DPRD Waropen Tekankan Kepastian Hukum Tambang, Tiga Perusahaan Diminta Segera Lengkapi Izin
Jayapura — DPRD Kabupaten Waropen menempatkan persoalan legalitas pertambangan sebagai prioritas utama menyusul temuan adanya tiga perusahaan yang beroperasi di kawasan Ular Merah, Wapoga, tanpa kelengkapan izin pemerintah.
Penegasan ini disampaikan sebagai upaya menata kembali pengelolaan sumber daya alam agar tidak menimbulkan persoalan hukum maupun kerugian bagi daerah.
Ketua Komisi C DPRD Waropen, Abraham Obi, mengatakan bahwa persetujuan masyarakat adat memang menjadi pintu masuk perusahaan, namun tidak bisa dianggap sebagai dasar hukum yang sah untuk menjalankan operasi tambang.
Ia menilai, ketiadaan izin pemerintah berpotensi menimbulkan masalah mulai dari kerusakan lingkungan, hilangnya potensi pendapatan asli daerah (PAD), hingga kerentanan hubungan antara masyarakat adat dan perusahaan.
“Pansus Tapal Batas dan Tambang sudah dibentuk. Setelah anggaran disahkan, kami akan turun langsung memeriksa semua dokumen perusahaan. Tugas kami memastikan seluruh aktivitas berjalan sesuai aturan,” kata Abraham, Sabtu (6/12/2025).
DPRD pun mengarahkan perhatian khusus kepada tiga perusahaan yakni PT Morin, PT Wifo Sinergi Sukses Bersama dan PT Forestek.
Disebutkan, PT Morin belum mengantongi izin pemerintah sama sekali sementara PT Wifo Sinergi Sukses Bersama masih dalam proses pengurusan izin. Sedangkan PT Forestek izin operasionalnya perlu diperbarui.
Abraham menambahkan, sebagian perusahaan masih mengandalkan izin pertambangan rakyat, namun secara hukum izin tersebut tidak dapat menjadi dasar operasional jangka panjang.
“Kami ingin semua perusahaan mengurus izin resmi. Dengan begitu, kontribusi PAD bagi daerah dapat dihitung dengan jelas,” ujarnya.
Meski menyoroti perizinan, DPRD juga mengakui adanya kontribusi positif dari beberapa perusahaan. PT Wifo, misalnya, telah membangun jalan dan jembatan, sementara PT Forestek memberikan kompensasi rutin kepada masyarakat adat. Namun, PT Morin disebut belum menunjukkan kontribusi yang sebanding.
“Ini menjadi catatan kami dalam evaluasi nanti,” ujar Abraham.
Abraham menegaskan bahwa DPRD tidak menolak aktivitas pertambangan. Yang diperlukan adalah kepastian hukum, keterbukaan kontribusi, dan jaminan bahwa masyarakat adat tidak dirugikan.
“Kami ingin perusahaan aman, pemerintah daerah aman, dan masyarakat juga mendapat manfaat. Jangan sampai masyarakat menganggap DPR diam saja,” katanya.
Dalam pertemuan dengan Suku Wairate, Demisa, dan Burare, DPRD menerima laporan bahwa masyarakat adat memberikan izin kepada perusahaan karena aktivitas tambang memberi penghasilan bagi mereka.
“Masyarakat minta perusahaan tetap berjalan karena dari situ mereka mendapat makan. Ini nilai positif yang harus diperhatikan,” tutup Abraham.

