Pasific Pos.com
Info Papua

Ini Tiga Film Animasi Bernuansa Islami Karya Anak Papua Lolos ke Penilaian Nasional

Penilain film animasi Islami karya anak Papua. (Foto : Istimewa)

Jayapura – Tiga terbaik film animasi bernuansa Islami karya anak Papua dari 6 film melaju ke penilaian nasional.

Tiga film terbaik memperebutkan piala Menteri Agama Republik Indonesia dan apresiasi yaitu , Senandika karya Aura Amani, Milenial Sadar Ibadah karya Muh.Iqbal, dan Milenial Sadar Gaul karya Firda Khairunnissa.

Sementara, tiga film lainnya yang belum lolos ke penilaian nasional yaitu Tragedi Malam Jumat karya Tri Budi Handoko, Yang Halal Insya Alloh Berkah karya Rohendi, dan Anak Bertanya Bapak Menjawab karya Anan Najib Fikri.

Film animasi Islami ini dinilai oleh 5 juri yang berasal dari Jakarta dan Papua. Penilaian berdasarkan pada kesesuaian konten atau isi dengan judul, kekuatan pesan, kreativitas dan teknik visualisasi atau teknik animasi dan audio.

Ahmad Syamsuddin selaku Staf Subdit Dakwah dan HBI yang hadir mewakili penyelenggara yakni Direktorat Penerangan Agama Islam Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Republik Indoensia memastikan agar para juri tidak berkecil hati mengingat ini adalah kompetisi yang pertama untuk kategori animasi, dalam 4 tahun kompetisi film dihelat Direktorat Penerangan Agama Islam.

Syamsuddin mengatakan, kompetisi ini menjadi bagian penting untuk melahirkan karya terbaik di bidang film. Ini adalah upaya Direktorat Penerangn Agama Islam karena banyaknya animo masyarakat terhadap film animasi.

“Untuk menghasilkan karya animasi bisa jadi dibuat berminggu-minggu. Tidak mudah. Maka jika peserta minim jangan kaget. Kita menjaring kualitas bukan kuantitas,” tandasnya.

Menurutnya, kompetisi film ini sudah memasuki tahun ke-4. Sebelumnya fokus pada vlog tentang situs-situs keislaman, lalu film KUA Fest berfokus pada liputan layanan Kantor Urusan Agama.

Lomba seperti ini akan dilakukan terus. Di era digital kita harus hadir di ruang digital. Jika tidak maka konten lain yang akan hadir yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keislaman.

Tema tahun ini “Milenial Aku Sadar”. Ini mencakup makanan halal, pornografi, narkoba dan lain-lain,” bebernya.

Pesan-pesan bermuatan agama, lanjut dia, ketika disampaikan melalui forum dakwah untuk milenial kadang kurang mengena. Melalui film lebih mengena.

“Jika diupload di medsos akan jadi big effect dalam dakwah. Baik secara kultural maupun struktural.”
Kedepan ia berharap kompetisi ini lebih semarak,” ucap Syamsuddin, Selasa (29/6/2021).

“Peserta sedikit, tidak mengapa, karena (untuk kompetisi film animasi) ini langkah awal. Bisa kembali ke video pendek. Hari ini film animasi. Semoga menjadi amal jariyah bagi kita semua,” lanjut dia.

Lomba ini terselenggara di 34 provinsi, masing-masing akan mengirimkan 3 film terbaik ke ajang penjurian tingkat nasional.

Semua film dinilai benar-benar bagus oleh para juri. Ini membawa kesulitan yang menantang para juri untuk memutuskan film terbaik melalui penilaian inter-subyektif antar para juri, dibantu indikator penilaian yang dituangkan dalam batasan-batasan angka untuk mendekati obyektivitas.

Sutan Andrian, juri dari kalangan budayawan, selalu menjadi pemantik yang bersemangat, sekaligus penuh decak kagum pada film-film animasi karya-karya anak-anak Papua itu.

Husnul Yaqin, satu-satunya ahli ilmu agama dari kalangan akademisi, juga hampir selalu menjadi nara sumber yang ditodong pertanyaan-pertanyaan juri lainnya menyangkut aspek fiqih dari pesan-pesan yang dibawa masing-masing film.

Nur Syam yang mewakili unsur content creator dan animator Papua tampak senang dan antusias menyimak setiap sisi teknik animasi sekaligus mengurainya untuk juri yang lain. Kadang Sutan dan Nur Syam asyik mendiskusikan segi teknik animasi setiap film, sekaligus membandingkannya.

Dewi Anggraeni, satu-satunya juri perempuan yang merupakan praktisi dan akdemisi ilmu komunikasi menyampaikan pandangan-pandangannya baik dari aspek kadar pesan, bahkan segmen, target, hingga posisi film.

Musa Narwawan, mewakili unsur Kementerian Agama menjadi juri yang paling tenang menyimak sembari membubuhkan nilai pada tiap lembar dan kategori penilaian film.

Film Tragedi Malam Jumat menjadi satu-satunya film dengan konten lokal. Senandika menjadi unggulan karena teknik animasinya paling detil, artistik, dengan tingkat kesulitan tinggi, selain memiliki pesan yang kuat dan menyentuh. Begitu juga Milenial Sadar Ibadah, pesannya yang sangat kuat dengan teknik animasi yang juga mumpuni membuatnya bersaing ketat dengan Senandika.

Milenial Sadar Gaul yang dibuat dengan teknik animasi dua dimensi juga cukup mencuri perhatian para juri karena pesannya yang bagus, walaupun jauh lebih universal, nyaris tanpa embel-embel Islami. Yang Halal Insyaallah Berkah memiliki banyak kemiripan dalam teknik animasi dengan Milenial Sadar Ibadah.

Sedangkan Anak Bertanya Bapak Menjawab dinilai memiliki pesan yang terlalu padat selain teknik animasinya lebih sederhana dibanding 5 film lainnya, meski begitu mendapat pengakuan karena artistik dan rapi.

Nur Syam berharap karya-karya animasi di Papua bisa hadir di kancah nasional. “Harapan saya semoga kedepannya lomba-lomba seperti ini terus bermunculan di Tanah Papua dan yang paling penting kita yang bergelut di bidang animasi butuh wadah dan support baik dari pemerintah ataupun swasta.”
Potensi film animasi di Tanah Papua dalam pandangannya sangat besar.

“Dan untuk di bidang film kita di Papua sangat rindu hadirnya ajang-ajang kompetisi, pemutaran serta workshop di bidang film,” ucap dia.

Kabid Haji dan Bimas Islam Kanwil Kementerian Agama Provinsi Papua, Musa Narwawan mengatakan, tujuan pelaksanaan kompetisi film ini adalah untuk menyiarkan agama Islam kepada masyarakat, mengembangkan, melestarikan.

“Dan menggali potensi dalam berkreativitas dengan memanfaatkan teknologi, melestarikan seni dan budaya serta menjaga kearifan lokal yang bernuansa Islami, meningkatkan rasa cinta dan bangga bagi generasi muda akan seni budaya Islam, memberikan kesempatan berkreativitas dalam menyiarkan agama Islam pada generasi muda,” ucapnya. (red)