JAYAPURA,- Pemerintah Provinsi Papua tidak akan menerima uang hasil negosiasi dengan PT.Freeport Indonesia (PTFI) terkait pajak air permukaan.
Hal ini sebagaimana diungkapkan Sekertaris Daerah Papua, Hery Dosinaen kepada pers di Jayapura, Selasa (22/1/2019).
“Untuk pajak air permukaan kami (pemerintah provinsi Papua) tidak akan ada negosiasi. gubernur tidak mau dibayarkan atas hasil negosiasi atas good will dari Freeport. Tetapi harus dibayarkan atas dasar pajak dan referensinya,” ungkapnya.
Hery menjelaskan, Pajak Air Permukaaan (PAP) yang sebelumnya ditargetkan dibayarkan ternyata tidak. Bahkan sidang untuk PAP 2017 dan 2018 masih terus berjalan hingga kini.
“Waktu di ratas (rapat terbatas) Gubernur sudah sampaikan ke Presiden juga BPK. Gubernur tetap bertahan pembayaran harus tetap atas dasar perhitungan pajak bukan karena negosiasi atau niat baik Freeport. Karena ini harus paten, dan kita lampirkan,”jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe pada Pidato Akhir Tahun 2018 dan Menyambut Tahun 2019 di ruang kerjanya di Gedung Negara, Dok V Atas, Jayapura, Sabtu (29/12) menjelaskan, pihaknya telah menyampaikan kepada manajemen PT.Freeport, agar berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebelum membayar dana kompensasi PAP Rp 1 triliun, agar tak menabrak aturan hukum.
“Freeport harus ke KPK dan BPK dulu. Jangan sampai Pemprov dianggap kompromi,” tegas Gubernur.
Di sisi lain, gubernur menambahkan, Pemprov Papua akan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang baru soal PAP Freeport.
Gubernur mengatakan, jika sebelumnya dalam Kontrak Karya, PT.Freeport hanya dikenakan Rp 10, lalu kemudian pada Pergub 2011 hanya sebesar Rp 1.200. Maka kemungkinan dalam Pergub yang baru akan dikenakan Rp 800 atau Rp 900. “Ke depan Pergub yang baru kita buat apakah Rp 900 atau Rp 800, yang akan jadi lampiran dalam Kontrak Karya yang baru,” ujarnya.
Diketajui, berdasarkan keputusan pengadilan pajak untuk PAP 2011 hingga 2015, Freeport harus membayar pajak ditambah denda 100 persen yakni mencapai Rp6 Triliun. Atas putusan tersebut, freeport mengajukan peninjauan kembali dan Mahkamah Agung akhirnya memenangkannya.
“Kalau itu di negosiasi dia harus mengikuti yang diputuskan oleh pengadilan pajak menghitung secara rill dan perhitungan sesuai keputusan pengadilan pajak. Sehingga serta merta ditawarkan bervariatif (nilai kompensasi) naiknya signifikan. Pertama mereka (freeport) tawarkan Rp800 juta, lalu naik Rp900 juta, kemudian Rp1,1 triliun hingga terakhir Rp1,2 triliun. Namun gubernur tetap kukuh tidak mau menerima uang hasil negosiasi tersebut. Sebab semuanya harus dibayarkan atas dasar pajak,”tegasnya.