Pasific Pos.com
Papua Barat

Masyarakat Adat Kaimana Minta Kenaikan Harga Kayu

Manokwari, TP – Masyarakat Adat Suku Besar Suku Kuri di Distrik Argumi Atas, Kabupaten Kaimana, yakni Kampung Pigo, Kensi, Kooroba, Togarni, Togarni Group, Ergara, meminta Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, merevisi peraturan gubernur (Pergub) nomor 5 tahun 2014 tentang kubikasi kayu.

Permintaan itu, disampaikan Masyarakat Adat kepada anggota Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) dari daerah pengangkatan Kabupaten Kaimana, Edi K. Kirihio, saat melakukan reses masa triwulan pertama tahun 2019, beberapa waktu lalu.

Kirihio mengungkapan, saat melakukan reses di sana, Masyarakat Adat dari suku besar Suku Kuri, mengeluhkan harga kubikasi kayu sebagaimana yang tertuang dalam Pergub nomor 5 tahun 2014.

Kirihio menerangkan, di dalam Pergub nomor 5 tahun 2015 tersebut, harga kubikasi kayu paling tinggi yakni Rp.150.000 per kubik untuk jenis kayu indah, kayu merbau seharga Rp.100.000, sedangkan untuk jenis kayu Meranti per kubiknya seharga Rp.60.000.

“Mereka semua datang menaruh harapan besar kepada MRPB untuk bisa mendorong aspirasi suku besar ini,” kata Kirihio kepada Tabura Pos via telepon, Jumat (5/4).

Masyarakat Adat kata Kirihio, merasa harga kubikasi kayu yang ditetapkan dalam Pergub nomor 5 tahun 2014, tidak sesuai dampak lingkungan yang terjadi dan menyengsarakan Masyarakat Adat, sehingga mereka meminta Gubernur Papua Barat, mengeluarkan pergub baru.

Kirihio mengungkapkan, terkait masalah kubikasi kayu ini, Masyarakat Adat sudah mencoba menemui perusahaan yang beroperasi di Wilayah Adatnya yakni, PT Ukira Sari untuk menaikan harga kubikasi kayu, namun perusahaan dimaksud belum bersedia menaikkan harga dengan alasan masih berpatokan pada Pergub 05 tahun 2014 tersebut.

“Saya juga sudah sampaikan ke manajemen perusahaan bahwa masyarakat adat yang memiliki wilayah adat berhak melakukan pengawasan, sehingga apabila kayu yang mereka ambil di luar kesepakat bersama dapat diketahui masyarakat, Namun, apabila tidak diketahui masyarakat adat, itu namanya sudah pencurian, penggelapan atau yang disebut illegal logging,” ungkap Kirihio.

Kirihio menambahkan, Masyarakat Adat sebenarnya berencana memalang perusahaan kayu yang beroperasi sambil menunggu adanya pergub baru tentang kubikasi kayu yang dikeluarkan Pemprov Papua Barat, hanya saja niat tersebut urung dilakukan karena dikhawatirkan terjadinya gesekan antara Masyarakat Adat dan pihak perusahaan.

“Kami juga sudah bertemu dengan pihak perusahaan dan perusahaan juga sudah bersedia membayar konpensasi kepada masyarakat adat dan membayar harga kubikasi yang baru setelah pergub baru dikeluarkan sesuai permintaan masyarakat adat,” jelas Kirihio.

Ditanya tentang permintaan Masyarakat Adat tersebut, Kirihio mengatakan, MRPB akan segera mengambil langkah-langkah yang lebih cepat agar Gubernur Papua Barat, dapat mengeluarkan pergub baru tentang kubikasi kayu.

“Saya akan membawa aspirasi ini ke provinsi untuk mendorong agar pergub baru dapat dikelurkan,” aku Kirihio.

Anggota Pokja Agama MRPB ini menilai, permasalahan yang terjadi di Wilayah Adat Suku Besar Kuri, menjadi contoh dan pembelajaran untuk Wilayah Adat lainnya yang terdapat perusahaan kayu.

“Itu bisa menjadi sample Suku Kuri menjadi sample untuk semua Wilayah Adat di Papua Barat. Dan Suku Kuri meminta Gubernur mengeluarkan pergub baru tentang kubikasi kayu,” tandas Kirihio.

Kirihio menambahkan, dalam kesempatan itu, dirinya mensosialisasikan Maklumat MRPB tentang pemilhan umum (Pemilu) 2019 yang sebentar lagi akan berlangsung.

Di mana, dalam Maklumat MRPB tersebut, orang asli Papua dianjurkan memilih calon legislatif OAP yang maju di DPR RI, DPD RI.

“Saya juga menyampaikan Maklumat MRPB kepada Ketua Dewan Adat Kaimana bapak Yohan Warbete. Ini saatnya orang Papua pilih orang Papua. Kita tidak bermaksud melakukan tindakan rasisme, tetapi inilah waktunya untuk membangun negerinya sendiri,” tandas Kirihio. [SDR-R1]