Pasific Pos.com
Opini

Menelusuri Sejarah Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat 1 Juli 1971

Benny Lapago | Den Haag, 11 Juli 2020

Saya sudah lama menelusuri bukti publikasi terkait peristiwa pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Papua Barat oleh Seth Rumkorem-Prai pada 1 Juli 1971. Dan hasilnya nihil. Tidak ada satu pun data atau informasi otentik yang benar-benar bisa dijadikan acuan untuk menggambarkan dan menganalisa situasi faktual terkait perjuangan Papua Merdeka pada sekitar tahun 1970, 1971 hingga 1973.

Sampai akhirnya saya menemukan artikel yang menguraikan secara kronologis terkait peristiwa 1 Juli 1971 tersebut, dan artikel itu menyimpulkan secara tegas bahwa sebenarnya tidak ada catatan sejarah yang membuktikan Seth Rumkorem – Prai pernah mengumumkan Kemerdekaan Papua pada 1 Juli 1971.

Anehnya, sebagian besar aktivis dan simpatisan Papua Merdeka mempercayai bahwa peringatan Kemerdekaan Papua setiap tanggal 1 Juli merujuk ke peristiwa yang disebutkan bahwa Seth Rumkorem bersama Jacob Hendrik Prai mendeklarasikan Kemerdekaan Papua di Markas Victoria pada 1 Juli 1971.

Kronologi Rumkorem dan Deklarasi Kemerdekaan 1 Juli 1971

Pada tahun 1970, Seth Rumkorem yang waktu itu adalah anggota TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten, melakukan perjalanan ke Wamena untuk melaksanakan tugas penyelidikan dan pemeriksaan kas keuangan negara. Dalam perjalanan itu, dengan berbagai alasan subjektif, Rumkorem akhirnya memutuskan membelot, keluar dari TNI AD dan bergabung dengan pemuda-pemuda yang memperjuangkan kemerdekaan Papua, yang ketika itu bermarkas di wilayah Scohtiau (kini bernama Skouw). Rumkorem tiba di Skouw pada 17 Juli 1970.

Catatan: terkait Markas Victoria di Scohtiau (Skouw), berdasarkan hasil bincang-bincang dengan sejumlah aktivis Papua di Belanda, jangan dibayangkan seperti sebuah pusat komando dalam arti yang sesungguhnya. Markas Victoria itu terletak di wilayah yang saat ini disebut Scohtiau (Skouw), di bagian utara perbatasan antara Indonesia-PNG. Ketika itu ada tiga kampung di wilayah Skouw.

Selanjutnya, Rumkorem tiba di wilayah yang ketika itu disebut Scohtiau (Skouw), yang terletak dalam wilayah Indonesia. Rumkorem diantar oleh seorang kurir laut, lelaki Papua asal Teluk Saireri. Perjalanan ini ditempuh dengan naik perahu. Sebab saat itu, belum ada jalan darat yang menghubungkan antara Jayapura (Hollandia) dengan Skouw. Saat ini, jalan akses darat Jayapura-Skouw berjarak sekitar 60 km, dapat ditempuh sekitar 60 s.d 90 menit.

Selanjutnya, selama berada di Skouw, antara 17 Juli 1970 hingga 28 Juni 1971, Rumkorem dan Prai berhasil membangun dan memperkenalkan Markas Victoria sebagai pusat perencanaan dan pengaturan strategi perjuangan Papua Merdeka di bidang politik dan militer.

Dengan latar belakang militernya, Rumkorem berhasil melatih beberapa pemuda Papua untuk menjadi opsir-opsir Tentara Papua, di antaranya Simon Imbiri, Habel Atanay, Jereth Wayoi, John Upuya, Aquila Major, Sepi Wayoi, Philemon Yarisetouw, Yosephat Wayoi, Marthen Tabu, Jance Demetouw

Pada periode yang sama, Nicholas Jouwe, Ketua National Liberation Council (NLC) tiba kembali di Belanda setelah beberapa bulan berada di New York, Amerika Serikat, untuk menggugat hasil PEPERA 1969, yang dinilai tidak memenuhi hukum internasional tentang hak-hak politik Bangsa Papua. Setibanya di Belanda, Nicholas Jouwe menemukan surat yang dikirim oleh Rumkorem-Prai dari Markas Victoria, yang berisi dua hal: (1) Menanyakan kepada Jouwe sebagai Ketua NLC apakah ada kemungkinan penggugatan terhadap hasil PEPERA di PBB; (2) Menawarkan Nocolas Jouwe untuk menjadi Kepala Negara Papua Barat.

Terhadap surat Rumkorem tersebut, Nicolas Jouwe menjawab dengan tegas (disampaikan 21 tahun kemudian, pada perayaan 30 tahun hari Bendera Bintang Kejora, 1 Desember 1991 di Belanda): “Kedua Adik Rumkorem dan Prai. Tidak ada kemungkinan untuk kita menggugat; satu-satunya jalan adalah Proklamasi Kemerdekaan Papua Barat secara sepihak. Adik berdua masih muda. Pimpin perjuangan ini. Adik Rumkorem, kau, kakak usulkan sebagai presiden; dan adik Prai kau sebagai Ketua Senat,” begitu jawaban Nicolas Jouwe terhadap surat yang diterimanya dari Markas Victoria.

Berdasarkan jawaban dari Nicholas Jouwe itulah, Rumkorem-Prai akhirnya merencanakan deklarasi Kemerdekaan Papua, di Holamba, Waris. Bukan di Markas Victoria (catatan: tidak ada keterangan kenapa deklarasi kemerdekaan itu diagendakan sejak awal di Holamba, bukan di Markas Victoria).

Dalam sebuah rapat yang diselenggarakan di Markas Victoria pada 25 Juni 1970, perserta rapat menyetujui proposal yang diajukan oleh Joweni dan Luis Nussy terkait tiga hal: pertama, Rumkorem dan Prai ditunjuk sebagai deklarator; kedua, tangga 1 Juli ditetapkan sebagai tanggal pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Papua Barat; dan ketiga, lokasi deklarasi kemerdekaan Papua Barat adalah di Holamba, Waris. Bukan di Markas Victoria, Scohtiau (Skouw).

Berdasarkan hasil keputusan rapat tanggal 25 Juni 1970 itu, Rumkorem-Prai kemudian mengerahkan pasukannya, yang dipimpin oleh Simon Imbiri, untuk menguasai Halomba, di kecamatan Waris, yang akan dijadikan lokasi deklarasi kemerdekaan Papua Barat pada 1 Juli 1971 di pagi hari.

Namun rencana penguasaan Holamba-Wasir meleset. Terjadi kontak senjata antara Pasukan Papua Merdeka yang dipimpin oleh Opsir Simon Imbiri dengan Satuan Tentara Indonesia di Pos Waris. Akibatnya pasukan Papua Merdeka terpaksa mengundurkan diri, karena kekuatan personil dan peralatan perang yang tidak berimbang. Tercatat dua pemuda Papua Merdeka yang celaka dalam kontak senjata itu, yaitu John Upuya dan Josephat Wayoi. Keduanya berhasil dievakuasi ke Imonda di wilayah Papua New Guinea, kemudian dijemput oleh seorang Patrol Officer (Bestuur) dari Pemerintahan Administasi Australia , Mr. Bob Lock.

Akibat lanjutannya, rencana upacara dan pembacaan deklarasi kemerdekaan Papua Barat pada 1 Juli 1971 di Holamba, Waris oleh Rumkorem-Prai batal dilaksanakan. Dan pasukan Papua Merdeka kembali ke Markas Victoria, di Scohtiau (Skouw).

Dalam perkembangannya, upacara pembacaan deklarasi kemerdekaan Papua Barat 1 Juli 1971 itu baru dapat dilaksanakan secara resmi sekitar dua tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 12 Februari 1973, di Markas Victoria, Scothiau. Artinya, deklarasi itu bertanggal 1 Juli 1971, namun baru dibacakan pada 12 Februari 1973.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, tidak ada pembacaan/deklarasi Kemerdekaan Papua Barat pada 1 Juli 1971. Artinya, tidak pernah ada upacara deklarasi Kemerdekaan Papua Barat pada tanggal tersebut.

Kedua, naskah teks proklamasi yang beredar di kalangan aktivis Papua Merdeka, memang benar bertanggal 1 Juli 1971. Namun naskah itu baru dibacakan pada tanggal 12 Februari 1973. Hal ini juga menjadi aneh, sebab mestinya naskah itu diberi tanggal 12 Februari 1971. Artinya, ada semacam upaya menipu rakyat Papua, namun tidak/belum ada keterangan yang menjelaskan kenapa deklarsai tetap dibubuhi tanggal 1 Juli 1971, padahal justru dibacakan pada 12 Februari 1973.

Ketiga, tidak pernah ada penjelasan kenapa pembacaan deklarasi ditunda atau tertunda sampai sekitar dua tahun kemudian (mestinya 1 Juli 1971, tapi realisasinya pada 12 Februari 1973). Dan seperti diketahui, mungkin akan sulit mendapatkan keterangan pasti mengenai penyebab penundaan tersebut. Sebab Seth Rumkorem sudah wafat 12 Oktober 2010 di Belanda.

Keempat, Rumkorem-Prai tampak berupaya menipu rakyat Papua, dengan mempublikasikan bahwa deklarasi kemerdekaan itu diumumkan pada 1 Juli 1971, padahal realisasi pengumumannya terjadi pada 12 Februari 1973. Tetapi alasan dan tujuannya tidak pernah diketahui, sehingga terkesan sengaja disembunyikan.

——————

Catatan: artikel ini ditulis dengan mengacu pada artikel yang berjudul “Brigjen Seth J. Rumkorem Membelot dari TNI AD dan Proklamirkan Papua Barat”, yang ditulis Constantinopel Ruhukail (tampaknya sebagai nama samaran), dan dimuat di website Suara Papua, 1 Juli 2020. Constantinopel Ruhukail menulis artikelnya antara lain dengan mewawancarai Mr. Rudi Raka, Staf Intelijen Kepresidenan Pemerintahan Rumkorem-Prai 1973. Constantinopel Ruhukail adalah redaktur majalah “FAJAR MERDEKA” dan “PRO-PATRIA” yang diterbitkan Kementerian Penerangan Pemerintahan Revolusi Sementara Republik Papua Barat (PRS-PB), di Markas Victoria – Nagasawa, Ormu Kecil, pada tahun 1982.