Pasific Pos.com
Ekonomi & BisnisHeadline

Moeldoko : Saatnya Petani Sawit Menjadi Pelaku Utama Rantai Pasok CPO

Kepala Staf Kepresidenan RI Dr. Moeldoko menerima audensi perwakilan petani sawit swadaya, di gedung Bina Graha Jakarta, Jum’at (22/4).

Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan RI Dr. Moeldoko menegaskan, sudah saatnya petani sawit menjadi pelaku utama rantai pasok CPO untuk produksi minyak goreng dan biodiesel. Moeldoko menyampaikan ini, saat menerima perwakilan petani sawit swadaya berkelanjutan, di gedung Bina Graha Jakarta, Jum’at (22/4).

“Petani sawit jangan hanya bisa tanam , menunggu hasil panen, dan jualan saja. Sudah waktunya jadi pelaku utama dan terlibat dalam rantai pasok CPO,” tegas Moeldoko.

Moeldoko mengatakan, petani sawit swadaya harus mau berubah dan terus meningkatkan kemampuan produksinya. Sehingga bisa menghasilkan bahan baku yang berkualitas. Yang tak kalah pentingnya, kata kata dia, petani sawit swadaya perlu membentuk sebuah korporasi atau badan usaha, agar memiliki kekuatan dan nilai jual dalam industri pengolahan sawit.

“Sesuai arahan bapak Presiden, petani harus memiliki lima hal. Yakni, berkelompok, berkoperasi, membangun korporasi, memiliki sarana usaha pasca panen, dan memahami marketing. Ini penting, agar petani tidak hanya kebagian capek dan lelah saja,” kata Moeldoko.

Menanggapi hal itu, Rukaiyah Rafik perwakilan petani mengungkapkan, saat ini ada dua koperasi petani swadaya, yakni di Kalimantan Tengah dan Jambi mulai menginisiasi pabrik CPO, dan direncanakan bisa berkembang menjadi pabrik minyak goreng.

“Ini butuh dukungan dari semua pihak agar prosesnya lebih cepat dan mendapat dukungan pendanaan dari program sarpras Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS),” ujar Rukaiyah.

Dalam kesempatan itu, Rukaiyah juga mengklaim, petani sawit swadaya memiliki peran penting dalam menjamin pasokan CPO Indonesia. Dengan mengelola 6,7 hektare dari total luas kebun sawit yang mencapai 16 juta hektare, lanjut dia, petani sawit swadaya telah berkontribusi pada pendapatan pungutan ekspor sebesar 41 persen.

Namun, imbuh dia, pungutan ekspor yang dikelola oleh BPDPKS tersebut, masih belum dirasakan manfaatnya oleh para petani sawit swadaya. “Kami minta Kantor Staf Presiden bisa
memfasilitasi kami untuk bisa terlibat di dalam BPDPKS,” tandasnya.

Menurut Rukaiyah, dengan adanya perwakilan petani sawit swadaya di BPDPKS, diharapkan akan ada dukungan dana untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan-pelatihan, dan pengembangan sarana prasarana perkebunan kelapa sawit yang dikelola petani swadaya.

“Dengan dukungan dana BPDPKS kami bisa melakukan perbaikan kelembagaan, pendataan, sertifikasi ISPO, dukungan PSR (peremajaan sawit rakyat), dan sarpras untuk petani, khususnya petani sawit swadaya,” terang Rukaiyah.

“Kami juga berharap bisa dilibatkan dalam program kemitraan untuk produksi biodiesel,” tambahnya.

Sebagai informasi, petani sawit swadaya saat ini tergabung dalam Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS). Hingga saat ini sudah ada 25 ribu petani yang tergabung di dalamnya. 10 Ribu diantaranya, sudah mendapatkan sertifikat internasional (RSPO). Sisanya, masih butuh dukungan pendampingan untuk bisa menerapkan prinsip-prinsip tata kelola sawit berkelanjutan.