Manokwari, TP – Kegiatan Sub-PIN Polio akan dilaksanakan dalam dua putaran. Pertama, akan dilaksanakan pada 1-7 April dan putaran kedua dilaksanakan pada 1-7 Mei 2019.
Target cakupan minimal dari Sub-PIN Polio sebesar 95 persen, dengan maksud untuk memastikan anak-anak usia 0-15 tahun terlindungi. “Menjadi kewajiban kita semua untuk memastikan anak-anak kita terlindungi dari penyakit Polio,” kata Asisten II Sekda Kabupaten Manokwari, Harjanto Ombesapu mewakili Bupati Manokwari, Demas Paulus Mandacan, membuka Pertemuan Sosialisasi dan Advokasi dalam rangka Sub-PIN Polio, Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis dan Kecacingan di Aston Niu Hotel Manokwari, Kamis (28/3).
Kegiatan tersebut sekaligus melaunching pelaksanaan Sub-PIN Polio, Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis dan Kecacingan di Kabupaten Manokwari dan Pegaf.
Selain Polio, katanya, masalah yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah kecacingan. Dimana data menunjukkan bahwa rata-rata 30 persen anak usia sekolah mengalami kecacingan.
Lanjut dia, beberapa jenis cacing tertentu juga dapat mengakibatkan penyakit kaki gajah yang akan mempengaruhi kualitas hidup anak. Oleh karena itu, tindakan pencegahan dan pengobatan sangat penting untuk memastikan cacing-cacing dalam tubuh diberantas.
“Selain itu, kampanye hidup bersih dan sehat harus digalakkan untuk mencegah penularan penyakit kecacingan. Dua hal tersebut mendasari dilaksanakannya sosialisasi dan advokasi dalam rangka Sub-PIN Polio, POPM Filariasis dan Kecacingan tingkat kabupaten tahun 2019,” tegasnya.
Menurutnya, anak dan keluarga merupakan anugerah terbesar dalam kehidupan, karena bersama keluarga akan ditemukan kebahagiaan sejati yang membuat hidup semakin bermakna. Oleh karena itu, merawat dan membangun kehidupan keluarga yang sehat merupakan suatu keniscayaan.
Dia menyebutkan, Pemkab Manokwari mengundang peserta lintas sektor dalam kegiatan itu karena ingat pentingnya peran masing-masing dalam menyukseskan program Sub-PIN Polio, POPM Filariasis, dan Kecacicangan.
Selain itu, yang paling penting adalah perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak untuk hidup sehat. “Kami mohon kepada bapak-ibu semua untuk melaporkan kepada petugas kesehatan jika menemukan anak di bawah usia 15 tahun yang mengalami kelumpuhan mendadak untuk segera ditindaklanjuti,” pintanya.
Ketua Panitia Pertemuan Sosialisasi dan Advokasi, Marthen Rantetampang mengemukakan, pada 27 November 2018 ditemukan satu kasus Polio di Yahukimo, Provinsi Papua dan hingga Maret 2019 telah bertambah menjadi empat penderita. Hal itu mengindikasikan bahwa penyakit Polio semakin bertambah dan ada kemungkinan potensi penularan lintas negara, khususnya pada perbatasan.
“Oleh karena itu, pada pertemuan Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) pada 11-14 Februari 2019 diputuskan bahwa akan dilakukan Sub PIN Polio di Papua dan Papua Barat,” sebutnya.
Masalah kesehatan lain, yakni kecacingan. Data menunjukkan bahwa rata-rata 30 dari 100 anak usia sekolah mengalami kecacingan yang akan menyebabkan anak kekurangan gizi, anemia yang mengakibatkan anak cepat mengantuk dan tidak fokus menyerap pelajaran di sekolah serta akan mengalami gangguan pertumbuhan serta menjadi salah satu penyebab kekerdilan atau stunting.
Pertemuan sosialisasi dan advokasi itu, katanya, untuk mencegah terjadinya penyakit Polio, Filariasis, dan Kecacingan di Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf), serta terlindunginya anak-anak Papua terhadap penyakit Polio, Filariasis, dan Kecacingan.
Selain itu, untuk mewujudkan komitmen bersama antara lintas sektor guna menyukseskan Sub PIN Polio, POPM Filariasis dan Kecacingan di Kabupaten Manokwari dan Pegaf.
“Peserta pertemuan itu, mengundang 112 perwakilan lintas sektor, kepala distrik, kepala sekolah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat dari Kabupaten Manokwari dan Pegaf. Selain itu, juga mengundang 100 perwakilan dari Kabupaten Pegaf,” tukasnya.
Pentingnya anak harus diimunisasi polio juga disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari, Alfred Bandaso, bahwa anak wajib disuntik vaksin polio.
Polio merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang dampaknya bisa menyebabkan anak menjadi lumpuh, bahkan bisa menyebabkan kematian.
“Ini penyebabnya virus, sehingga tidak ada obatnya. Namanya virus tidak ada obatnya,” sebut Bandaso kepada wartawan di Aston Niu Hotel Manokwari, Kamis (28/3).
Dikatakan dia, anak yang divaksin akan mendapatkan dua tetes vaksin, dan lebih pun tidak masalah. Vaksin tersebut, akan menimbulkan kekebalan (imun) pada tubuh.
“Ini cakupan miminalnya 95 persen, sehingga kemungkinan kekebalan secara komunitas akan lebih bagus,” sebutnya.
Untuk anak yang kecacingan, kata dia, makanan yang dimakan akan diserap oleh cacing dalam tubuhnya. Akibatnya, meski banyak makan, anak justru makin kurus.
“Kalau sudah kurus otomatis gizi buruk bisa menyertai. Salah satu penyebab gizi buruk adalah kecacingan. Asupan gizi juga diserap oleh cacing bisa mempengaruhi sel-sel darah, sehingga bisa menyebabkan anemia tau kekurangan sel-sel darah merah,” sebutnya.
“Dampaknya kurang gizi bisa, kemampuan berpikir juga berkurang, di sekolah-sekolah malas-malas,” tambahnya.
Pelaksanaan Sub-PIN Polio sebenarnya baru dilaksanakan pada 1-7 April, namun karena untuk mengejar target yang pernah dicapai pada tahun lalu yakni 95 persen, dan tenaga yang kurang sehingga sudah ada puskesmas yang mendahului melaksanakannya.
Petugas yang diturunkan untuk melakukan Sub-PIN Polio adalah semua tenaga kesehatan, terutama di puskesmas. Bahkan, staf tata usaha pun bisa karena hanya menetaskan ke mulut.
Target 95 persen itu, tambahnya, diperkirakan sebanyak 24 ribu anak dan akan diupayakan untuk dicapai pada dua putaran pelaksanaan Sub-PIN Polio, POPM Filariasis, dan Kecacingan. Untuk ketiga kegiatan dilaksanakan bersamaan dan serentak. (BNB-R3)