Manokwari, TP – Ketua DPD Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Provinsi Papua Barat, Yohanes Akwam meminta Presiden Indonesia mencabut Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 menjelang Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei 2019.
“Presiden Joko Widodo harus mencabut PP No. 78, bukan direvisi,” kata Akwam kepada Tabura Pos via ponselnya, Senin (29/4).
Pasalnya, PP No. 78 itu bertentangan dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Buruh, dan Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat.
Diungkapkannya, sejak 1982 di zaman Orde Baru, serikat pekerja dilibatkan dalam survei pasar untuk menentukan nilai kebutuhan fisik minimum (KFM), kemudian berunding untuk menentukan besaran upah minimum, salah satunya dengan acuan hasil survei tersebut.
Menurut Akwam, hal itu tidak terjadi lagi apabila PP No. 78 diberlakukan, karena yang menetapkan besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi adalah pemerintah berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Intinya, PP tentang Pengupahan itu merupakan kebijakan yang memiskinkan buruh dan mengancam demokrasi dalam hal kebebasan berserikat,” kata Akwam.
Ditegaskannya, yang sekarang dibutuhkan adalah tripartid Pancasila, dalam konteks perlindungan hak-hak rakyat dan tenaga kerja demi kesejahteraan rakyat, bukan kapitalis, dimana pemerintah dan pengusaha ingin menang sendiri. [CR46-R1]