BI Papua Ingatkan Kewaspadaan, Optimis Ekonomi Daerah Tetap Tangguh
Jayapura,- Bank Indonesia (BI) Papua menegaskan pentingnya kewaspadaan di tengah dinamika global yang semakin kompleks. Meski menghadapi ketidakpastian yang diperkirakan berlangsung hingga tahun 2027, BI Papua tetap menyampaikan optimisme bahwa perekonomian daerah mampu bertahan dan terus menunjukkan arah pemulihan.
Kepala BI Papua, Faturachman, dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Kantor BI Papua, Rabu (3/12), menjelaskan bahwa ekonomi global masih dibayangi proteksionisme, ketegangan geopolitik, dan kerentanan sistem keuangan dunia. Kondisi tersebut menuntut kewaspadaan tinggi dari seluruh pemangku kebijakan.
Kendati begitu, BI tetap yakin perekonomian Indonesia pada 2026–2027 akan tumbuh lebih kuat, ditopang sinergi kebijakan dan fundamental domestik yang solid. Bahkan, Papua disebut memiliki posisi strategis, mengingat wilayah kerja BI Papua mencakup empat provinsi yang berperan penting bagi kawasan Sulampua (Sulawesi, Maluku, Papua) maupun nasional.
“Papua saat ini berada di peringkat ketiga kontribusi PBRB di Sulampua dan peringkat ke-15 nasional. Posisi ini menempatkan Papua sebagai wilayah strategis dalam mendorong tercapainya target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen,” tegasnya.
Namun demikian, Faturachman mengakui Papua masih menghadapi tantangan, terutama terkait pemulihan sektor pertambangan yang belum kembali normal. BI memproyeksikan ekonomi Papua pada 2026 tumbuh di kisaran minus 0,2 hingga minus 0,6 persen, lebih baik dibanding kontraksi pada triwulan III 2025. “Meski masih negatif, tren pemulihan mulai terlihat,” ujarnya.
Untuk memperkuat fondasi ekonomi Papua, BI menilai transformasi sektor riil mutlak diperlukan. Hal ini mencakup kebijakan industrial, peningkatan investasi, penguatan kualitas tenaga kerja, hingga peningkatan produktivitas. Diversifikasi ekonomi juga menjadi keharusan mengingat ketergantungan daerah yang masih tinggi pada sektor tambang.
Dari sisi keuangan, kinerja kredit Papua terus menunjukkan penguatan. Per Oktober 2025, pertumbuhan kredit mencapai 10,3 persen dengan tingkat kredit bermasalah (NPL) tetap terkendali. Sementara itu, inflasi Papua hingga November 2025 berada dalam rentang sasaran nasional 2,5 persen ± 1 persen, dan diperkirakan tetap stabil pada 2026.
Faturachman menekankan bahwa pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan serta penguatan ekonomi kerakyatan menjadi kunci bagi pertumbuhan Papua ke depan. “Dengan sinergi bersama, Papua dapat mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi dan berdaya tahan,” tutupnya.
