Pasific Pos.com
HeadlineSosial & Politik

Yunus Wonda : Hari Ini Ruang Demokrasi di Papua Dibungkam

Wakil Ketua I DPR Papua, DR.Yunus Wonda, SH.MH.

Jayapura – Wakil Ketua I DPR Papua, DR.Yunus Wonda, SH menyesalkan tindakan aparat keamanan dalam hal ini pasukan gabungan TNI/Polri yang melakukan penghadangan dan pembubaran paksa terhadap ratusan Mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, saat melalukan aksi demo damai Tolak Otsus Jilid II, di dua titik yakni di seputaran Expo Waena dan Perumnas III Waena, Distrik Heram Kota Jayapura, pada Selasa (27/10), siang.

Bahkan, Penasehat Fraksi Partai Demokrat DPR Papua itu mempertanyakan apakah ini yang di
sebut sebagai negara demokrasi . Sebab ia melihat setiap mahasiswa Papua ingin menyampaikan aspirasinya selalu dihalangi atau di hadang oleh aparat keamanan.

“Lalu sampai kapan setiap demokrasi, setiap demo yang di lakukan di Papua oleh adik-adik mahasiswa secara baik, tapi harus dihalang-halangi oleh aparat. Padahal mereka melakukan demonstarsi bukan secara anarkis. Tapi anak-anak mahasiswa Papua itu kok diperlakukan seperti itu. Peristiwa demi peristiwa masih terus terjadi di Papua, ini sangat memprihatinkan,” kata Yunus Wonda kepada Pasific Pos lewat via teleponnya, Selasa (27/10), petang.

Menurut Wonda, seharusnya pihak keamanan dalam hal ini pasukan gabungan TNI/Polri memback up dan mengantar para mahasiswa tersebut ke tempat dimana mereka ingin menyampaikan aspirasinya.

“Ade-ade mahasiswa itu hadir hanya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah, kenapa tidak diback up saja, lalu diantar kembali setelah mereka menyampaikan aspirasi. Coba pola ini yang dipakai, buka pakai pola dengan cara harus menghadang mereka lalu mengeluarkan tembakan serta gas air mata. Inikan cara-cara yang menurut saya sangat tidak terpuji,”tukasnya.

Harusnya lanjut Yunus Wonda, buka ruang karena ada ruang demokrasi supaya semua anak-anak Papua atau siapa pun yang melakukan demonstarsi itu bisa menyalurkan aspirasi mereka.

“Toh sampai hari ini saya tidak melihat ada pengibaran bendera Bintang Kejora atau apa pun itu, tapi adik-adik mahasiswa ini malah diperlakukan seperti itu dengan menggunakan senjata. Mereka itu anak-anak kita sendiri yang harus dibina dan diberi arahan. Sebagai pihak keamanan dan pengayom masyarakat harus menyediakan fasilitas buat mereka untuk menyampaikan aspirasinya, bukan menembak mereka,” cetusnya.

Padahal kata Yunus Wonda, para mahasiswa itu rencananya hanya ingin ke MRP untuk menyerahkan aspirasi mereka. Lalu kenapa kita tidak diantar mereka saja, sehingga kelihatan bahwa demokrasi di Papua itu ada.

“Jadi yang ada hari ini demokrasi di Papua benar-benar di bungkam. Tidak ada ruang sedikit pun untuk orang menyampaikan aspirasi. Ini sebenarnya cara-cara apa yang sudah kita lakukan di Papua,” tekannya.

Untuk itu, selaku pimpinan di lembaga DPR Papua itu, Yunus Wonda meminta kepada pihak aparat TNI/Polri, agar bisa menahan diri dan mengarahkan kepada mereka untuk pergi menyampaikan aspirasinya ke MRP ataupun ke DPRP. Setelah selesai para demonstrans itu di kawal kembali dengan tertib ke tempat masing-masing. Sehingga demokrasi itu kelihatan hidup.

“Karena semua gaung yang terjadi di Papua baik demo atau pun masalah HAM, itu gaungnya langsung ke tingkat Internasional. Hal-hal seperti ini harus kita peka supaya tidak membias dan menjadi isu Internasional,”tandas Yunus Wonda.

Dikatakan, jika hari ini bicara tentang negara demokrasi, lalu apakah ini wujud dari demokrasi? Sementara untuk menyampaikan aspirasi masih saja di halang-halangi dan di bungkam.

“Terlalu naif jika hari ini kita bicara negara demokrasi, sementara kenyataannya tidak seperti itu. Sebab masih ada pembungkaman ketika adik-adik kita ingin menyampaikan aspirasi. Kenapa mereka harus dihambat dan dihalangi. Ini cara-cara yang sanga tidak terpuji. Bahkan kita sudah menontonkan sesuatu yang sangat tidak bagus kepada publik, kepada nasional (negara) dan juga kepada dunia Internasional. Jadi disini kelihatan bahwa benar-benar demokrasi di Papua dibungkam,” tegasnya.

Menurut legislator Papua itu, dalam demonstarsi hari ini, orang mau berbicara Papua merdeka, itu tidak membuat besok pagi Papua akan merdeka.

Oleh karena itu tambahnya, harus ada ruang agar anak-anak ini dapat menyampaikan aspirasi. Jangan kita bungkam mereka, jangan kita menghalang-halangi mereka untuk menyampaikan aspirasi.

“Kalau hal itu terus dilalukan, lalu sampai kapan? Apakah harus ada korban dulu. Jadi kalau mau jujur, sebenarnya demokrasi ini tidak berjalan di Papua. Dan kami sangat menyesal tindakan-tindakan seperti ini, kecuali anak-anak itu melakukan diluar dari kewajaran, nah itu baru pihak aparat keamanan silahkan ambil tindakan tegas,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Gubernur Papua Bentuk Tim Advokasi Hukum Untuk Keadilan, Demokrasi dan HAM

Bams

Mahasiswa Puncak Minta Negara Bertanggung Jawab Atas Penembakan 4 Pelajar dan 1 PNS

Tiara

Natan Pahabol : Ada Maksud Pemerintah Pusat Bangun Papua Dalam Bingkai NKRI

Tiara

Pemerintah Diminta Selesaikan Masalah HAM di Papua, Ketimbang Berikan Izin Pertambangan

Tiara

Kasus Pelanggaran HAM Harus Jadi Agenda Utama Yang Harus Diselesaikan

Tiara

Kasus Penolakan Lima Rumkit Terhadap Alm. Hanafi Retob, Dianggap Sebagai Pelanggaran HAM

Tiara

Pieter Ell Angkat Bicara Soal 7 Tahanan Politik

Ridwan

Komnas HAM Tetapkan Peristiwa Paniai Berdarah Sebagai Kasus Pelanggaran HAM Berat

Fani