Pasific Pos.com
Nasional

KSP: KUHP Tidak Bertentangan Dengan Demokrasi

Tenaga Ahli Utama KSP Mufti Makarim.

Jakarta – Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan bahwa bahwa secara politik, pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru sudah melalui proses yang panjang. Produk hukum ini pun merupakan hasil manifestasi dari aspirasi publik yang menyuarakan pentingnya KUHP yang sesuai dengan konteks Indonesia saat ini.

Dengan begitu, proses pembentukan dan penyesuaian pasal-pasal KUHP yang baru selalu mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi dan kemanusiaan.

“Jadi tuduhan bahwa UU ini membahayakan demokrasi dan keselamatan masyarakat tidak tepat. Justru di masa berlakunya UU yang ada sebelum adanya KUHP baru lebih berpotensi bertentangan dengan demokrasi dan keselamatan masyarakat tinggi. Di masa Orde Lama dan Orde Baru, KUHP telah banyak digunakan sebagai alat represi. Karena itu, pengesahan KUHP yang baru merupakan babak baru bagi Indonesia yang menandai lahirnya kodifikasi hukum pidana yang aktual,” ucap Tenaga Ahli Utama KSP Mufti Makarim.

Pasca disahkannya KUHP yang baru pada 6 Desember 2022 yang lalu, memang banyak bermunculan dinamika, baik di dalam maupun di luar negeri, terkait beberapa pasal dalam KUHP.

Namun, Mufti memastikan bahwa pemerintah memiliki penjelasan atas pasal-pasal yang sudah ditetapkan. Isu-isu krusial yang menjadi perhatian publik pun sudah diakomodasi selama pembahasan bersama DPR.

“Ada berbagai elemen masyarakat dan
aspirasi yang telah disampaikan. Tentu proses penetapan berbagai aspirasi tersebut dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan ruang lingkup yang diatur dalam KUHP. Sehingga tidak relevan mengaitkan narasi pasal-pasal KUHP dan akomodasi ruang lingkup pembahasannya dengan isu politik yang konspiratif,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Mufti mengatakan bahwa proses pembentukan KUHP selama ini turut melibatkan kalangan akademisi yang kredibel, baik secara keilmuan maupun independensi.

“Saya rasa unsur akademisi yang dilibatkan pada pembentukan KUHP memiliki kredibilitas yang tidak diragukan. Sehingga ketentuan yang dirumuskan pada KUHP baru mengandung banyak perspektif dari unsur akademisi yang seyogyanya berpegang teguh bagi kepentingan kemanusiaan,” pungkas Mufti.