Pasific Pos.com
Lintas Daerah

Kultur Budaya, Mimika Bukan Bagian Dari Wilayah Adat MeePago

Timika, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Matea Mamoyao mengatakan, persoalan status wilayah adat masyarakat Kamoro  yang saat ini masuk ke wilayah Mee-Pago perlu diperjuangkan oleh Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) agar bisa dikembalikan kepada wilayah asalnya Bomberay setelah adanya rekomendasi dari masyarakat pada saat Musyawarah Adat (Musdat).

“Mimika tidak masuk dalam wilayah Mee Pago,” kata Matea Mameyao ketika diwawancarai Pasific Pos di MPCC, Rabu (10/4).

Menurutnya, apabila dilihat dari kultur budaya sangat berbeda dengan masyarakat yang berada di wilayah Mee-pago, sehingga perlu dikembalikan kepada wilayah adat semula yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Kamoro yakni (3S) Sagu, Sampan, Sungai.

“Berdasarkan kultur budaya yang berbeda dengan saudara-saudara kita di wilayah pegunungan, jadi harus dikembalikan kepada wilayah adat yang sesuai dengan kultur budaya dari masyarakat adat itu sendiri,” terangnya.

Ia menjelaskan, menyikapi hal tersebut, dirinya selaku anggota dewan perwakilan masyarakat Mimika telah membicarakan hal tersebut serta berkoordinasi dengan Karo Hukum Setda Provinsi Papua, dan Bappeda Provinsi Papua agar melihat kembali status wilayah adat masyarakat Kamoro.

“Saya sebagai wakil dari Mimika juga bicara dengan Pemprov dalam hal ini Karo hukum, Bappeda untuk tolong telusuri masalah ini, karena ini masalah dasar yang berbicara tentang masyarakat adat dan kulturnya,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan kebanggaannya terhadap masyarakat Kamoro yang telah mengerti akan jati dirinya yang mana berdasarkan kultur budaya serta cara hidup sangat berbeda dengan masyarakat yang berada di wilayah pegunungan yakni Mee Pago, sehingga aspirasi tersebut yang akan diperjuangkan oleh Lemasko dan juga dirinya di tingkat Provinsi.

“Saya sangat senang karena masyarakat adat mulai mengerti akan jati diri mereka tentang kultur yang tidak sama dengan wilayah Mee Pago, dan menurut saya ini aspirasi yang baik untuk dibahas didalam Musdat,” ungkapnya.

Sementara itu Anggota MRP Amatus Satipits mengungkapkan hal yang sama, bahwa Mimika merupakan bagian dari Asmat dan Kaimana yang memiliki satu moyang, sebagai contoh orang Kamoro dan orang Asmat sering disebut Manoway (orang yang sangat ditakuti, beringas karena sering memakan manusia).

“Kami orang (Mimika dan Asmat) itu tersendiri, kami paling ditakuti, atau orang Manoway orang beringas yang makan manusia sejak asalnya,” kata Amatus.

Oleh sebab itu untuk membuktikan kepada pihak pemerintah bahwa Mimika bukan bagian dari wilayah Mee-Pago, atau Marin, yakai, Mutu dan Auyu dan Wambonsimiram karena perbedaan postur tubuh, pakaian adat, tarian adat, lagu adat, tifa, dan cara bertahan hidup, sehingga orang Kamoro dan Orang Asmat merupakan orang Emariwin (orang yang menduduki wilayah pantai selatan Papua).

“Kami juga tahu akan hal itu kedaulatan wilayah adat kami, karena kulturnya sama seperti dayung pukul tifa, tarian jadi kami ini adalah Emariwin (Asmat-Potowayburu) itu artinya orang yang menduduki pesisir di wilayah selatan Papua,” ungkapnya.

Dengan dasar tersebut, anggota MRP perwakilan dari Kabupaten Asmat akan memperjuangkan hal tersebut ke tingkat Provinsi dengan bertemu dengan  Gubernur, DPRP dan MRP maupun ditingkat nasional untuk membicarakan masalah wilayah adat, serta bekerjasama dengan salah satu perguruan tinggi untuk melakukan kajian akademis.

“Kami sudah punya dasar, jadi masalah ini akan kita angkat ke tingkat Regional maupun nasional, jadi untuk membahas itu dari DPRP, MRP dan gubernur yang akan membahas tentang itu dari sisi sejarah, perkembangan, setelah itu akan dikaji oleh akademis disitu baru kita bisa dudukan permasalahan mana yang benar,” ungkapnya. (Ricky).