Anton Raharusun : Tuntutan Emosional Yang Tidak Rasional
Share0Jayapura – Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan tuntutan yang emosional dan tidak rasional terhadap klien kami yang diduga terlibat dalam kasus korupsi pembangunan stadion Areomodeling. Demikian dikatakan Penasehat Hukum terdakwa, Anton Raharusun, SH kepada wartawan, Rabu (26/10/2025) malam usai persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura.
JPU dalam amar tuntutannya menyatakan kelima terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Menurut penuntut umum berdasarkan hasil pemeriksaan fisik lapangan, ditemukan adanya dugaan kekurangan volume pekerjaan, dimana pekerjaan timbunan pilihan seharusnya 222.477,59 m³, namun realisasi hanya sekitar 104.470,60 m³. Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp31.302.287.038,04.
Empat terdakwa yakni Ade Jalaludin selaku Tenaga Ahli Pembantu Perencanaan, Dominggus RH Mayaut, mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mimika, Ruli Koestaman selaku Direktur Utama PT. Mulya Cipta Perkasa yang bertindak sebagai Konsultan pengawas pembangunan dan Suyani selaku Pejabat Pembuat Komitmen Dinas PUPR, dituntut 15 tahun penjara potong masa tahanan dengan perintah untuk tetap ditahan denda Rp. 500 juta subsidair 6 bulan penjara.
Dimana hal yang memberatkan keempat terdakwa ini dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringankan selama persidangan keempatnya berlaku sopan.
Sedangkan untuk terdakwa Direktur Utama PT. Karya Mandiri Permai, Paulus Johanis Kurnala alias Chang selaku penyedia jasa, setahun lebih tinggi dari empat terdakwa yakni 16 tahun penjara dengan wajib membayar denda sebesar Rp. 31,3 milyar subsidair 8 tahun penjara.
usai mendengar tuntutan JPU, Anton Raharusun menyatakan bahwa dirinya berkeyakinan kliennya akan bebas.
Dikatakannya, perbuatan kelima terdakwa tidaklah mungkin sama. Mulai dari pengguna anggaran kepala dinas, PPK, Pengusaha maupun dengan terdakwa yang lain dalam kapasitas perbuatan yang berbeda – beda. Sehingga penerapan hukumnya tentu tidak sama.
“Pasal 2 ayat 1 itu adalah perbuatan melawan hukum. Pasal 3 itu terkait dengan penyalahgunaan wewenang. Pertanyaannya apakah seorang penyelenggara negara yang jelas statusnya sebagai kepala dinas. Apakah dia bukan penyelenggara negara. Sehingga diterapkan Pasal 2 ayat 1. Ini yang konsekuensinya sangat berat,” ujarnya.
Menurutnya sesuai dengan fakta persidangan, tidak ada satu alat bukti pun yang bisa menjadi dasar untuk kliennya bersama empat terdakwa lainnya dituntut selama 15 tahun. Pasalnya fakta persidangan, dari keterangan ahli dari JPU, yang kemudian menetapkan kerugian keuangan negara. Dianggap asal perhitungan pribadi dari para ahli itu sendiri. Apalagi saksi ahli yang diajukan jaksa tidak mempunyai kapasitas dan bukan mendapatkan tugas resmi dari lembaga yang berwenang dalam hal ini BPK RI.
Sehingga kalau sekarang itu ahli itu jadikan dasar sebagai pembuktian unsur tindak pidana Pasal 2. Maka menurutnya hal ini sangat fatal.
“Kami ketawa saja dengan penerapan Pasal 2 untuk semua terdakwa. Bagaimana seorang ASN selaku penyelenggara ditetapkan berdasarkan Pasal 2 perbuatan melawan hukum, yang semestinya diterapkan adalah Pasal 3. Karena dia sebagai penyelenggara negara,” tegasnya.

