Pasific Pos.com
Opini

Perlunya komunikasi dalam RUU Omnibus Law di tengah resistensi masyarakat

Pada periode ke-2 kepemimpinan Presiden Joko Widodo membentuk susunan Kabinet Kerja yang telah disampaikannya dalam pidato pelantikan di Gedung MPR yaitu akan mengikis tingkat pengangguran di Indonesia dengan menciptakan banyak lapangan pekerjaan dengan 4 rancangan undang yang diharapkan dilaksanakan di masa kepemimpinannya yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Perpajakan untuk Penguatan Ekonomi (RUU Perpajakan), RUU Kefarmasian (RUU Farmasi) dan RUU Ibu Kota Negara (RUU Ibu Kota Nasional). Pemerintah pun membentuk adanya undang undang cipta kerja yang lebih dikenal dengan omnibus law yang merupakan undang-undang yang mencakup sejumlah topik yang beragam atau tidak terkait yang dimaksudkan untuk menyederhanakan undang-undang yang terpengaruh. “Omnibus” adalah kata Latin yang berarti “untuk segalanya,” itulah mengapa kami menyebutnya RUU Sapu Jagat dalam bahasa Indonesia.

Berdasarkan Pasal 3 RUU Cipta Lapangan Kerja dikatakan bahwa tujuan dari dibuatnya untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata. Hal ini dilakukan dalam rangka memenuhi penghidupan yang layak melalui poin-poin: Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM serta Perkoperasian, Peningkatan ekosistem investasi, Kemudahan berusaha, Peningkatan perlindungan dan Kesejahteraan pekerja, dan Investasi Pemerintah Pusat dan Percepatan proyek strategis Nasional. Omnibus law yang memfokuskan pada undang-undang perpajakan dan undang-undang cipta lapangan kerja dan UMKM. Namun, dengan kebijakan pemangkasan sejumlah undang-undang sektoral guna melancarkan kegiatan berinvestasi juga akan memangkas undang-undang pokok seperti undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan instrumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan UKL-UPL), dan izin lingkungan, undang-undang penataan ruang dengan turunannya perda rencana tata ruang kota dan wilayah, hingga rencana detail tata ruang, serta undang-undang bangunan dan undang-undang pajak dan retribusi daerah yang didalamnya terdapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF).

Banyak pihak merasa dirugikan dan menetenganya dengan adanya omnibus law ini dari kalangan buruh sampai akademis yang berpendapat bahwa alih-alih mendorong investasi dan menggerakan perekonomian nasional, malah potensi mengorbankan hak masyarakat dan meminggirkan hak-hak pekerja. RUU Cilaka yang akan mengancam eksistensi dan pemenuhan hak masyarakat adat, masyarakat lokal, petani, dan nelayan tradisional dengan lahan dan wilayah mereka bekerja akan dikendalikan perusahaan asing. Pemerintah yang membentengi diri dengan undang-undang yang disahkan tanpa adanya keterbukaan dan komunikasi dengan masyarakat akan menjadikan penghancuran ruang hidup, kriminalisasi, refresi dan kekerasan terhadap rakyat,membuka ruang eksploitasi sumber daya alam, membuka celah pelanggaran HAM, menghapus aturan penting dalam penegakan hukum lingkungan, dan menghilangkan partisipasi masyarakat dalam menentukan hak mengelola lingkungannya.

Sejak awal pengesahan pasal 3 RUU Cipta Lapangan Kerja atau yang dikenal dengan Omnibus Law memiliki banyak pro dan kontra, tetapi terdapat banyak kelompok yang memilih kontra terhadap omnibus law diantaranya yaitu klaster ketenagakerjaan, klaster lingkungan, buruh, nelayan, petani dan mahasiswa. Klaster ketenagakerjaan seperti buruh mempermasalahkan masalah upah minimum yang bersyarat dan UMSK yang dihapus, PHK atau pesangon dimana buruh menolak nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, hubungan kerja dan buruh juga menolak waktu kerja yang eksploitatif, selain itu juga hak cuti hilang dan hak cuti melahirkan buruh perempuan terancam hilang. Para mahasiswa atau yang berkaitan dengan pendidikan seperti perhimpunan untuk pendidikan mengecam sikap DPR dan pemerintah yang tetap memasukan sektor pendidikan dalam UU cipta kerja dimana pemerintah dapat dengan mudah nya mengeluarkan kebijakan perizinan usaha di bidang pendidikan. Para petani menolak omnibus law ini karena menganggap omnibus law ini akan mempermudah perampasan lahan milik rakyat, apalagi bagi petani yang tanahnya masih dalam sengketa dan juga menghambat proses redistribusi tanah dalam proses reforma agraria. Untuk nelayan awal nya dipersulit dalam melakukan perizinan usaha untuk menggunakan kapal nelayan tetapi sekarang sudah disederhanakan dan dapat melakukan perizinan melalui kementerian kelautan dan perikanan. Faktor-faktor secara general mengapa banyak yang menolak omnibus law dikarenakan RUU Cipta Kerja sejak awal tidak terbuka terhadap publik untuk meminta masukan. Pembahasan dilakukan secara tiba-tiba dan kemudian disahkan dalam waktu cepat. Merugikan buruh dan rakyat kecil tapi menguntungkan bagi investor dan pengusaha besar. Berpotensi melegalkan perampasan lahan rakyat demi proyek prioritas pemerintah dan strategis nasional yang pelaksanaanya dapat diserahkan kepada swasta. Bahkan, tekanan persoalan lingkungan hidup bakal menguat dengan mudahnya para pengusaha mengantongi izin pembukaan lahan bagi perusahaan di berbagai sektor. Selain itu terdapat beberapa permasalahan dalam omnibus law yang diperhatikan oleh pengamat lingkungan yaitu beberapa pengamat lingkungan menganggap bahwa amdal pada omnibus law dihapuskan. Amdal merupakan kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha atau rencana kegiatan usaha dimana amdal digunakan untuk prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha, sehingga apabila amdal dihapuskan maka nantinya apabila ada pembangunan usaha yang akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan nantinya tidak ada hukum yang berlaku apabila pelaku akan dihukum. Tetapi masalah telah selesai amdal tidak dihapuskan hanya disederhanakan dan tetap bertahan tanpa adanya perubahan. Pada ketentuan AMDAL yang lama izin lingkungan dan perizinan usaha terpisah sehingga saat terjadi pelanggaran dan dikenakan sanksi pencabutan izin maka hanya izin lingkungan saja yang akan dicabut namun di UU cipta kerja izin lingkungan sudah menjadi satu dengan perizinan usaha sehingga apabila terjadi pelanggaran dan dikenakan sanksi pencabutan izin maka yang dicabut izin lingkungan sekaligus perizinan berusaha.

Untuk menangani resistensi di berbagai kalangan yang ada di lingkup masyarakat terutama untuk setiap stakeholder baik pihak buruh, mahasiswa, sector ketenagakerjaan, sektor lingkungan, petani maupun nelayan metode yang harus dipakai adalah metode komunikasi dengan adanya komunikasi yang jelas dan satu paham pasti setiap stakeholder akan menerima, pada hakikatnya undang-undang menyangkut berbagai kalangan baik manusia maupun lingkungan selain itu pemerintah dan DPR harus menerima masukan dari setiap stakeholder yang ada dengan mempertimbangkan bahwa RUU Cipta Kerja ini akan mempengaruhi semua kalangan masyarakat yang ada di Indonesia, setiap kalangan yang terlibat mendapat kesempatan untuk ikut serta membuat undang-undang dengan cara pemerintah dan DPR menampung aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat dibutuhkan pembuat undang-undang untuk membuat produk legislasi yang dapat bermanfaat bagi semua pihak, pemerintah harus terbuka terhadap RUU yang dibahas. Pada prinsipnya RUU Cipta kerja jangan sampai mengurangi hak-hal pekerja seperti yang sudah diatur dalam peraturan yang sudah berlaku karena jika terjadi pengurangan maka akan menjadi resistensi. Tetapi jika ternyata hak dari pekerja lebih baik pada RUU Cipta Kerja maka akan menjadi daya tarik untuk didukung. Pemerintah dan DPR dapat melakukan komunikasi yang baik dengan pihak yang menolak serta mengarahkan ekspresi penolakan melalui jalur hukum seperti judicial review, karena dengan diadakannya judicial review, legislative review dan executive review dalam upaya untuk mengubah RUU ini agar mencapai kesepakatan bersama dengan tetap mempertimbangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia. Pada intinya Omnibus Law ini di rancangkan untuk mensejahterakan masyarakat dengan penentuan gaji pokok yang pasti, membuka banyak lapangan pekerjaan dan memudahkan administrasi yang pada masa sekarang terkesan sulit dan banyak menghabiskan uang serta lebih menilik tentang pembangunan berkelanjutan dimana lingkungan dan manusia dapat terjalin hubungan yang baik, menurut beberapa artikel yang kami baca beberapa kalangan yang pro terhadap Omnibus Law ini telah didiskusikan dengan beberapa petani dan juga pihak dan mereka setuju tapi nyatanya itu hanya beberapa dari banyaknya stakeholder yang ada, alangkah baiknya bila masing masing stakeholder yang terlibat diajak duduk bersama berdiskusi untuk mencapai kesepahaman bersama tanpa harus membungkam salah satu pihak atau menyudutkan salah satu pihak atau bahkan mengorbankan salah satu pihak terutama lingkungan, selain itu untuk memperlihatkan keterbukaan RUU ini alangkah baiknya draftnya tidak terkesan disembunyikan karena beberapa anggota DPR bahkan mengaku tidak tau isi tentang draf RUU Omnibus Law. Zaman sekarang teknologi telah berkembang pemerintah dan Rakyat dapat berkomunikasi dengan damai melalui media social bila dirasa tidak dapat duduk bersama karena kondisi pandemic COVID-19 ini.

Resistensi akan terus terjadi bilang pemerintah dan DPR terkesan pasif terhadap resistensi yang ada, kami rakyat juga butuh kepastian hukum yang dapat melindung dan mengayomi kehidupan sebagai warga negara Republik Indonesia, jadi untuk menghasilkan kesepakatan dan penerimaan Pemerintah dan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat tidak mementingkan atau menitikberatkan pada satu kondisi saja karena Indonesia bukan hanya mempunyai satu kalangan masyarakat dan satu kondisi lingkungan namun ada berbagai kalangan dengan kondisi yang berbeda, utamakan komunikasi yang baik dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia perlu ditegakan, Pancasila sebagai dasar negara harus selalu hidup, lingkungan harus tetap seimbang sebagai salah satu negara megabiodiversitas jangan sampai lahan hijau tergantikan semua dengan gedung gedung tinggi berasap.

Penulis,
Cindyasthi Wardhani / 31180253
Wilhelmina Tania Imoliana / 31180227
Elva Miza Tarigan / 31180267

Artikel Terkait

PERSIPURA, SEBUAH ETALASE ETNIS

Pasific Pos

MUTIARA HITAM SESUNGGUHNYA KAU DIBENTUK DI ATAS SEBUAH RAKIT BERNAMA KONTIKI

Pasific Pos

ECITA ( Edukasi Cuci Tangan) kepada Anak-anak Papua

Pasific Pos

“POTENSI TERIPANG ATAU KETIMUN YANG SANGAT BESAR APABILA DIMANFAATKAN OLEH MASYARAKAT KOTA JAYAPURA DENGAN BAIK”

Pasific Pos

TINGKATKAN UPAYA PENCEGAHAN DAMPAK BURUK DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERAIRAN DI JAYAPURA

Pasific Pos

Membusuknya Pendidikan Link and Match

Pasific Pos

NEGARA MELALUI PEMERINTAH BELUM SERIUS MELINDUNGI HAK BURUH DI PAPUA

Pasific Pos

Memandang Bencana Internasional Covid-19 Dari Sisi Berbeda

Arafura News

Urgensi Lockdown Di Papua, Panggilan Kemanusiaan

Arafura News