Pasific Pos.com
Papua Barat

Produksi Kayu di Teluk Bintuni Sebulannya Mencapai Seribu Kubik

Bintuni, TP – Pemakaian kayu untuk kebutuhan pembangunan di Teluk Bintuni cukup tinggi. Hal itu setidaknya tergambar dari banyaknya jumlah Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IPHK), yang terdata saat ini di Kantor Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Wilayah VI Teluk Bintuni.

Kepala CDK Wilayah VI Teluk Bintuni, Charli Boy, kepada Tabura Pos, Jumat (1/3) di ruang kerjanya, di Bumi Saniari SP-3 Distrik Manimeri, mengatakan, berdasarkan data di kantor yang Ia pimpin, ada sekitar ratusan izin dengan jumlah produksi kayu dalam sebulan sekitar 1.000 kubik.

Sebenarnya, kata dia, izin IPHK, bukan untuk diperjualbelikan, akan tetapi tetap diterbitkan karena untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di Teluk Bintuni.

“Sehingga kayu-kayu yang berasal dari Teluk Bintuni sudah tidak ada yang dijual komersil atau diperdagangkan keluar Teluk Bintuni, karena izin IPHK ini diterbitkan tujuannya untuk memenuhi kebutuhan kayu di Teluk Bintuni,” jelansya.

Ia menerangkan, kayu dari Teluk Bintuni dengan IPHK bisa dibawa keluar Teluk Bintuni, seperti Manokwari, Sorong, namun hanya untuk pembangunan rumahserta gereja dan jumlahnya tidak boleh banyak.

“Selain itu juga ada yang dijual oleh stand kayu di Bintuni ke Kokoda, Sorong Selatan, untuk kebutuhan pembangunan rumah sosial oleh TMMD sebanyak 60 rumah beserta gereja yang dibangun di 2 kampung yang kebutuhannya mencapai 600 sampai 700 kubik,” terangnya.

Untuk pengiriman kayu dari Teluk Bintuni ke Kokoda, kata dia, sudah dirakit dan dipress oleh stand-stand kayu yang ada di Teluk Bintuni.

“Kayu mereka beli dari Bintuni karena harga kayu di sini cukup murah. Kayu yang dibawa keluar Bintuni itu harus memiliki bukti pembelian dari masyarakat, memiliki dokumen SAHK yang bisa mereka buktikan lalu kami dari CDK Wilayah VI Teluk Bintuni akan mengeluarkan surat keterangan untuk bangun rumah di Manokwari atau pun di Kokoda,” terangnya.

Charly menjelaskan, pihaknya hanya mengeluarkan rekomendasi untuk pengurusan IPHK masyarakat yang ditujukan kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DP PTSP), Provinsi Papua Barat, dan tembusan permohonan izin tersebut diberikan kepada CDK Wilayah VI Teluk Bintuni.

Atas dasar itulah kata dia, pihaknya kemudian turun mengambil titik koordinat serta mengecek potensi-potensi kayu yang ada di lapangan yang akan dikelola masyarakat.

Setelah itu, lanjut dia, pihaknya akan  membuat rekomendasi ke Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Papua Barat.

“Lalu berdasarkan surat rekomendasi itu Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat menjadikan rekomendasi tersebut sebagai pertimbangan teknis ke Dinas PMPTSP Provinsi,” bebernya.

Ia menerangkan, jenis-jenis kayu-kayu yang biasanya masyarakat usulkan untuk dikelola yaitu kayu merbau, kayu meranti atau matoa, serta kayu rimba campuran atau kayu putih.

Dikatakannya, izin IPHK juga ada yang diterbitkan untuk kebutuhan kayu di Weriagar dan Taroi untuk pembangunan rumah masyarakat. Kayu-kayu yang diambil yaitu kebanyakan kayu merbau.

Ia menerangkan, di Weriagar kayu merbau diambil dari Kabupaten Maybrat yang diangkut melalui kepala air Weriagar. Sedangkan, untuk kebutuhan kayu di Taroi kayu didatangkan sebagian dari Sumuri dan Bintuni serta kayu merbau yang ada di sekitar Taroi.

Ia mengungkapkan, izin IPHK untuk masyarakat biasanya hanya 5 hektar untuk mengolah 50 kubik kayu. Tetapi biasanya dalam luasan 5 hektar masyarakat hanya bisa kelola kayu merbau sebanyak 25 kubik yang dikerjakan dalam waktu kurang lebih 3 bulan.

Lanjut dia, masa izin IPHK hanya berlaku selama 3 bulan. Hal ini dilakukan agar izin tersebut tidak disalahgunakan sebab tidak mungkin orang mengelola kayu untuk 25 kubik dalam jangka waktu 1 tahun, karena ada juga orang yang mengelola kayu sebanyak 25 kubik itu kurang dari 3 bulan sudah selesai dan tergantung kebutuhan masyarakat yang membangun apalagi proyek-proyek pembangunan yang berjalan itu sangat membutuhkan kayu.

“Apabila dalam luasan 5 hektar masih ada potensi kayu maka pemilik hak ulayat membuat izin IPHK baru atas nama keluarganya seperti istri, anak ataupun nama saudara dengan terlebih dahulu pemilik hak ulayat memberikan rekomendasi kepada nama yang dia inginkan tersebut. Setelah satu tahun maka izin IPHK kembali atas nama pemilik hak ulayat,” terangnya.

Charli menuturkan, harga kayu ditentukan sendiri oleh stand-stand kayu yang ada. Misalnya kayu merbau khusus di Bintuni, dijual dengan harga  Rp. 3,5 juta per kubik, kayu campuran Rp. 2,5 juta per kubik, kayu matoa atau meranti dijual dengan harga Rp. 2,5 juta per kubik, dengan ukuran kayu yang dijual rat-rata kayu balok atau papan merbau 4 meter.

Lanjut dia, untuk papan 2,5 x 25 per kubik sebanyak 40 lembar, kayu balok 5 x 10 kayu merbau perkubiknya sebanyak 50 batang serta kayu balok 10 x 10 jumlahnya sekitar 25 batang.

“Harga kayu merbau di Bintuni memiliki harga yang cukup murah dibanding daerah-daerah lainnya. Soal izin IPKH di Bintuni tidak ada masalah namun jumlah petugas kami di lapangan jumlahnya terbatas yaitu Polhut hanya ada 3 orang. Padahal hutan kita yang ada cukup luas sehingga petugas kami yang ada 3 orang tersebut tidak cukup jumlahnya. Sesuai laporan kami ke Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat bahwa kayu yang banyak masyarakat produksi adalah merbau 60 persen, kayu campuran 20 persen dan kayu meranti atau matoa juga 20%,” tandasnya. [ABI-R4]