Pasific Pos.com
Headline

DPR Tolikara Nilai Pelantikan 6 Kepala Kampung Dianggap Tidak Sah, Yan Wenda : Ada Kepentingan Politik 2024

Jayapura – Terkait adanya pengaduan dari beberapa kepala kampung di wilayah hukum Kabupaten Tolikara ke DPRD Tolikara tentang adanya pelantikan secara simbolis terhadap 6 kepala kampung yang dilakukan oleh Bupati Tolikara Usman G Wanimbo atau UGW dengan cara tergesa gesa di Kantor Aula Gereja Injili Indonesia (GIDI), pada Jumat, 14 Oktober 2022, sekitar Pukul 12.00 WIT (malam), mendapat sorotan dari masyarakat dan juga para intelektual di wilayah Kabupaten Tolikara.

Padahal diketahui, masa jabatan Bupati dan Wakik Bupati Tolikara berakhir pada Minggu 16 Oktober 2022. Namun hanya dalam hitungan menit kemudian terjadi pelantikan secara dadakan terhadap 6 kepala kampung pada 14 Oktober 2022.

Menanggapi hal itu, Anggota DPR Kabupaten Tolikara, Yan Wenda, SSos mengakui jika pihaknya telah menerima pengaduan tersebut dari masyarakat perihal pelantikan yang dilakukan oleh Bupati Tolikara dengan cara dadakan. Sehingga pihaknya menilai jika pelantikan itu tidak sah karena tidak sesuai dengan tanggal pelantikan bahkan diduga ada kepentingan Politik 2024.

Apalagi, masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Tolikara tinggal menghitung menit akan berakhir, sehingga pelantikan yang dilakukan itu dianggap tidak wajar lantaran saat terjadi pelantikan tidak dihadiri DPR Tolikara sebagai wakil rakyat yang ada di wilayah hukum Tolikara.

Untuk itu, DPR Kabupaten Tolikara akan segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terkait SK Bupati No. 188.4/95/2022 tahun 2022 tentang Pengangkatan dan Pelantikan Kepala Desa/Kepala Kampung masa periode tahun 2022 – 2028, yang dilakukan di Kantor Aula Gereja Injili Indonesia (GIDI) secara simbolis, sebanyak 6 kepala Kampung.

Dimana dari 6 orang kepala kampung ini mewakili 541 desa/kampung dan 4 kelurahan, yang terdiri dari 46 kecamatan atau distrik yang dilakukan di luar jam kerja dan terkesan tergesa gesa pada Jumat, 14 Oktober 2022 pada Pukul 12.00 WIT, disaat sebagian orang mulai istirahat atau terlelap (tidur).

“Bupati dan Wakil Bupati Tolikara ketika pada Minggu 16 Oktober 2022, masa jabatannya berakhir. Namun dalam hitungan menit saja dia melakukan pelantikan. Artinya, waktu yang tersisa tinggal satu hari, namum dalam hitungan menit terjadi pelantikan kepala kampung di seluruh wilayah hukum Tolikara dengan cara tergesa gesa tanpa melibatkan DPR Tolikara. Ada apa ini, apakah karena ada unsur kepentingan politik 2024 nanti?,” tandas Yan Wenda ketika dihubungi Pasific Pos lewat Via Telepon, Kamis 27 Oktober 2022.

“Anehnya lagi dia (Bupati) melakukan pergantian atau pelantikan ini pada malam hari. Kalau tanggal 14 Oktober 2022, itu kenanya di hari Jumat tapi dia secara dadakan melakukan pelantikan pada Pukul 12. 00. Jadi dalam proses berjalannya waktu, pelantikan itu sudah masuk pada Pukul 1.00 WIT, malam. Berarti itu sudah masuk hari Sabtu dan hari Sabtu itu adalah hari libur, bukan hari kerja. Jadi kami DPR menilai, bupati dia melakukan pergantian secara tergesa gesa karena sarat dengan kepentingan politik 2024 dan tidak sesuai dengan mekanisme yang ada dalam negeri ini, “sambungnya.

Untuk itu, Pansus DPR Kabupaten akan memanggil OPD – OPD terkait dalam hal ini dinas BPKM, Kabag Hukum, Asisten I Tolikara Bidang Pemerintahan, Kepala Tata Pemerintaha (Kabag Tapen) dan seluruh mantan kepala kampung/desa untuk dapat menjelaskan atas dasar apa sehingga terjadi pelantikan terhadap 6 kepala kampung secara tergesa gesa bahkan dilakukan diluar jam kerja dan disaat masyarakat Tolikara semua sudah pada istirahat dan terlelap.

Dikatakan, dari penjelasan masyarakat itu, sehingga pansus DPR Tolikara akan memutuskan dalam rapat serta merekomendasikan kepada pihak pihak yang mengambil keputusan/kebijakan.

“Misalnya, apakah proses pelantikan kepala kampung itu sudah sesuai ketentuan dan perundang undangan atau tidak, untuk itu kita akan kroscek kembali,” jelas Yan Wenda.

Yan Wenda yang juga sebagai Ketua Fraksi Demokrat DPR Kabupaten Tolikara ini bahkan mengkritik kebijakan Bupati Usman yang dinilai tidak wajar karena mengambil keputusan secara sepihak dan tidak mengundang DPR Tolikara untuk menghadiri pelantikan tersebut. Padahal DPR Tolikara merupakan wakil rakyat yang selalu menerima aspirasi rakyat tapi tidak dilibatkan.

“Boro boro dilibatkan, undangan pelaksanaan pelantikan 6 kepala kampung itu juga tidak ada masuk ke dalam lembaga kami. Jadi sesuai pengaduan masyarakat, maka dalam rapat, kami DPR telah memutuskan membentuk Pansus Hak Angket. Kan dalam DPR itu juga ada tiga kewenangan yang diberikan oleh undang undang untuk dilakukan sesuai aturan yang ada agar dapat menyelidiki dan mengkritik Pemerintahan jika salah dalam mengambil kebijakan,” terangnya.

Tiga kewenangan itu lanjut Yan Wenda, yang pertama itu adalah Hak Interflasi, kedua Hak Angket. Ini adalah hak DPR, dan yang ketiga itu hak menyatakan pendapat. Ini juga hak DPR yang diberikan kewenangan oleh undang undang kepada Anggota DPR seluruh kabupaten/kota se- Indonesia. Sehingga kita nanti pakai Hak Angket karena Hak Angket ini DPR mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting atau strategis atau berdampak luas pada kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang undangan.

“Sehingga DPR memutuskan kita pakai Hak Angket. Nanti setelah dibentuk hak angket ini, DPR akan memanggil dinas dinas terkait dalam hal ini Dinas BPMK, Dinas Keuangan, Asisten I Tolikara sebagai Bidang Pemerintahan, Kabag Hukum Tolikara, dan Kepala Tata Pemerintahan Kabupaten Tolikara, untuk memberikan penjelasan terkait pelantikan secara simbolis terhadap 6 kepala kampung yang dilakukan oleh mantan Bupati Tolikara itu,”ungkap Yan Wenda.

Untuk itu kata Yan Wenda, pihaknya akan mengecek informasih selanjutnya, apakah pelantikan kepala kampung dalam hitungan menit itu, sudah sesuai dengan ketentuan atau tidak. Kalau memang sudah sesuai ketentuan yang berlaku diatas negeri ini, ya silahkan saja, tidak jadi masalah. Apalagi dia seorang bupati, sehingga hak progratis yang dijamin atau diberikan undang undang kepada beliau saat menjabat bupati.

“Tapi kalau dia (Bupati) melakukan mal administrasi maka Pansus DPR lah yang nanti akan merekomendasikan hasil atau dasar dasar penjelasan kepada pihak pihak terkait atau dinas dinas terkait seperti yang disebut diatas tadi, yang akan merekomendasikan kepada pihak pihak yang mengambil keputusan atau kebijakan dalam hal ini rekomendasinya kita akan serahkan kepada Penjabat Bupati Tolikara, Kabag Hukum, BPMK, Kapolres Tolikara, kemudian Asisten I Pemrov Papua, Biro Hukum Pemprov Papua. Bahkan nanti kami juga akan serahkan ke Kementerian Dalam Negeri, karena ada peraturan surat edaran Permenteri itu dijelaskan dan sudah dikeluarkan. Jadi didalam surat edaran itu menjelaskan yang isinya, Bupati dan Wakil Bupati berakhir jabatan dalam hitungan 6 bulan, itu tdiak boleh melakukan pergantian OPD seluruh pemerintahan yang dipimpinnya,” tekannya.

Selain itu kata legislator Tolikara itu, nanti pihaknya juga akan melihat, jika itu sudah sesuai aturan maka akan merekomendasikan secara profesional. Tapi kalau memang dia melakukan pelanggaran Mal administrasi maka hasil temuan temuan atau klarifikasi itu akan memberikan rekomendasi kepada pihak pihak terkait atau dinas dinas yang di sebutkannya tadi, untuk segera mengambil kebijakan dan keputusan.

“Kami DPR sebagai fungsi pengawasan pemerintahan hanya mendorong itu kepada Pemerintah. Karena pemerintahan itu diatur dalam undang undang maka ketika menjalankan tugas apa pun itu harus sesuai dengan ketentuan, dan mekanisme serta undang undang yang berlaku di seluruh Indonesia. Kita tidak bisa penyalahgunan jabatan atau karena ada kepentingan kepentingan tertentu. Ini yang nanti tugas pokok DPR yang akan membentuk pansus. Setelah itu baru kami akan kroscek. Apakah itu sesuai kesiapan dan sesuai dengan ketentuan atau tidak. Karena peraturan bupati untuk pergantian kepala kampung itu harus diajukan kepada DPR,” paparnya.

Sementara ungkap Yan Wenda, di DPR tidak pernah menyetujui hal itu. Tapi kalau memang dia (bupati) melakukan pelantikan atas dasar peraturan bupati, maka kami juga akan cek dalam peraturan bupati untuk pergantian kepala kampung di seluruh wilayah hukum Tolikara itu nomor berapa.

Menurutnya, dasar dasar ini lah yang pakai untuk mengecek kebenaran dari peraturan itu. Kalau tidak ada maka pelantikan 6 kepala kampung itu dianggap tidak sah karena legalitasnya dimentahkan, lantaran dipicu adanya kepentingan politik 2024.

“Maka kita rekomendasikan untuk mengembalikan kepala kampung yang baru dilantik ini kepada kepala kampung yang lama, sehingga Penjabat bupati segera menyiapkan proses pergantian kepala kampung itu sesuai ketentuan dan perundang undangan yang berlaku,” tandas Yan Wenda.

Apalagi kata Yan, pemilihan kepala kampung itu harus dilakukan lewat pemilihan secara langsung seperti yang tertulis dalam undang undang Nomor 6 tahun 2014, yakni pemilihan kepala kampung dipilih oleh penduduk desa itu sendiri. Maka kami rekomendasikan itu kepada pejabat bupati dan pihak pihak yang mengambil keputusan dan kebijakan ini.

“Nah disini nanti kita akan melihat. Karena apa yang terjadi itu menurut kami terjadi kejanggalan administrasi. Kok pelantikan tanghal 14 Oktober 2022 sedangkan surat keputusan itu dikeluarkan tanggal pada 12 Oktobet 2022. Berarti ini sudah mengarah pada kejanggalan administrasi pemerintahan, maka ini merupakan tugas DPR dan tanggungjawab DPR untuk meluruskan hal ini jika ada yang tidak beres. Karena ini sesuai dengan ketentuan dan undang undang supaya roda pemerintahan daerah itu juga berjalan sesuai dengan undang undang yang berlaku,” tegasnya.

“Jadi orang orang yang punya kepentingan tertentu atau melakukan kekuasaan kewenangan maka, tugas DPR lah yang harus meluruskan dan membenahi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundan undangan yang berlaku. Karena kami DPR menilai ini terjadi mal adminisitrasi atau penyalahgunaan kewenangan. Karena didalam surat edaran pelantikan tertulis tanggal 12 Oktober 2022, tapi kok pelantikannya dilakukan tanggal 14 Oktober 2022. Itu dalam rekaman bupati UGW itu jelas sekali,” sambungya.

Yan Wenda menambahkan, disinilah kejanggalan yang kami lihat, apalagi tidak memberikan undangan pemberitahuan pelantikan kepada DPR, itu tidak ada sama sekali termasuk OPD dan dinas dinas terkait. Pelantikan ini tertutup yang dilakukan diatas jam 10 malam yang otomatis proses pelantikannya jam 01. 00, dimana sebagian masyarakat sudah istirahat dan tidur pulas.

“Jadi DPR Tolikara bukan tidak hadir, karena memang DPR Tolikara tidak di undangan. Sehingga kami menilai pelantikan itu dilakukan secara sembunyi sembunyi karena dilakukan pada saat tengah malam. Kemudian besoknya masa jabatannya sebagai bupati dan wakil bupati berakhir. Kalau sudah begini orang mau mengadu kemana. Makanya masyarakat dan beberapa kepala kampung datang mengadu ke kami DPR, sehingga kami memutuskan membentuk pansus. Pertanyaannya, ada apa dia lakukan pelantikan disaat injury time dan terkesan tergesa gesa terhadap 6 kepala kampung, padahal jelas jelas tinggal sehari lagi masa jabatannya berakhir dan itupun dilakukan pada tengah malam. Ada apa ini? Tapi kami menyimpulkan bahwa ini semua karena kepentingan politik 2024, sehingga rakyat dimanfaatkan demi kepentingan politiknya,” ketus Yan Wenda (Tiara).