JAYAPURA,- Sekretaris Daerah (Sekda) Papua Hery Dosinaen angkat bicara soal polemik penyidik KPK yang mengaku dianiaya saat terpergok pejabat Papua di Hotel Borobudur Jakarta, 3 Februari 2019 lalu.
Sekda menyebut, media massa merupakan pihak yang paling bertanggung jawab memelintir alur cerita yang sebenarnya.
Sehingga dari berbagai pemberitaan itu, muncul opini yang menempatkan serta menyudutkan Pemprov Papua, seolah-olah menjadi pihak yang paling bersalah melakukan penganiayaan terhadap tim KPK.
“Saya mau cerita jujur apa adanya bahwa di media ini sangat dipelintirkan alur ceritanya. Sebenarnya kita justru mengira yang bersangkutan itu adalah anggota KPK gadungan. Karena ditanya surat tugas tidak ada. Kalau awalnya dia bilang anggota KPK kan tinggal ikut saja rapat dan mendengar pembicaraan kami. Kenapa mengintai seperti ini? Jadi kalau media ini bilang kami tangkap lalu begini dan begitu, itu semua orang (KPK) menjaga institusinya dengan berbagai macam informasi lewat media. Sebab kalau ditanya Kenapa kami tidak memberi pernyatan, karena kami tidak tahu apakah itu KPK asli atau palsu? Lalu kenapa kami bawa ke Polda supaya bisa membuktikan apakah dia tim KPK asli atau tidak,” tegasnya kepada segenap pegawai negeri sipil yang hadir dalam apel pagi, di Main Hall Kantor Gubernur Dok II Jayapura, Senin (11/2).
Dijelaskan dia, kejadian pada 3 Februari lalu itu, bermula saat pihaknya bersama lima provinsi diundang KPK untuk mengikuti kick off rencana aksi satu peta penataan sumber daya alam kehutanan, lingkungan, pertambangan, perikanan dan kelautan.
Usai kegiatan di KPK, seluruh pejabat Papua kembali ke penginapan (Hotel Borobudur) dan bersama pejabat terkait termasuk Gubernur Papua, lalu berkomunikasi ringan di depan lobi. Dalam beberapa saat seseorang mencurigakan secara intelejen mengambil foto kami semua yang duduk di tempat itu.
Sekda yang curiga usai mendapat keluhan dari Sespri Gubernur, langsung mendekati dan bertanya kepada pria yang belakangan diketahui tim KPK.
“Pertanyaan saya ringan saat mendekati orang itu, saya bertanya apakah mas nginap di hotel ini? Jawabanya tidak. Apakah tunggu jemputan? Jawabnya tidak. Saya bertanya lagi mohon maaf tadi saya lihat motret pimpinan saya. Mas ini siapa? Saya tidak motret jawabnya”.
“Lalu dia memperlihatkan ponselnya ini coba lihat jika ada. Saya menyambutnya dan berkata ponsel yang satu. Lalu direspon dengan gugup dan pada akhirnya kami semua meminta ponsel itu. Dari situlah kami melihat ada foto kami yang diambil secara diam-diam. Dan ketika dia mengaku sebagai tim KPK, kami belum percaya karena saat mengecek melalui Inspektur, tak ada jawaban dari institusi pemberantasan korupsi itu. Bahkan sejumlah ponsel mati,” terang ia.
Barulah keesokan harinya, sambung Sekda, Pimpinan KPK Laode Muhammad Syarif datang ke Polda membawa surat tugas dua tim KPK yang terpergok oleh Pemprov Papua dengan membawa surat tugas bagi mereka.
“Padahal mereka mengaku ada 6 orang yang empat sudah melarikan diri. Itu cerita yang sebenarnya di lapangan. Tidak kami tambah atau kurang, tetapi mungkin lewat media orang putar balikan semua itu. Tapi realitanya yang sebenarnya tak ada penganiayaan,” tegasnya lagi.
Sehingga ini jadi catatan penting bagi kita semua dan saya ingin katakan bahwa Papua ini tanah suci. Kalau kita salah, kita mati bukan dengan hukum rekayasa seperti itu. Sebaliknya, bekerja jujur dan benar bekerja diatas tanah ini dia akan dapat tanda heran satu dengan yang lain. Kalau anda salah langsung dibunuh tanah ini.
Intinya, tambah Sekda, kejadian di Hotel Borobudur tak seperti yang diberitakan media. Sebab awalnya yang bersangkutan diduga tim KPK gadungan karena memotret tanpa ijin. Sehingga pejabat Pemprov Papua yang ada pun bereaksi spontan namun tidak dengan kekerasan.
“Sehingga saya harap teman-teman ASN di Papua semua lebih waspada dan tetap tegar sekaligus saling mengingatkan satu sama lain,” tuntasnya.