Manokwari, TP – Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Manokwari bersama Dinas Perhubungan Provinsi Papua Barat dan BPN Kabupaten Manokwari bersama aparat kepolisian dan pemilik hak ulayat melakukan pengukuran ulang lahan Terminal Wosi.
Pengukuran kembali lahan itu merupakan tindak lanjut atas kesepakatan pertemuan Pemkab Manokwari bersama para pemilik hak ulayat di kantor Bupati Manokwari beberapa waktu lalu. Dimana, Pemkab Manokwari mengalami kendala dalam pembebasan lahan. Sehingga dilakukan pengukuran kembali lokasi terminal sesuai sertifikat yang ada di Pemkab Manokwari.
Kepala Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan (PKP) Kabupaten Manokwari, Albert Simatupang mengatakan, pembangunan Terminal Wosi diprogramkan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Dinas Perhubungan untuk Tahun Anggaran 2019.
Oleh karena itu, kata dia, sesuai arahan dari Gubernur Papua Barat, pembangunan terminal itu harus selesai dalam tahun 2019. “Kalau dalam pengukuran dari titik nol sampai akhir ada di atas tanah itu masyarakat punya, ini yang kita koordinasikan dengan pemegang hak ulayat setelah itu disampaikan ke Pak Bupati,” ujarnya.
Selain itu, jika semuanya sudah diukur dan masih ada lahan yang dibutuhkan lagi untuk pembangunan terminal itu, maka akan diukur lagi dan akan dibebaskan oleh Pemkab Manokwari.
Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Manokwari, Andris Menanti mengatakan, pengukuran lahan itu bukan pengukuran baru, namun pengukuran untuk pengembalian batas. “Jadi kita tetapkan batas sesuai sertifikatnya,” ujar dia.
Menurutnya, setelah pengukuran akan dilihat ada tidaknya lahan masyarakat pemegang ulayat yang belum masuk dalam sertitikat. Jika ada, maka akan diidentifikasi dan diinventarisasi untuk disampaikan kepada Pemkab Manokwari.
“Jadi ini sebenarnya bukan pengukuran kembali tapi pengembalian batasnya, dan ini bukan pengukuran baru tapi pengembalian batas. Nanti yang dipermasalahkan masyarakat kira-kira posisinya di mana. Di luar dari sertifikat ini luasnya sudah diketahui kemudian yang menurut masyarakat yang masuk ini kemudian diukur luasnya lagi untuk disampaikan ke pemda agar diselesaikan dengan masyarakat,” katanya.
Jika setelah pengukuran ada bangunan milik warga masuk dalam lokasi, menurutnya, akan diselesaikan warga dengan Pemkab Manokwari. Namun, lanjutnya, yang dilakukan saat itu adalah pengukuran untuk pengembalian batas sesuai sertifikat pemda.
“Yang nanti dipersoalkan oleh masyarakat posisinya di mana, jadi kita tetapkan dulu di lokasi ini, sehingga sesuai data yang sesuai sertifikat, karena di lokasi ini ada juga tanah yang belum bersertifikat. Yang dimasalahkan oleh masyarakat adat, mungkin belum diselesaikan. Setelah data lengkap kita sajikan, pemda lihat mana yang belum diselesaikan untuk diselesaikan kepada masyarakat,” tukasnya.
Staf Khusus Bupati Manokwari Bidang Hukum, Jimmy ell mengatakan, lahan Terminal Wosi sudah ada sertifikatnya. Namun, pengukuran itu untuk memastikan kembali batas-batasnya.
Dalam pengukuran kemarin, masyarakat pemilik hak ulayat di lokasi pembangunan Terminal Wosi menolak memasukkan bangunan los penjualan pakaian bekas dan barak dalam lokasi pembangunan terminal.
Penolakan itu dilakukan karena masyarakat pemilik hak ulayat menjadikan los penjualan pakaian bekas dan barak sebagai sumber pendapatan.
Salah satu pemilik hak ulayat, Helena Insen mengatakan, pihaknya setuju melakukan pengukuran kembali lokasi Terminal Wosi. Pihaknya, juga mendukung pembangunan terminal tersebut. Bahkan, Ia juga tak mempersoalkan adanya bangunan milik warga yang terkena dampak pengukuran kembali itu.
Hanya saja, kata dia, untuk los penjual pakaian rombengan atau pakaian bekas dan sejumlah barak di lokasi itu, tidak boleh masuk dalam lokasi pembangunan terminal. Sebab, los pasar dan barak itu merupakan sumber pendapatan masyarakat pemegang hak ulayat.
“Kalau untuk barak yang sana dan cakar bongkar (los penjual pekaian bekas) tidak bisa diukur. Dari pertama kali sudah dilarang. Dari awalnya biar dorang (mereka) ukur saya berdiri tetap, tidak akan dikasih izin untuk cakar bongkar dan barak. Tidak,” tegasnya.
Menurutnya, pemilik hak ulayat mencari hidup dari penyewaan lapak penjual pakaian bakas dan barak tersebut. “Cuma barak dan cakar bongkar saja yang tidak boleh,” sebutnya.
Dia mengatakan, pemilik hak ulayat mendukung program pembangunan Terminal Wosi, namun jika penggantian ganti rugi dilakukan sekaligus bisa diterima. Tapi jika dilakukan bertahap, pihaknya akan kesulitan membiayai hidup.
“Kalau satu kali bayar bisa kita terima, tapi kalau setiap hari setiap bulan kita mau makan bagaimana. Anak-anak, cucu bagaimana?” imbuhnya.
Pemilik hak ulayat lainnya, Mariana Insen juga mengatakan, jika pihaknya menyerahkan lahan lainnya kepada pemerintah untuk pembangunan terminal. Namun, untuk los pakaian bekas dan barak tidak diserahkan kepada pemerintah.
“Nanti kalau pemerintah ambil semua nanti tong (kami) tinggal untuk nonton saja, jadi itu sendiri pakai untuk usaha, kasih orang sewa dan setiap bulan dapat penghasilan. Kalau kasih semua ke pemerintah, sudah tidak jadi milik lagi. Jadi itu sudah bagi. Jadi itu saya dengan adik sudah bagi dan berikan pada mereka. Pemerintah boleh ambil lahan yang ada untuk pembangunan terminal itu, tapi untuk barak dan los pakaian bekas, tidak boleh diambil,” tegasnya.
Pantauan Tabura Pos, masyarakat sempat menolak patok dipasang di lokasi los pakaian bekas. Setelah diberikan penjelasan oleh Kepala Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan (PKP) Kabupaten Manokwari, Albert Simatupang, barulah para pemilik hak ulayat setuju patok dipasang di lokasi.
Kepada para pemilik hak ulayat, Simatupang mengatakan bahwa meski patok dipasang di lokasi itu, belum tentu los pakaian bekas itu akan dibongkar. Pemasangan patok itu untuk mengetahui bangunan mana saja yang masuk dalam lokasi terminal.
Hasil pengukuran dan bangunan yang masuk dalam lahan terminal itu akan disampaikan kepada Bupati Manokwari. Untuk diketahui, tanah milik Pemkab Manokwari untuk pembangunan terminal yang diukur ulang mencakup semua los pakaian bekas. Setelah dilakukan pengukuran oleh petugas BPN Kabupaten Manokwari, titik batasnya jauh di belakang los pakaian bekas. “Sebagaimana tadi masyarakat sampaikan bahwa pada prinsipnya mereka mendukung program pembangunan terminal ini, tetapi dua titik ini, cakar bongar dengan barak ini los-los ini mereka tidak mau dibebaskan. Oleh karena itu, kita akan ukur kembali. Apabila cakar bongkar ini ada di atas tanah pemerintah, itu akan kita selesaikan secara kekeluargaan,” ujar Simatupang.
Setelah pengukuran, kata dia, Pemkab Manokwari akan menggelar pertemuan dengan pemegang hak ulayat untuk menyampaikan hasilnya dan diselesaikan secara kekeluargaan.
“Intinya kita selaku staf kita akan sampaikan semuanya kepada Pak Bupati. Pak Bupati akan selesaikan, modelnya bagaimana menunggu petunjuk dari Pak Bupati setelah kami laporkan,” tukasnya.
Untuk diketahui, sesuai sertifikat yang ada di Pemkab Manokwari, lahan Terminal Wosi seluas 43.643 meter persegi. (BNB-R3)