Pasific Pos.com
Papua Barat

Yuliana Numberi Sebut Ada Beberapa Tindak Pidana yang Dilakukan BW, Pemerkosa Anak

Manokwari, TP – Salah satu aktivis perempuan dan anak, Yuliana Numberi menyayangkan terjadinya kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak di bawah umur yang menimpa korban BSM (6 tahun).

Pelecehan seksual itu diduga dilakukan BW (40 tahun) di Kompleks BLK Sanggeng, Manokwari, beberapa waktu lalu. Peristiwa itu bermula ketika korban pergi ke salah satu warung di dekat sekolahnya untuk membeli nasi kuning.

Di saat bersamaan, korban bertemu pelaku, kemudian korban diajak dengan iming-iming akan dibelikan mainan. Lanjut Yuliana Numberi, berdasarkan pengakuan korban, untuk memuluskan aksi bejadnya, pelaku sempat mencekik leher korban, menampar pipinya, dan membakar korban dengan rokok di tulang belakang, lalu membuka pakaian korban dan melakukan aksinya.

“Kejadia itu membuat korban mengalami gangguan psikis dan masih trauma. Sudah 3 malam ini, kalau tidur, korban sering terkejut bangun dengan ketakutan sambil memegang tempat tidur lalu menangis. Ini bagian dari kondisi trauma yang dirasakan korban,” ungkap Yuliana Numberi kepada Tabura Pos di Pengadilan Negeri Manokwari, Senin (25/2).

Untuk memulihkan kondisi korban, ia mengatakan, korban harus diberikan pemulihan mental melalui shock therapy secara berkesinambungan dengan biaya yang tidak terkira.

Menurut Yuliana Numberi, dalam kasus ini, ada beberapa tindak pidana yang secara sadar dilakukan pelaku, yakni pemaksaan, penipuan, pemerkosaan, kekerasan fisik dan psikis, serta pelanggaran terhadap hak tumbuh kembang anak.

Oleh sebab itu, ia meminta supaya pelaku diberikan sanksi seberat-beratnya sesuai diatur dalam KUHP dan Undang-undang Perlindungan Anak, bila perlu hukuman seumur hidup. “Apalagi, ada informasi kalau pelaku adalah resedivis dan pernah mencoba melakukan perbuatan yang sama di SD Yo Sudarso, Sanggeng,” ungkap Yuliana Numberi.

Di sisi lain, ia menambahkan, komentar di media sosial (medsos) juga bisa mempengaruhi kondisi psikis korban dan membuat keluarga terpukul. Padahal, kata Yuliana Numberi, semestinya tidak boleh ada diskriminasi yang disebarluaskan di medsos terkait suatu kejadian, apalagi kejadian itu berkaitan dengan hak asasi perempuan dan anak.

Yuliana Numberi pun berharap pihak kepolisian lebih tegas dalam menyikapi penggunaan teknologi yang tidak bersifat membangun atau menyudutkan orang lain, seperti beberapa komentar yang muncul di Facebook terkait kasus ini.

“Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Manokwari atau Provinsi Papua Barat, jangan duduk diam menyikapi persoalan ini, seharusnya memberikan dukungan moral dan materil terhadap keluarga yang menjadi korban,” tukasnya.

Ditanya langkah yang seharusnya dilakukan pihak terkait dalam menyikapi kasus ini, kata Yuliana Numberi, seharusnya lebih aktif turun ke masyarakat untuk memberi sosialisasi tentang upaya-upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Kemudian, memberikan pengawasan secara melekat di wilayah-wilayah yang memiliki peta kerawanan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tutup Yuliana Numberi. [BOM-R1]