Pasific Pos.com
HeadlinePendidikan & Kesehatan

Upaya dan Tantangan BPJS Kesehatan Capai UHC Hingga Menjaga Keberlangsungan Program JKN – KIS

Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, David Bangun saat memaparkan upaya dan tantangan mencapai UHC dalam kegiatan Media Workshop virtual, Jumat (29/10/2021). (Foto : Tangkapan layar)

Jayapura – Di hari kedua Media Workshop yang diselenggarakan BPJS Kesehatan secara virtual diikuti ratusan jurnalis dari seluruh wilayah kerja BPJS Kesehatan di daerah mengangkat tema “Menjaga Keberlangsungan Program JKN – KIS”, Jumat (29/10/2021).

Workshop menghadirkan narasumber Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, David Bangun, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN, Muttaqien, dan Budi Hidayat selaku Pakar Asuransi Kesehatan Universitas Indonesia.

Dalam pemaparannya, Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, David Bangun menjelaskan, tantangan dan upaya BPJS Kesehatan dalam mencapai Universal Health Coverage atau UHC.

David mengatakan, pemerintah telah menargetkan 98 persen penduduk Indonesia dengan kisaran 275 juta jiwa mendapatkan perlindungan sosial atau sekitar 112,9 juta jiwa yang menjadi penerima bantuan iuran atau PBI.

“Kalau kita lihat di Indonesia, RPJMN sudah jelas mengarah ke pencapaian UHC. Artinya, masyarakat miskin dan tidak mampu dalam RPJMN 2024 telah mendapatkan perlindungan sosial,” kata David.

Namun melihat kondisi saat ini, tantangan masih berat kedepan untuk mencapai angka tersebut lantaran beberapa kendala dari semua segmen yakni PBPU, PU Swasta, PPU PN, PBI dan segmen PD Pemda.

“Tantangan terbesar dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah atau PBPU (mandiri) adalah kemampuan membayar (Ability to pay dan Willingness to pay). Jadi mereka adalah masyarakat yang tidak memenuhi syarat sebagai masyarakat miskin atau tidak mampu, tetapi kita perhatikan sektor informal ini belum ada angka iuran kelas tiga di sistem JKN BPJS Kesehatan, mungkin mereka memiliki asuransi kelas menengah ke atas sehingga enggan untuk mendaftar,” jelasnya.

Tantangan lainnya, kata David, di segmen Pekerja Penerima Upah atau PPU Swasta. Sejak adanya pandemi Covid-19, pemutusan hubungan kerja atau PHK meningkat. Secara total 70 juta peserta BPJS Kesehatan tidak bekerja lagi.

“Selain itu, di segmen tersebut, banyak pekerja dari badan usaha kecil dan mikro dengan upah dibawah UMK atau UMP, akibatnya kemampuan membayar iuran masih terbatas, baik itu pekerja maupun pemberi kerja,” kata David.

“Sementara, segmen Pekerja Penerima Upah Pegawai Negeri atau PPU PN dan PBI dan segmen PD Pemda, kami menilai sudah sangat baik saat ini mendukung program JKN, tetapi kami melihat ada peluang bahwa segmen dari Pemda yang saat ini berjumlah 37 juta jiwa yang didaftarkan, bisa didorong untuk mensupport segmen mandiri maupun swasta mikro, bagaimana kita mensinergikan untuk menolong segmen tersebut sebagian dari iuran,” sambung David.

David mengatakan, lima fokus utama BPJS Kesehatan tahun 2021, yakni pertama peningkatan mutu layanan, kedua, olekting iuran, ketiga, strategic purchasing, keempat peningkatan kapabilitas badan, dan kelima kontribusi dalam penanganan Covid-19.

Sementara itu, Pakar Asuransi Kesehatan Universitas Indonesia, Budi Hidayat menyebut, program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat atau JKN – KIS menjadi primadona saat ini atau the beauty of JKN -KIS to date yang dapat diadopsi oleh negara lain di dunia.

“Begitu kita masuk ke ranah single payer, Indonesia tercatat mejadi negara terbesar dari sisi populasi untuk menjamin pesertanya dalam sebuah program asuransi sosial. Inisiatif ini ditiru oleh negara India dan China, dan saat ini kedua negara tersebut sedang menuju ke arah tersebut,” ucap Budi.

JKN, kata Budi, menjadi lab asuransi kesehatan sosial terbesar di dunia. Kebijakan dan pelaksanaan JKN maju pesat yakni dari sisi manfaat yang sifatnya komprehensif dan sama bagi semua, sejumlah elemen strategic-purchasing membaik dan dampak nyata pada perbaikan dalam berbagai hal.
“Dampak nyata dalam berbagai hal yakni, akses penduduk terhadap layanan kesehatan dan status kesehatan membaik, ekuitas dalam akses dan status kesehatan semakin nyata, pemenuhan fungsi financial protections dan pencegahan miskin akibat sakit serta ada korelasi JKN dengan pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Anggota DJSN, Muttaqien mengungkapkan bahwa kepesertaan JKN mengalami pertumbuhan diseluruh provinsi. JKN semakin mendekat dan menjangkau seluruh penduduk Indonesia.

Iuran per kapita mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dalam lima tahun terakhir. Rerata besaran satuan klaim stabil, dipengaruhi penetapan tarif CBG oleh Kementerian Kesehatan tetap dalam lima tahun.

Angka pertumbuhan akses dan konsumsi, kata Muttaqien, terjadi pada semua provinsi termasuk wilayah tengah dan timur Indonesia, meskipun masih terdapat disparitas antar wilayah.

Dominasi penyakit tidak menular terutama penyakit kronis dan berbiaya mahal (katastropik lebih dari 20 persen total biaya klaim), perlu intervensi pola hidup sehat pada masyarakat.

Diperlukan optimalisasi pemanfaatan fasilitas kesehatan tingkat pertama, untuk mengendalikan biaya dan menguatkan loyalitas peserta terhadap JKN.

“Kita harapkan program JKN terus berlanjut dan bisa memberikan manfaat bagi seluruh peserta,” kata Muttaqien. (Zul)