NABIRE – Walaupun sampai saat ini belum ada kepastian dan penetapan anggota DPRD Kabupaten Nabire periode 2019-2024 yang terpilih masuk kursi parlemen, namun dari sejumlah informasi yang beredar mengenai nama-nama Calon Legislatif (Caleg) yang berhasil meraih suara terbanyak di DPRD Nabire, keterwakilan perempuan di kursi rakyat dinilai masih sangat minim.
Sejak dahulu memang keterwakilan perempuan di kursi rakyat baik dari tingkat pusat hingga daerah masih minim. Persoalan ketimpangan gender ini tercermin jelas lewat rendahnya keterwakilan perempuan di kursi legislatif, bayangkan, dari 151 Caleg perempuan, informasinya hanya tiga yang lolos ke gedung bundar DPRD Nabire.
Seperti dilansir dari laman media online, Nabire.net menyebutkan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi perempuan lahir melalui penyempurnaan Undang Undang nomor 2 tahun 2008 yang mengharuskan partai politik untuk menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam pendirian maupun kepengurusan di tingkat pusat.
Selanjutnya UU nomor 10 tahun 2008 lebih menegaskan bahwa partai politik baru dapat mengikuti Pemilu setelah memenuhi persyaratan menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat hingga daerah.
Selain itu, partisipasi perempuan juga diatur dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Walaupun partisipasi perempuan mencalonkan diri mengalami peningkatan sejak Pemilu 2004, namun hal itu tidak serta membuat mereka langsung duduk di kursi legislatif.
Seperti contoh di Kabupaten Nabire, pada Pemilu Legislatif 2019, jumlah Caleg perempuan dari 16 partai politik yang mengikuti Pemilu 2019 tercatat sebanyak 151 orang dari 397 Caleg atau 38%, yang tersebar di 4 Daerah Pemilihan (Dapil). Tentu angka ini cukup menggembirakan.
Namun setelah pemilihan selesai, dari 151 Caleg perempuan, hanya 3 Caleg yang jumlah suaranya cukup untuk mengantarkan mereka ke kursi DPRD Nabire. Ketiganya masing-masing Katherin Maruanaya, Yurmina Monei dan Merci Kegou.
Itu artinya hanya 12% keterwakilan perempuan di DPRD Nabire, jauh dari 30% sesuai UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Padahal keterwakilan perempuan di legislatif sangatlah penting, karena penyusunan peraturan di berbagai sektor juga terkait dengan perempuan.
Menurut Siti Nurul Hidayah peneliti, alumnus UIN Sunan Kalijaga, dalam tulisannya di Detik.com, faktor penting yang mempengaruhi rendahnya partisipasi perempuan dikursi dewan adalah faktor ‘Patriarki’.
Kuatnya paradigma patriarki di Indonesia cenderung melemahkan keseteraan perempuan.
Menurut dia, perempuan dicitrakan sekaligus diposisikan sebagai pihak yang tidak memiliki otonomi dan kemandirian di semua bidang, termasuk politik. Faktor Patriarki juga diperkuat dengan tradisi budaya dan penafsiran agama, sehingga patriarkisme langgeng di seluruh kehidupan masyarakat Indonesia.
Pemilu mendatang sepertinya masih meyajikan hasil, bahwa Caleg perempuan yang terdaftar, hanyalah pelengkap saja untuk memenuhi sebuah persyaratan yang berujung beban bagi partai sehingga hasilnya mayoritas berakhir sebagai pelengkap penderitaan Caleg laki-laki yang juga tak terpilih di Dapil itu.(wan/ist)