan operasional untuk antar jemput anak-anak disabilitas.

Padahal kata Renaldy,  dana APBD yang begitu besar seharusnya bisa menyisihkan sebagian kecil untuk mendukung penyandang disabilitas agar bisa hidup lebih layak dan berdaya.

‎‎“Anak-anak disabilitas ini, sebagian besar adalah Orang Asli Papua (OAP). Jika mereka diberi akses pendidikan dan kesehatan yang layak, mereka juga bisa sukses seperti anak-anak lainnya,”tandas Renaldy.

‎‎Dengan demikian, Renaldy berharap Gubernur Papua yang baru ini bisa memberikan perhatian serius terhadap penyandang disabilitas.

‎Renaldy meminta agar setiap event olahraga, baik tingkat daerah maupun nasional, memberikan porsi anggaran dan perhatian yang setara bagi atlet disabilitas.

‎‎“Jika pemerintah tidak bisa mengalokasikan anggaran dari APBD, mengapa tidak menggunakan dana otonomi khusus? Kami butuh dukungan konkret, bukan hanya janji,” tegas Renaldy.

‎Ia mendesak agar DPR Papua agar lebih vokal dalam memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas dan memastikan ada kursi khusus bagi perwakilan disabilitas dalam lembaga legislatif. Agar mereka bisa menyuarakan langsung kebutuhan dan aspirasi komunitasnya. (Tiara).