Jayapura – Masyarakat Kabupaten Yalimo tetap bersikukuh dan menuntut agar pasangan nomor urut 1, Calon Bupati dan Wakil Bupati Yalimo, Erdi Dabi – Jhon Wilil untuk segera dilantik. Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI telah mendiskualifikasi Calon Bupati Erdi Dabi, hingga digelar Pemilihan Suara Ulang (PSU).
Tak terima dengan putusan itu, seluruh elemen masyarakat Kabupaten Yalimo, menyampaikan aspirasi ke DPR Papua, yang diterima langsung oleh Wakil Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, Yakoba Lokbere didampingi Anggota DPR Papua, Arnold Walilo di ruang Fraksi Otsus DPR Papua, Jumat (9/09)
Tokoh Pemuda Yalimo Yanes Alitnoe didampingi Kepala Suku Yusak Mabel, Tokoh Pemuda, Obed Nego Dabi, Kepala Desa, Yoses Mabel, dan salah seorang pengurus partai, Yonim Endama, setelah menyerahkan aspirasi menyatakan, jika seluruh elemen masyarakat dengan tegas menolak didiskualifikasinya Calon Bupati Yalimo nomor urut 1 dan PSU di Kabupaten Yalimo.
Bahkan, Yanes Alitnoe yang merupakan mantan Ketua KPU Yalimo dua periode ini menilai jika putusan MK pada 29 Juni 2021, telah berdampak terhadap situasi kamtimbmas yang tidak kondusif di Kabupaten Yalimo, sehingga menuntut MK untuk mempertanggungjawabkan putusannya tersebut.
“Jadi kami seluruh elemen Masyarakat Kabupaten Yalimo, menolak putusan hakim MK yang memutuskan tidak sesuai dengan kewenangannya sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Republik Indonesia, yang akan berpotensi menyebabkan terjadinya pertumbuhan darah sesama anak daerah di Yalimo,” tegasnya.
Selain itu, mereka juga menuntut kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk mengakui hasil Pilkada dan PSU di Kabupaten Yalimo yang mana dimenangkan oleh paslon bupati nomor urut 1 dengan perolehan suara 47.781 suara, sehingga Pemerimah Republik Indonesia melalui Menteri Dalam Negeri segera menjadwalkan pelantikan.
Pasalnya lanjut Yanes Alitnorle, pada saat pendaftaran calon bupati dan wakil bupati, tim paslon bupati nomor urut 1 sudah melakukan pendaftaran, telah diverifikasi oleh KPUD Yatimo dan dinyatakan lolos pada 9 Desember 2020 hingga dilakukan pemilihan.
Bahkan ungkapnya, saat penetapan di KPU Yalimo, pasangan Erdi Dabi – Jhon Wilil dinyatakan menang. Namun, kemudian paslon bupati nomor urut 2 menggugat ke MK, kemudian MK memutuskan PSU di 103 TPS. Hanya saja, setelah PSU, Erdi Dabi – Jhon Wilil kembali menang dan telah ditetapkan dalam pleno KPU Yalimo.
“Pertanyaan kami, suara yang telah diberikan oleh masyarakat kepada Erdi Dabi – Jhon Wilil diapakan oleh MK? apakah MK tidak mau mengakui itu? Kami seluruh elemen Masyarakat Yalimo menuntut MK segera mengembalikan hak dasar suara rakyat Yalimo,” tekannya
Oleh karena itu kata Yanes, pihaknya meminta MK untuk menghargai lembaga penyelenggara pilkada mulai dari tingkatan kabupaten, provinsi dan pusat, baik KPU maupun Bawaslu. Sebab, merekalah yang ada di lapangan saat melaksanakan dan menyaksikan seluruh tahapan pilkada di Yalimo.
“Namun, dalam persidangan 29 Juni 2021, MK malah tidak membahas tentang perselisihan suara, tetapi malah lebih fokus kepada masalah pribadi Calon Bupati Erdi Dabi tentang kasus lakalantas, padahal seharusnya MK lebih fokus kepada perselisihan suara setelah PSU,” bebernya.
Untuk itu, Yanes Aitnoe menyatakan jika masyarakat Yalimo menuntut kepada Gubernur Papua, DPR Papua, MRP, Kapolda Papua, Pangdam XVII/Cenderawasih, Pengadilan Tinggi Papua, Kejaksaan Tinggi Papua, Kanwil Hukum dan HAM Papua, KPU Papua dan Bawaslu Papua untuk memperjelas hasil putusan pengadilan tentang kasus Lakalantas terhadap calon Bupati Erdi Dabi.
“Kami seluruh elemen masyarakat Yalimo yang terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda, perempuan dan intelektual dengan tegas menolak hasil putusan MK Nomor. 149/PHP.BUP-XIX/2021 tertanggal 29 Juni 2021 tentang Putusan Perkara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo,” tandas Yanes.
Sementara itu, Wakil Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, Yakoba Lokbere setelah menerima aspirasi mengatakan, jika pihaknya telah menerima aspirasi dari masyarakat Yalimo tersebut.
“Putusan MK itu, dinilai masyarakat Yalimo telah mencederai demokrasi di daerah itu. Putusan itu dianggap pelanggaran yang merugikan banyak masyarakat Yalimo, tanpa memperhitungkan dampaknya. Jadi disini kami lihat, MK mengeluarkan keputusan yang seharusnya memilah antara pidana dan pilkada,” ujar Yakoba Lokbere.
Namun, kata Yakoba Lokbere masyarakat menilai putusan MK mencampuradukkan antara kasus pidana dengan sengketa Pilkada yang pertama kali terjadi di Tanah Papua, sehingga berdampak situasi kamtibmas di Yalimo.
“Masyarakat meminta MK untuk mencabut putusannya dan meninjau kembali. Apa yang diinginkan masyarakat Yalimo itu, mengalir dari tingkat bawah, yang tidak bisa diredam dan Paslon Erdi Dabi – Jhon Wilil itu adalah pilihan mayoritas rakyat Yalimo. Kalau digelar PSU ketiga kali, kan penyelanggara KPU dan Bawaslu Yalimo sudah mengundurkan diri?,” ujar Anggota DPR Papua dari jalur pengangkatan ini.
Padahal, ungkap Yakoba Lokbere, dalam pilkada pertama telah dimenangkan Erdi Dabi – Jhon Wilil, begitu pula pada PSU juga dimenangkan Erdi Dabi – Jhon Wilil. Putusan MK yang mendiskualifikasi Calon Bupati Erdi Dabi dan digelar PSU itu, membuat masyarakat Yalimo marah.
“Jadi bukti ketidakterimaan masyarakat Yalimo, sudah bisa dilihat sendiri. Semua sarana dan prasarana pemerintah di Yalimo dibakar, sekarang siapa yang mau bertanggungjawab,” tukasnya.
Untuk itu, Anggota DPR Papua dari jalur pengangkatan ini meminta semua stakeholder baik pemerintah provinsi, pemerintah pusat dan lainnya untuk mensikapi masalah di Yalimo dengan serius.
“Ini memang harus ditangani secara serius, karena ancamannya bahwa pertama infrastruktur yang dibakar. Berikutnya, perang suku atau perang saudara di Yalimo. Ini yang harus dihindari, jangan sampai terjadi, karena selama ini Yalimo selalu aman sebelumnya,” tutup Yakoba Lokbere. (Tiara)
