Pasific Pos.com
Headline

Pepera 1969 dan Resolusi 2504 Dianggap Ilegal oleh WPLO, Ini Kata Steve Mara.

Steve Mara ketua Melanesian Youth Diplomacy Forum

Jayapura – Video berdurasi 3 menit 29 detik ramai dibagikan dimedia sosial dengan judul Hearing John Anari perwakilan West Papua Liberation Organisation (WPLO) dengan President Majelis Umum PBB tentang Resolusi No. 2504. Dalam video tersebut John Anari selaku perwakilan dari WPLO bertanya kepada President Majelis Umum PBB tentang Resolusi 2504 dari hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969 di Papua.

John Anari mempertanyakan apakah PBB dapat mencabut Resolusi 2504 yang mengesahkan referendum di tahun 1969 karena referendum tersebut dianggapnya sebagai kegiatan yang ilegal karena hanya diikuti oleh 600an orang Indonesia dan 400 orang asli Papua dari total 800.000 ribu orang asli Papua.

Menanggapi pernyataan dari John Anari perwakilan WPLO tersebut, Steve Mara ketua Melanesian Youth Diplomacy Forum (MYDIF) menyampaikan bahwa pertemuan tersebut bukanlah hearing antara WPLO dan Presiden Majelis Umum PBB, namun judul pertemuannya adalah Town Hall Meeting Presiden Majelis Umum dengan Civil Society Organisation (CSO) tentang SDG.

Selanjutnya Steve Mara juga menjelaskan bahwa proses act of free choice yang dilakukan pada tahun 1969 adalah proses yang sah karena telah memperhatikan berbagai prinsip internasional.

Pada tanggal 1 April 1968, Ortiz Sanz ditunjuk sebagai wakil PBB atau UN Representative for West Irian (UNRWI). Ortiz tiba di Indonesia pada tanggl 12 Agustus 1968 dan melakukan perjalan bersama ketiga stafnya selama 10 hari, lalu tiba ditanah Papua pada tanggal 23 Agustus 1968. Proses berjalan, hingga 30 Mey 1969 UNRWI menerima jadwal pelaksanaan PEPERA tersebut.

Proses PEPERA ini berjalan semenjak tanggal 14 Juli 1969 di Merauke, 17 Juli 1969 di Wamena, 19 Juli 1969 di Nabire, 23 Juli 1969 di Fak-fak, 26 Juli 1969 di Sorong, 29 Juli 1969 di Manokwari, 31 Juli di Biak, dan selesai di Jayapura pada tanggal 2 Agustus 1969. PEPERA dilaksanakan di 8 daerah di Kabupaten Kota dengan hasil 1.025 orang yang menghadiri PEPERA tersebut menghendaki untuk tetap bersama Indonesia.

18 Agustus 1969, Ortiz Sanz meninggalkan Indonesia dan menyampaikan laporannya di sidang umum PBB pada tanggal 6 November 1969, dan pada tanggal 19 November 1969, resolusi tentang pelaksanaan PEPERA di Papua yang dibahas didalam Sidang Majelis Umum PBB diterima dengan dukungan oleh 84 negara tanpa ada penolakan dari negara lainnya.

Lanjut Steve Mara, kita ketahui bersama bahwa PBB ini adalah badan antar pemerintah dan semua resolusi yang diajukan atau yang mau digugurkan harus dan hanya diusulkan oleh negara atau kelompok negara. Permintaan WPLO kepada Presiden Majelis Umum PBB diluar konteks tersebut, karena berdasarkan aturan-aturan prosedur Sidang Majelis Umum PBB, individu atau kelompok individu tidak punya hak inisiatif dan hal ini sudah secara konsisten diterapkan di sistem PBB.

Agar tidak gagal paham, saya sarankan kelompok WPLO membaca Rules of Prosedurs of the General Assembly, dokumen bernomor A/520/Rev. 17. Adapun inisiatif yang diajukan negara atau kelompok negara sebelumnya juga harus disetujui oleh sebuah komite (General Committee/GC) untuk dapat tidaknya dibahas didalam salah satu dari 6 Komite Sidang Majelis Umum PBB. Jika tidak disetujui, tidak mungkin menjadi agenda Sidang, apalagi bila inisiatif dan upaya yang dilakukan itu dinilai menganggu kedaulatan dan integritas negara.

Kita juga harus ingat bahwa PBB sekalipun tidak bisa melakukan intervensi terhadap kedaulatan negara, karena itu ada prinsip internasionalnya yaitu Non-intervention dan Territorial Integrity yang tertuang dalam piagam PBB.

Jadi proses untuk mempersalahkan masa lalu saya pikir sudah tidak perlu dibahas lagi, sekarang saatnya para pemimpin Papua, senior-senior saya yang ada didalam dan luar negeri, mari bagi ilmu yang baik, kasih semangat generasi muda Papua untuk mempersiapkan diri dan menjaga diri dari setiap ancaman yang akan datang, kita dukung pemerintah kita, agar kita bisa melihat Papua yang damai dan sejahtera. Ujar, Steve Mara.