Headline

Kuasa Hukum Nilai JPU Kejati Papua Tidak Hormati Pengadilan

Jayapura – Pengacara Herman Koedoeboen selaku Ketua Tim Kuasa Hukum terdakwa Paulus Johanis Kurnala (Chang)dalam kasus pembangunan Venue Aeromodeling di Kabupaten Mimika tahun anggaran 2021 menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Papua melakukan perbuatan tidak menghormati pengadilan atau ‘contempt of court’ lantaran sudah lima kali menunda persidangan kasus itu di Pengadilan Tipikor pada PN Kelas I A Jayapura.

Dihubungi awak media, Sabtu, Herman mengaku sangat kecewa dengan ulah JPU Kejati Papua yang menunda-nunda terus persidangan lanjutan perkara yang menimpa kliennya. Penundaan persidangan perkara tersebut bahkan sudah terjadi lima kali.

Persidangan perkara tersebut sedianya digelar pada Kamis (20/11/2025) dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU Kejati Papua.

Setelah menunggu berjam-jam di PN Tipikor Kelas I A Jayapura, sekitar pukul 17.00 WIT, majelis hakim menyatakan sidang lanjutan perkara tersebut ditunda hingga pekan depan.

“Saya tidak tahu persis apa alasan penundaan karena saya tidak hadir saat itu, tapi menurut informasi yang saya terima penundaan sidang terjadi karena adanya mutasi pada pimpinan kejaksaan di daerah. Padahal mutasi itu sendiri tidak mempengaruhi sistem peradilan yang sementara berlangsung,” ujar Herman.

Menurut dia, ulah JPU Kejati Papua yang terkesan mempermainkan hukum tersebut sebetulnya sudah potensial melanggar azas hukum tentang peradilan yang cepat, sederhana dan biaya murah.

“Ini yang perlu mendapat perhatian dari institusi kejaksaan di dalam penerapan hukum. Kita inginkan sebuah lembaga penegakan hukum yang betul-betul performance terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.

Lebih lanjut Herman menyebut sikap JPU Kejati Papua yang selalu menunda-nunda persidangan perkara pembangunan Venue Aeromodeling di Kabupaten Mimika merupakan tindakan yang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan tidak menghormati pengadilan atau ‘contempt of court’.

“Ya, sudah bisa dapat disebut sebagai contempt of court. Tidak wajar penundaan sidang sampai lima kali. Setiap penjadwalan sidang yang ditetapkan oleh majelis hakim itu kan tidak terdapat keberatan-keberatan dari para pihak terkait. Sehingga secara etika dan moral penegakan hukum yah harus dihormati,” tuturnya.

Jika para pihak terkait tidak mengajukan keberatan alias menerima penjadwalan yang ditetapkan oleh pengadilan, namun dalam pelaksanaan tidak menaati jadwal yang ditetapkan tersebut maka hal itu merupakan suatu pengabaian terhadap etika dalam melaksanakan sebuah peradilan.

Di sisi lain, katanya, penundaan terus-menerus persidangan perkara tersebut justru sangat merugikan kepentingan para terdakwa yang hingga saat ini masih ditahan di Rutan Abepura Jayapura.

“Tentu saja klien kami sangat dirugikan untuk mendapat kepastian hukum. KUHAP telah memberikan jaminan tentang azas peradilan yang cepat, murah dan sederhana. Itu dimaksudkan agar terdakwa segera memperoleh kepastian hukum terhadap seluruh persoalan yang dihadapkan kepadanya,” beber Herman.

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sendiri, katanya, tidak memberikan batasan toleransi berapa kali suatu persidangan perkara dapat ditunda.

“Tidak ada suatu batasan di KUHAP, juga tidak ada kewenangan hakim untuk memberikan suatu batasan oleh UU untuk melakukan penundaan sidang hanya berapa kali. Logika sederhananya bahwa azas peradilan yang cepat, murah dan sederhana yang diatur oleh KUHAP itu tidak inheren atau sejalan dengan realita terjadinya penundaan sidang perkara ini sampai lima kali,” kata Herman.

Pihak JPU Kejati Papua mendakwa Paulus Johanis Kurnala bersama mantan Kepala Dinas PUPR Mimika Robert Dominggus Mayaut dan kawan-kawan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

JPU menyebut adanya dugaan kekurangan volume pekerjaan, yang seharusnya 222.477,59 m³, namun realisasinya hanya sekitar 104.470,60 m³ sehingga diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp31.302.287.038,04 atau Rp31,3 miliar.

Herman Koedoeboen menegaskan selama persidangan berlangsung tidak terlihat ada satu alat buktipun yang diajukan oleh JPU Kejati Papua memiliki relevansi dan subsatansi kuat terhadap apa yang didakwakan.

Related posts

Pemprov Papua Teken NPHD PSU Senilai Rp 165 Miliar Lebih

Bams

Pasangan Mari-Yo Tutup Debat Perdana Pilkada Gubernur Papua Dengan Kata Siap Tepati Janji

Jems

Freeport Indonesia Dukung Pendidikan Papua, Serahkan Bantuan untuk YPK GKI

Bams

Buktikan Janjinya Kepada Masyarakat, MARI-YO Keruk Saluran Drainase Perum Organda

Jems

Hasil Exit Poll PSU Pilkada Papua, Mari – Yo Unggul

Fani

Masyarakat Tembagapura Komitmen Bantu Aparat Jaga Natal dan Pergantian Tahun Tetap Aman

Fani

Leave a Comment