14 Kursi Sepakat Berpegang Teguh Pada Kewenangan Gubernur Papua
Jayapura, - Merasa belum diberhentikan secara resmi, Anggota DPRP melalui mekanisme pengangkatan sepakat berpegang teguh pada surat Gubernur Papua yang diajukan ke Depdagri.
Anggota 14 kursi DPR Papua, Timotius Wakur mengatakan, jika 14 kursi merupakan kewenangan penuh gubernur Papua.
Diakui, jika partai politik itu ada pimpinan dan kepanjangan tangan dari partai politik, yaitu ada Fraksi di DPRP. Sehingga dewan adat DPR Papua yang dari pengangkatan yang memegang kendali utama adalah gubernur Papua.
"Jadi kami sepakat berpegang teguh pada surat gubernur yang sudah diajukan ke Depdagri. Sekalipun kemarin Dirjen Otda membuat surat ke provinsi dan itu bikin kacau semua, sehingga kami anggap itu seperti biasa saja," kata Perwakilan Dewan Adat Lapago, Timotius Wakur kepada Wartawan di Jayapura, Selasa (26/11/19).
Menurutnya, hingga detik ini anggota DPR Papua 14 kursi belum di berhentikan secara resmi, sebab SK pemberhentian belum ada. Karena SK pemberhentian yang diajukan gubernur belum keluar dari Mendagri. Ini artinya belum ada SK pemberhentian.
"Yang kemarin itu, surat dari Dirjen Otda, pemberitahuan. Surat pemberitahuan tidak bisa memberhentikan jabatan politik. Jadi harus bisa dibedakan. Itu pemberitahuan kepada gubernur untuk menyelesaikan administrasi supaya seleksi ini segera jalan," jelasnya.
Apalagi kata Timo Wakur, SK pemberhentian itu mekanismenya beda, harus ada tandangan Menteri, bahwa dengan ini para anggota 14 kursi diberhentikan dengan hormat dan harus dilakukan dalam sidang paripurna pula. Bukan hanya sebuah surat.
"Kami bukan pegawai perusahaan yang diberhentikan secara sepihak dengan surat begitu saja, tidak bisa. Jadi karena dilantik secara paripurna maka diberhentikan pula secara paripurna," tegas Timotius Wakur.
Bahkan kata Wakur, Dirjen Otda tidak memahami kekhususan di Papua. Padahal pihaknya tidak ikut dalam UU MD3 yang secara nasional, karena itu untuk partai politik. Apalagi UU Otsus pasal 6 ayat 2 yang berbunyi bahwa anggota DPRP terdiri dari, dipilih melalui melalui Pemilu dan diangkat melalui dewan adat.
"Tidak serta merta dengan partai politik dan jika ada SK pemberhentian, maka tidak boleh ada kekosongan hukum disini. Tidak boleh ada kekosongan jabatan karena kami Otonomi Khusus," tandasnya.
Sehingga lanjut Wakur, apapun alasannya, 14 kursi harus ada. Di Papua Barat anggota DPRP 14 kursi belum diberhentikan sampai Januari. Tapi di Papua malah diberhentikan dengan sebuah surat.
"Jadi kami anggap surat pemberhentian itu tidak sah.Harus SK. Karena surat pemberhentian yang diajukan oleh gubernur, maka kembalikan juga surat pemberhentian dengan melampirkan nama-nama yang diberhentikan dengan hormat. Karena kami dilantik dengan hormat melalui sidang paripurna," tekannya.
Timo Wakur mengungkapkan, jika pihaknya juga telah berkomunikasi dengan Dirjen Otda dan Menteri Dalam Negeri dan akan turun pada 27-28 untuk kita lakukan audance dengan berbagai pihak.
"Jadi kami tetap masuk kantor lakukan tugas-tugas konstituen kami di DPRP seperti biasa. Karena kami tidak bisa diberhentikan begitu saja. Sebab sekarang kami ada pegang SK pelantikan resmi, sehingga SK pemberhentian juga harus ada kan," pungkasnya. (TIARA)
Artikel lainnya dari Pasific Pos.com
- JBR Diminta Jelaskan Nama Oknum Yang Sudah Menghambat Paripurna
- BP Jamsostek : Potensi Peserta Mandiri di Papua Mencapai Ratusan Ribu Orang
- BP Jamsostek Meningkatkan Manfaat untuk Peserta, Ini Besarannya
- Kepala BI Papua : Kebutuhan Uang Tunai Meningkat 10 Persen
- BI : Tiga Kata Kunci Memperkuat Ketahanan dan Pertumbuhan Ekonomi
Tinggalkan Komentar
Yang bertanda bintang (*) wajib diisi. Kode HTML tidak diijinkan.