Manokwari, TP – Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua Barat, Frida T. Klasin, menyarankan agar pemerintah kabupaten dan kota di Papua Barat, terutama penghasil minyak dan gas (Migas) melakukan pemetaan Wilayah Adat dan membentuk peraturan daerah tentang Masyarakat Adat.
Dikatakannya, pemetaan Wilayah Adat dan Masyarakat Adat disuatu daerah sangat dibutuhkan, terlebih saat Dana Bagi Hasil (DBH) Migas mulai dikucurkan nanti.
Dirinya menjelaskan, DPR Papua Barat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat pada awal 2019, telah menetapkan tujuh peraturan daerah khusus (Perdasus), salah satu diantaranya adalah Perdasus tentang DBH Migas.
Lanjut Frida, Perdasus tersebut nantinya akan digunakan sebagai dasar hukum untuk pembagian DBH Migas ke kabupaten – kota, baik kabupaten – kota penghasil maupun terdampak.
Akan tetapi lebih lanjut dijelaskannya, untuk pembagian DBH Migas di tingkat kabupaten – kota, dibutuhkan sebuah dasar hukum yang menyatakan siapa Masyarakat Adat dan batasan Wilayah Adat yang nantinya berhak mendapatkan dan merasakan DBH Migas, entah dalam bentuk program maupun uang.
Lanjutnya, kenapa harus ada dasar hukum yang menyatakan seseorang atau kelompok adalah Masyarakat Adat, sebab ada diketahui Masyarakat Adat, Masyarakat Papua, dan Orang Papua.
Oleh sebab itu, dirinya menyarankan agar pemerintah kabupaten – kota membuat perda tentang Masyarakat Adat dan pemetaan Wilayah Adat, sehingga dalam penyaluran DBH Migas semua sudah jelas.
“Harus ada perdasus di atas yang kami sebut perdasus payung yang menyatakan siapa masyarakat adat dan luas batasan wilayahnya, sehingga saat pembagian dana bagi hasil Migas, benar-benar dirasakan masyarakat yang seharusnya,” kata Frida dalam sebuah kesempatan di Swis Belhotel Manokwari, belum lama ini.
Di samping manfaatnya sebagai dasar hukum untuk pembagian DBH Migas, dirinya mengatakan, perda tentang Masyarakat Adat sekaligus sebagai alat pembuktian dan penegasan bahwa Masyarakat Adat itu benar-benar ada.
Dia menambahkan, adanya dasar hukum tentang Masyarakat Adat dan Wilayah Adat juga akan berpengaruh dan berdampak terhadap Perdasus Pembangunan Provinsi Papua Barat Bekelanjutan atau Perdasus Provinsi Konservasi, yang mana Masyarakat Adat lah yang akan merasakan manfaatnya.
“Kalau di Bintuni ada Masyarakat Adat Tujuh Suku siapa saja suku-suku yang ada di sana dan sampai mana batas wilayah adatnya,” jelasnya.
Anggota DPR Papua Barat dari jalur Otsus ini menambahkan, dalam menentukan siapa atau kelompok mana yang akan dinyatakan sebagai Masyarakat Adat dan Wilayah Adatnya, pemerintah kabupaten – kota, bisa bekerja sama dengan akademisi, sehingga biar akademisi yang melakukan penilitian tentang hal-hal tersebut.
“Kalau masyarakat sudah tidak memiliki wilayah adat, perlu dipertanyakan, karena di Papua masalah yang paling erat adalah masyarakat dan wilayah, sebab bila areal wilayah adat sudah menjadi consensi minyak dan gas kemudian dipindahkan ke tampat lain, ada hal yang hilang dari masyarakat adat,” tandas dia.
Dirinya menambahkan, payung hukum tentang Masyarakat Adat dan Wilayah Adat harus ada baik dalam bentuk perda maupun perbup, sebab bila hal itu tidak ada, maka bukan tidak mungkin akan timbul konflik. [SDR-R4]