Pasific Pos.com
Papua Barat

Menilai Ilegal, MRPB Tak Akui Perdasus Pengangkatan Anggota DPR Jalur Otsus

Manokwari, TP – DPR Papua Barat telah menetapkan 7 peraturan daerah khusus (raperdasus). Namun, Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) menilai ada 1 dari 7 perdasus, yakni Perdasus tentang Pengangkatan Anggota DPR Papua Barat Jalut Otonomi Khusus (Otsus), status hukumnya ilegal.

Ketua MRPB, Maxsi N. Ahoren menegaskan, pimpinan dan anggota DPR Papua Barat, terutama Badan Pembentukan Daerah (Bapemperda) sudah mengetahui dengan baik proses pembuatan suatu raperdasus hingga ditetapkan menjadi perdasus.

“Terkait penetapan 7 raperdasus, pertama, saya menyampaikan salut dan selamat untuk teman-teman di DPR Papua Barat yang sudah bekerja secara maksimal dan luar biasa profesional,” kata Ahoren kepada para wartawan di kantornya, kemarin.

Diungkapkannya, MRPB mengikuti proses dan mekanisme pembuatan 7 raperdasus hingga ke Kemendagri dengan cara memberi pertimbangan dan persetujuan.

Dijelaskannya, keputusan menetapkan ketujuh raperdasus menjadi perdasus di tangan DPR Papua Barat, tetapi yang disayangkan, sesama orang asli Papua, DPR Papua Barat tidak menghargai, yakni Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001. Sebab, dalam pembahasan, pemberian pertimbangan, dan persetujuan terhadap ketujuh raperdasus itu, pihaknya sudah berupaya maksimal mengutamakan kepentingan orang asli Papua di atas segalanya.

Namun buktinya, kata Ahoren, dalam perjalanan dari pembahasan, pertimbangan, dan persetujuan, DPR Papua Barat mengabaikan semua aspirasi atau pertimbangan yang disampaikan MRPB.

“Setidaknya DPR Papua Barat dapat melihat Perdasus Nomor 6 Tahun 2012, bagaimana kita menghargai Undang-undang Nomor 21, sedangkan sesama orang Papua, kita tidak saling menghargai,” kata Ahoren.

Dia merasa khawatir, Perdasus tentang Pengangkatan Anggota DPR Papua Barat Jalur Otsus yang ditolak MRPB, tidak bisa berjalan, karena tidak mendapat nomor registrasi dari Kemendagri.

Ia menjelaskan, beberapa alasan MRPB menilai Perdasus itu ilegal, karena DPR Papua Barat mengabaikan pertimbangan dan persetujuan yang diberikan MRPB selaku lembaga kultur yang memiliki tupoksi memberikan pertimbangan dan persetujuan.

Kedua, tambahnya, DPR Papua Barat mengabaikan masukkan yang diberikan Kemendagri di Jakarta pada 8 Februari 2019, dimana disarankan untuk mengubah sejumlah pasal dalam raperdasus itu.

“Kalau mereka mengubah memang bagus, tetapi kalau mereka tidak mengubah, saya khawatirkan jangan sampai seperti Perda Kota Injil yang sudah diparipurnakan, tetapi tidak bisa berjalan, karena tidak ada nomor registrasinya,” terang Ahoren.

Menurutnya, perdasus dibuat untuk beberapa tahun ke depan dan untuk kepentingan masyarakat adat, bukan hanya sekali, sehingga penetapannya didasarkan kepentingan. “Kami tidak mau beradu argumen. Kami sangat berterima kasih, 6 perdasus sudah ditetapkan. Kalau yang satu itu ditetapkan karena ada kepentingan, bukan untuk kepentingan masyarakat Papua,” tandas Ahoren.

Dirinya berharap, perdasus yang ditetapkan bisa terimplementasikan dengan baik, termasuk Perdasus tentang Pengangkatan Angggota DPR Papua Barat Jalur Otsus. “Kami tidak akui perdasus yang satu itu, karena tidak ada pembicaraan,” tukasnya.

Dikatakannya, sejak kembali setelah konsultasi bersama Kemendagri di Jakarta, MRPB tidak dilibatkan bersama DPR Papua Barat untuk membicarakan perubahan-perubahan dan masukkan, khususnya menyangkut Perdasus tentang Pengangkatan Anggota DPR Papua Barat Jalur Otsus. [SDR-R1]