Pasific Pos.com
Uncategorized

Massa Pendukung Ancam Keluar Dari NKRI, Jika KPK Nekat Jemput Paksa Gubernur Lukas Enembe

Keluarga besar Lukas Enembe menggelar jumpa pers di halaman kediaman pribadi Lukas Enembe di Koya Tengah, Distrik Muaratami, Kota Jayapura. (Foto : Tiara)

Jayapura – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah menetapkan Gubernur Papua, Lukas Enembe (LE) sebagai tersangka perihal kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 1 milliar. Bahkan, KPK sudah dua kali melakukan pemanggilan terhadap Lukas Enembe, namun selalu mangkir lantaran kondisi kesehatannya yang kurang baik.

Terkait dengan itu, keluarga besar Gubernur Lukas Enembe menggelar konferensi pers di halaman kediaman pribadi Lukas Enembe yang terletak di Koya Tengah, Distrik Muaratami, Kota Jayapura, Jumat 30 September 2022.

Dalam pernyataan sikap Keluarga besar Gubernur Papua Lukas Enembe meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk menghentikan penyidikan dugaan kasus gratifikasi Rp1 Miliar tersebut.

Ronald Dinner Kogoya Kelnea, sebagai salah satu perwakilan keluarga dengan tegas mengatakan jika pihaknya sepakat untuk tidak membiarkan KPK membawa Pak Lukas Enembe keluar dari kediaman pribadinya yang terletak di Koya Tengah, Distrik Muaratami, Kota Jayapura untuk berobat ke Jakarta.

“Apabila KPK tetap nekat lakukan penjemputan secara paksa terhadap Pak Lukas Enembe, maka kami masyarakat Papua sudah sepakat memisahkan diri dari NKRI,” tegas Ronald Kogoya dihadapan ratusan massa dan puluhan awak media di depan kediaman pribadi LE, di Koya Tengah, Distrik Muaratami, Kota Jayapura – Papua, Jumat 30 September 2022.

Tak hanya itu lanjutnya, kami keluarga juga sudah sepakat bahwa Gubernur Lukas Enembe tidak bisa dibawa keluar dari rumah pribadi Koya Tengah, Kota Jayapura untuk berobat ke Jakarta.

“Apalagi Bapak Lukas sampaikan bahwa kriminalisasi dan politisasi ini sudah dilakukan dari tahun 2017 sampai hari ini, negara Indonesia mau bunuh saya (Lukas Enembe, red),” ungkap Ronald Kogoya.

Pada kesempatan itu, Ronald Kogoya yang juga sebagai Anggota DPR Kabupaten Nduga ini membeberkan, sejak tahun 1960, sampai hari ini pemimpin Papua dibunuh secara sistimatis oleh negara.

“Sehingga atas kejadian itu, kami khawatir beliau berobat ke Jakarta karena pasti pulang tinggal jenazah. Untuk itu kami keluarga tolak jika bapak Lukas Enembe dibawa keluar untuk berobat di Jakarta,” tegas Ronald dengan lantang.

Selain itu, pihaknya meminta negara untuk menghargai jasa Gubernur Lukas Enembe selama 20 tahun memimpin Papua dalam NKRI.

Menurut Ketua DPC Partai Demokrat Nduga itu, mestinya negara berikan penghargaan terbaik kepada Lukas Enembe. Tapi yang ada justru malah merusak nama baiknya.

Dikatakan, keluarga mengaku sangat kecewa, sehingga pihak keluarga meminta BPK buktikan WTP 8 kali selama Lukas Enembe menjadi Gubernur Papua.

Sementara itu, Elvis Tabuni sebagai salah satu Dewan Adat Pegunungan Papua, Elvis Tabuni menyampaikan beberapa usulan kepada KPK. Usulan itu diantaranya meminta pihak KPK agar dapat mempertimbangkan kembali untuk menjemput Pak Lukas secara paksa dikarenakan kondisi kesehatannya kurang baik.

“Saya atas nama keluarga Bapak Lukas Enembe dan juga sebagai kepala suku besar di Pegunungan Papua memohon kepada KPK bahwa saat ini Lukas Enembe masih sakit dan kami mohon izin dokter pribadi keluarga tidak dari mana-mana. Jadi tolong hargai itu,” ujar Elvis.

Selain itu, pihaknya juga meminta KPK datang ke Papua jika berkeinginan untuk memeriksa Pak Lukas Enembe.

“KPK kalau mau periksa Lukas Enembe silahkan datang ke Papua, sebab kami keluarga besar tetap tidak mengizinkan Lukas Enembe dibawa keluar Papua,” kata Elvis Tabuni yang juga sebagai Anggota DPR Papua.

Elvis Tabuni pun mengaku heran, sebab 8 kali berturut turut WTP dari Kementerian Keuangan lalu kenapa Gubernur Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka?

“Selama kepemimpinan Lukas Enembe, kita Papua 8 kali raih opini WTP dari BPK RI, tapi kenapa sekarang beliau disebut korupsi, ” cetusnya.

Oleh karena itu, Elvis Tabuni kembali mengingatkan KPK untuk mempertimbangkan kesehatan Gubernur Lukas Enembe sehingga tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan.

Ditambahkannya, Lukas Enembe bukan saja sebagai Gubernur Papua, tapi beliau juga sebagai Kepala Suku dan sebagai tokoh besar Papua, sehingga kami mohon dapat dipertimbangkan kembali proses hukumnya dan jangan lakukan jemput paksa.

“Kami mohon jangan jemput paksa tapi koordinasi baik dengan tim kuasa hukum terkait proses hukum Lukas Enembe. Jika tetap nekat untuk dijemput paksa, maka kami tidak menjamin keamanan di Papua,” tegas Elvis Tabuni. (Tiara)