Manokwari, TP – Dalam rangka revisi undang-undang (RUU) tentang Penanggulangan Bencana, Tim Revisi Undang-undang (RUU), Badan Legislasi DPR-RI melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Provinsi Papua Barat, Rabu (19/6).
Tim RUU Badan Legislasi DPR-RI diterima oleh Asisten III Bidang Administrasi Setda Papua Barat, Raymond Yap dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua Barat, Derek Ampnir.
Turut hadir dalam kegiatan itu Kepala Basarnas Provinsi Papua Barat, Perwakilan Polda Papua Barat, Perwakilan Kodam XVIII Kasuari Papua Barat, Akademisi, dan juga instansi teknis lainnya di Provinsi Papua Barat.
Dalam pertemuan itu, tim RUU tidak menampilkan draft RUU tentang Penanggulangan Bencana kepada instansi teknis yang hadir, tetapi hanya menyampaikan secara umum dan meminta saran dan masukan dari instansi teknis.
Ketua tim RUU Badan Legislasi DPR-RI, H. Totok Daryanto mengatakan, banyak peristiwa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat ketika terjadi bencana dan tidak tercaver dalam UU tentang penanggulangan bencana.
“Dalam RUU ini, kita fokuskan juga pada pencegahan karena banyak korban terjadi bukan karena bencana itu sendiri. Tetapi karena kekurangan pengertian dan informasi, serta tidak memahami karakter bencana yang membuat korban bencana bertambah. Dengan demikian, mitigasi dan pencegahan itu sangatlah penting,” kata Daryanto kepada wartawan disela-sela kunker, kemarin.
Disinggung tentang masukan saran dari akademisi, ia mengatakan, masukkannya sangatlah baik yang meminta agar ada penyiapan sarana dan prasarana standar untuk penanggulangan bencana.
“Ini memang kewajiban dari negara, sehingga arah kita juga akan kesitu tetapi soal besaran anggaran akan dibahas bersama legislatif dan eksekutif sesuai kemampuan anggaran negara,” terang Daryanto.
Lebih lanjut, Daryanto mengatakan dalam RUU ini juga, pihaknya berupaya mendorong agar pihak swasta juga dapat mengambil tanggungjawab yang lebih besar terhadap pelanggulangan bencana, sehingga bencana tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja.
Dikatakannya, untuk daerah-daerah spesifik seperti daerah pertambangan, sangatlah perlu ada peran pelaku usaha yang telah mengambil keuntungan dari suatu daerah untuk berbagi tanggungjawab dalam menjawab persoalan bencana.
Terutama, kalau bencana itu diakibatkan oleh ekspoitasi alam di luar ketentuan. “Ini menjadi perhatian juga dari RUU. Sehingga pemerintah juga punya power untuk menata daerahnya agar lebih baik, menata hubungan struktural antara daerah dan pusat, serta melibatkan sistem pendidikan di dalam penanggulangan, pencegahan dan lain sebagainya,” bebernya.
Tentang usulan BPBD Provinsi Papua Barat terkait pendidikan vokasi, Totok menjawab, hal itu akan tetap diakomodir dengan diberikannya payung hukum, supaya apabila disuatu daerah merasa membutuhkan SDM yang terkait dengan hal itu, daerah dapat mengalokasikan beasiswa untuk kepentingan daerahnya.
Wakil Ketua Badan Legislasi, DPR-RI ini menambahkan, RUU ini hanya dilakukan di 3 daerah yang mencerminkan daerah-daerah di Indonesia, yakni Papua Barat, Sulawesi, dan Sumatera. “Kalau di daerah Jawa kita sudah tahu karakteristik bencananya, tetapi di Papua yang jarang,” tukasnya.
Asisten III Bidang Administrasi Setda Papua Barat, Raymond Yap mengatakan, pertemuan itu untuk menyampaikan saran dan masukan berdasarkan pengalaman-pengalaman penanggulangan bencana di daerah.
“Tim RUU ini ingin mendengarkan langsung bagaimana penanggulangan bencana yang dilakukan pemerintah daerah dan mitra terkait. Kemudian berkaitan juga dengan usulan misalnya penganggaran. Ini menjadi kendala yang selama ini ditemukan serta keterbatasan sarana dan prasarana. Penanggulangan bencana di daerah mendapatkan dana dari BNPB dan ketersediaan sarana dan prasarana,” terang Yap kepada wartawan.
Lebih lanjut, Ia mengatakan, sarana dan prasarana penanggulangan bencana di daerah sangatlah terbatas. Sehingga diharapkan saran dan masukan yang disampaikan dapat diakomodir dalam poin-poin RUU tentang penanggulangan bencana.
Ia menambahkan, UU penanggulangan bencana sebelumnya, belum sepenuhnya melibatkan masyarakat. Padahal, keterlibatan masyarakat itu sangat dibutuhkan. “Ada istilah hidup bersama bencana, artinya kalau bencana itu sering terjadi, maka menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, sehingga bagaimana masyarakat pro aktif menjaga lingkungannya dan ketika terjadi bencana ada hal-hal yang dapat dilakukan untuk penyelamatkan diri sampai menunggu tim penanggulangan bencana. Jadi lebih kepada edukasi kepada masyarakat,” tukasnya.
“Sebenarnya, harapan saya, tim RUU memaparkan rancangan draft RUU dan kita melihat poin-poinnya, hanya saja karena waktu mereka terbatas akhirnya dilakukan diskusi terbuka,” katanya seraya menambahkan, usulan yang menjadi perhatian adalah dukungan anggaran, sarana dan prasarana penanggulangan bencana di daerah. [FSM-R3]