Bintuni, TP – Kepala Bidang Pemerintahan Kampung, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Kabupaten Teluk Bintuni, Agus Wiratno, mengatakan, ada 77 kampung di Teluk Bintuni, yang masuk dalam kategori sangat tertinggal.
Dikatakannya, letak geografis dan sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah yang menyebabkan kampung-kampung tersebut, lambat berkembang.
Dirinya berharap melalui dana desa yang akan dikucurkan tahun ini sekitar Rp.112 miliar, dapat meningkatkan status kampung tertinggal di Kabupaten Teluk Bintuni dimaksud.
“Adapun tujuan pemerintah pusat menggelontorkan dana desa ke daerah untuk menaikkan status kampung-kampung dalam 3 kriteria yaitu dari kampung tertinggal yaitu kampung-kampung yang masih sangat membutuhkan pembangunan infrastruktur yang cukup banyak diupayakan naik menjadi kampung berkembang yaitu kampung lebih fokus pada pengembangan ekonomi masyarakat. Kemudian ada yang naik menjadi kampung mandiri yaitu kampung yang dikategorikan sebagai kampung yang sudah maju yang fokus pembangunannya adalah pada kemandirian masyarakatnya,” jelasnya kepada Tabura Pos di kantornya, belum lama ini.
Ia menerangkan, tahun 2019, pihaknya mempunyai target, ada satu kampung dari 115 kampung muncul sebagai kampung mandiri dan beberapa kampung berkembang.
“Saat ini di Bintuni masih ada 77 kampung yang tergolong dalam kriteria kampung sangat tertinggal itu separuhnya bisa naik statusnya maka itu sudah sangat bagus dan sangat kita syukuri,” ungkapnya.
Dikatakannya, untuk mencapai target menjadi kampung yang berkembang dan mandiri, maka masyarakat yang ada di kampung harus mandiri.
Sebab, kampung di kabupaten ini, sebagian besar masih berharap pada bantuan pemerintah untuk menghidupi kehidupannya, sehingga sangat lambat untuk berkembang dan dampaknya adalah ekonomi produktif tidak bisa berjalan dan masyarakat yang ada di kampung tersebut sulit untuk mandiri untuk membuat rumah-rumah yang bagus-bagus dan permanen.
Ia menjelaskan, kampung mandiri yaitu masyarakatnya sudah bisa hidup sendiri sedangkan kampung sangat tertinggal hanya berharap dari dana desa dan berbagai bantuan baru bisa berkembang.
Menurutnya, solusi agar kampung-kampung tersebut bisa berkembang dan maju, maka harus menggunakan dana desa untuk program prioritas sesuai dengan apa yang diatur oleh Kementerian.
“Tentunya ada program prioritas di kampung tersebut tetapi kita harus melihat yang mana program yang sangat prioritas dalam ekonomi sehingga kampung-kampung yang ada di sini bisa berkembang dan maju,” katanya.
Lanjut dia, agar kampung-kampung dapat melaksanakan program prioritas, maka pihaknya akan mengawasinya dengan melihat anggaran belanja kampung (ABK) harus sesuai dengan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang penggunaan dana desa, yaitu ekonomi kampung diperbesar dibanding pembangunan fisik, sebab bila hanya jalan dan bangunan yang dibangun, tidak bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.
Ia menjelaskan, di kampung ada badan usaha milik desa (Bumdes) dengan melihat potensi yang ada di kampung, misalnya masyarakat kampung bisa membuat es batu, pengumpul ikan dan udang yang hasilnya bisa langsung dilempar ke Bumdes, sehingga masyarakat tidak perlu turun ke kota membawa hasil tersebut.
Ia mengutarakan, di Kabupaten Teluk Bintuni, baru ada beberapa kampung yang masuk dalam kriteria kampung berkembang seperti kampung Argosigemerai SP-5, kampung Banjar Ausoy SP-4, kampung Waraitama SP-1, kampung Saengga serta kampung Tanah Merah.
Pihaknya berharap agar kampung-kampung tersebut, nantinya bisa menjadi kampung yang mandiri, sebab ketika sudah menjadi kampung mandiri, maka personilnya juga akan bertambah menjadi yaitu 3 Kaur dan 3 seksi dan untuk pelayanan publik masyarakat sudah tidak perlu turun ke kabupaten lagi, sebab di kampung mandiri sudah ada internet.
“Contohnya masyarakat mau bayar pajak dan lainnya itu bisa dilakukan di kantor kampung,” jelasnya.
Sementara itu, untuk kampung yang sudah berkembang, pembangunannya sudah terarah pada pembangunan ekonomi masyarakat bukan lagi infrastruktur agar daya saing masyarakat di kampung tersebut bisa lebih cepat.
Oleh sebab itu, lanjut dia, penggunaan dana desa diutamakan untuk peningkatan SDM dan kemandirian masyarakat kampung.
“Selain dana desa, ada juga ada alokasi dana desa dari APBD untuk membeckup kampung dan itu juga sudah cukup. Untuk membuat kampung mandiri tergantung pola pikir masyarakat dan kepala kampung sebab mereka sendiri yang bisa merubah kampungnya menjadi kampung yang mandiri atau maju. Sedangkan kami dari Dinas PMK hanya bisa mendorong. Kami berharap dengan adanya kenaikan 7 miliar dana desa di 2019 ini bisa membuat roda perekonomian di kampung bisa berjalan,” terang Agus.
Agus menambahkan, pencairan dana desa tahap III tahun 2018 semuanya sudah dilakukan, di mana dana tersebut sudah masuk ke rekening kas (RK) kampung, namun bagi kampung yang belum melaporkan penggunaan dana kampung tahap III tahun 2018, belum bisa dicairkan tahap I tahun 2019 ini.
Ia mengungkapkan, sampai saat ini, pihaknya masih menunggu laporan dari 16 kampung yang LPJnya belum lengkap. Setelah selesai, baru dicairkan, karena pihaknya tidak mau menanggung resiko.
Dirinya berharap, para kepala kampung dan aparatnya, benar-benar membangun dengan hati nurani sesuai dengan apa yang tertera dalam anggaran belanja kampung (ABK).
“Maka saya yakin kampung pasti bisa melakukan itu. Tetapi kalau keluar dari anggaran belanja kampung itu jelas tidak bisa. kepala kampung sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) harus belanja sesuai dengan RAB, tetapi kadang mereka belanja itu tidak sesuai RAB tetapi sesuai dengan kebutuhan mereka sendiri. Sehingga inilah menyebabkan kepala kampung biasanya terhambat dalam membuat pelaporan. Saya berharap tolong kepala kampung membuat ABK sesuai dengan keinginan masyarakat jangan atas keinginan sendiri,” tandas Agus. [ABI-R4]