Pasific Pos.com
Headline

Ketua Komisi III DPR Papua Berpendapat Opini WDP dari BPK Adalah Petaka dan Nestapa

Ketua Komisi III DPR Papua, Benyamin Arisoy, SE, M. Si (foto Tiara).

Jayapura –  Ketua Komisi III DPR Papua bidang Keuangan dan Aset Daerah, Benjamin Arisoy, SE, M.Si berpendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap laporan keuangan Pemprov Papua Tahun Anggaran 2022, merupakan petaka dan nestapa dalam penyelenggaraan Pemerintahan.

Pasalnya kata Politisi Partai Demokrat Papua itu, dalam pemeriksaan laporan keuangan ada empat opini yang dapat diberikan BPK, yakni opini wajar tanpa pengecualian (Unqualified), opini wajar dengan pengecualian (Qualified), opini tidak wajar (Adversed) dan pernyataan menolak untuk memberikan opini (Disclaimer).

Menurutnya, petaka dan nestapa ini karena menurunya opini BPK, yang disebabkan permasalahan signifikan dan menjadi temuan pemeriksaan BPK RI atas LKPD Pemerintah Provinsi Papua TA 2022.

Pertama, Pemprov Papua menyajikan Realisasi Belanja Daerah sebesar Rp. 11,45 Triliun atau 88,72 % dari anggaran sebesar Rp. 12,91 Triliun. Dari nilai Rp. 11,45 Triliun tersebut, diantaranya terdapat realisasi belanja senilai Rp. 1, 57 Triliun yang melampaui anggaran induk.

“Rinciannya, Belanja Barang dan Jasa senilai Rp. 403,70 Miliar, Belanja Hibah senilai Rp. 237,44 Miliar, Belanja Bantuan Sosial senilai Rp.27,54 Miliar, Belanja Modal senilai Rp.566,11 Miliar, dan Belanja Tidak Terduga senilai Rp.141,02 Miliar,” ungkap Benyamin, sapaan akrabnya kepada Pasific Pos, Minggu malam, 14 Mei 2023.

Kedua lanjutnya, atas pelampauan realisasi belanja tersebut, Pemprov Papua telah menetapkan Anggaran Perubahan sesuai Peraturan Gubernur Papua Nomor 55 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Papua Nomor 1 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) TA 2022.

Namun Peraturan Gubernur tersebut tidak melalui persetujuan bersama DPRP dan pengesahan Menteri Dalam Negeri serta pelaksanaan dan substansi belanja tersebut tidak sepenuhnya memenuhi kriteria antara lain yaitu; keadaan darurat termasuk keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Atas permasalahan tersebut, BPK memberikan Rekomendasi Perbaikan untuk ditindaklanjuti oleh Gubernur Papua,” ujar Benyamin.

Dikatakan, tindak lanjut bertujuan, agar mempertanggungjawabkan realisasi belanja yang melampaui anggaran induk sebesar Rp. 1,57 Triliun.

Kemudian mengintruksikan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk menyusun dan membahas Rancangan Perubahan APBD bersama DPRP sesuai dengan jadwal dan tahapan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selai itu, catatan terhadap Temuan hasil pemeriksaan dan Rekomendasi BPK atas LKPD Pemerintah Provinsi Papua TA 2022 tersebut adalah, pada tahun 2022, DPRP tidak melaksanakan Sidang Paripurna DPRP untuk membahas dan memutuskan persetujuan bersama dengan Kepala Daerah terhadap Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (RAPERDASI) tentang Perubahan APBD TA 2022.

Ditegaskan, hal ini terjadi karena telah melampaui batas waktu Pembahasan dan persetujuan bersama antara DPRP dan Kepala Daerah tentang Rancangan Perubahan APBD Tahun berjalan sesuai dengan jadwal dan tahapan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 317 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan bahwa Pengambilan keputusan mengenai rancangan Perda tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh DPRD bersama kepala daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

Sementara itu, pada Tahapan dan Jadwal yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor: 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2022, ditetapkan bahwa Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD oleh Kepala Daerah kepada DPRD Paling lambat minggu II bulan September dan Pengambilan persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah Paling lambat 30 September.

Selain itu juga, Rancangan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran (P-KUA) dan Rancangan Perubahan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (P-PPAS) pada Perubahan APBD TA 2022, telah disampaikan oleh Gubernur Papua kepada DPRP pada Bulan Agustus 2022.
Namun pada saat Pembahasan Rancangan Perubahan KUA dan Perubahan PPAS antara TAPD dan Badan Anggaran (Banggar) DPRP, tidak diperoleh kesepakatan bersama atas kegiatan dan alokasi anggaran yang dituangkan dalam P-KUA dan P-PPAS.

“Proses Pembahasan ini berlarut hingga melampaui batas waktu dan hal ini menjadi bagian dari kelalaian Pimpinan DPR Papua,” bebernya.

Ia mengatakan, walaupun tidak dilakukan Sidang Paripurna DPRP untuk Pengambilan keputusan mengenai persetujuan atas rancangan Perdasi tentang perubahan APBD TA 2022, namun Pemerintah Provinsi Papua telah menetapkan Anggaran Perubahan sesuai Peraturan Gubernur Papua Nomor 55 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Papua Nomor 1 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) TA 2022 untuk mengakomodir realisasi belanja senilai Rp. 1.57 Triliun yang melampaui anggaran induk APBD TA 2022. Penetapan Peraturan Gubernur Papua Nomor 55 Tahun 2022 untuk mengakomodir Anggaran Perubahan ini, bertentangan dan menyalahi atau tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Pada Pasal 317 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah di tetapkan: Apabila DPRD sampai batas waktu sebagai mana dimaksud pada ayat (2) tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan Perda tentang perubahan APBD, maka kepala daerah dapat melaksanakan pengeluaran yang dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan,” jelas Benyamin Arisoy.

Menurut Benyamin, tahun Anggaran berjalan yang dimaksudkan adalah Anggaran Induk APBD TA 2022. Karena itu jika realisasi belanja melampaui anggaran induk, maka hal ini melanggar aturan.

Dengan demikian tuturnya, dapat dibuat kesimpulan sekaligus pertanyaan, apakah DPRP terutama Pimpinan DPRP telah lalai dalam mengawal efektifitas dan ketepatan waktu Pembahasan dan persetujuan bersama terhadap Rancangan Perubahan APBD TA 2022 yang telah disampaikan oleh Gubernur Papua dalam Sidang Paripurna DPRP.

“Mengapa dan ada kepentingan apa, sehingga Pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2022 di DPRP tidak mendapatkan persetujuan dan melampaui waktu yang akhirnya tidak dapat ditetapkan dalam Sidang Paripurna DPRP?,” katanya.

Selain itu tekannya, Gubernur Papua juga telah menyalahi aturan dengan menetapkan Peraturan Gubernur Papua Nomor 55 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Papua Nomor 1 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) TA 2022 karena tidak ada Persetujuan bersama antara Gubernur Papua dan DPRP yang ditetapkan dalam Sidang Paripurna DPRP.

Pertanyaannya, mengapa dan ada apa sehingga TAPD Pemerintah Provinsi Papua yang mengetahui bahwa tidak ada Sidang Paripurna DPRP untuk membahas dan menyetujui Rancangan Perdasi Perubahan APBD TA 2022, namun menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2022 untuk mengakomodir realisasi belanja senilai Rp. 1,57 Triliun yang melampaui anggaran belanja induk APBD TA 2022?
Pemberian Opini WDP oleh BPK RI atas LKPD Pemerintah Provinsi Papua TA 2022 ini merupakan PETAKA bagi Kinerja Pemerintah Provinsi Papua dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, karena sebelumnya, selama 8 (delapan) tahun berturut-turut sejak tahun 2014, Opini BPK RI atas LKPD Pemerintah Provinsi Papua selalu mendapatkan Opini WAJAR TANPA PENGECUALIAN (WTP).

“Kondisi ini sungguh memprihatinkan dan menjadi NESTAPA, karena upaya untuk mendapatkan Opini WTP atas LKPD Pemerintah Provinsi Papua merupakan usaha dan kerja keras oleh aparat Pemerintah Provinsi pada tahun-tahun sebelumnya. Sangat disayangkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya Opini WTP menjadi Opini WDP, dikarenakan tidak adanya pemahaman dan ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” cetusnya.

Benyamin pun menilai, dalam perjalanan sejarah DPR Papua, baru kali ini DPRP tidak mampu melaksanakan Sidang Paripurna untuk membahas dan menyetujui Rancangan Perdasi Perubahan APBD bersama dengan Gubernur Papua karena sarat kepentingan dan melampaui batas waktu.

Demikian halnya, Pemerintah Provinsi Papua yang mengetahui bahwa tidak ada Sidang Paripurna DPRP untuk membahas dan menyetujui Rancangan Perdasi Perubahan APBD TA 2022.

“Tapi atas ketidaktahuannya atau kesengajaannya telah semberono menetapkan Peraturan Gubernur Papua Nomor 55 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Papua Nomor 1 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) TA 2022,” tekannya.

Untuk itu, legislator Papua ini menegaskan, opini WDP atas LKPD Pemerintah Provinsi Papua TA 2022 telah membuat PETAKA dan menjadi NESTAPA dalam penyelenggaraan Pemerintahan, terutama Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah oleh Unsur Penyelenggara Pemerintahan di Provinsi Papua, termasuk DPRP. (Tiara).