Manokwari, TP – Saat ini banyak orang berjuang secara instan menjadi pemimpin dan politikus. Dan karena menghalalkan segala cara, ketika menjadi pemimpin mereka malah terjerat korupsi sehingga ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
“Dan kadang-kadang Pak Asisten (Asisten I Sekda Kabupaten Manokwari) kalau kita ceramah seperti ini kadang-kadang ‘ini bukan tentang saya, lupa’. Saya sering ceramah seperti ini kemudian kasus-kasus banyak karena tidak menyadari apa yang disampaikan ini menyangkut dirinya. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama,” tutur Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK, Giri Suprapdiono di aula Unipa, baru-baru ini.
Dia juga mengungkapkan bahwa korupsi dilakukan oleh orang-orang pintar. Bahkan, menurutnya, lebih dari 60 persen pelaku korupsi berpendidikan S2 dan S3.“Ini karena dilakukan secara sadar. Alasannya kadang sederhana, misalnya gaji sebagai bupati tidak cukup,” katanya.
Oleh karena itu, katanya, perguruan tinggi sebagai lembaga yang melahirkan masyarakat ilmiah punya tanggung jawab. Perguruan tinggi harus menjadi lingkungan yang ideal bagi mahasiswa.
“Kita mengajarkan pembelajaran antikorupsi, tapi kadang dia (mahasiswa) melihat dosennya ke kampus dengan Alphard, padahal gajinya berapa. Mahasiswa yang kritis akan mempertanyakan itu,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, hal yang tersulit dalam pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi adalah menciptakan perguruan tinggi sebagai lingkungan ideal untuk belajar.
Dia menerangkan, salah satu faktor pemicu korupsi adalah menggunakan uang sendiri untuk kegiatan kantor.
“Itu tidak boleh terjadi, semua kegiatan kantor dibiayai dengan uang kantor. Orang membayari kantor nggak boleh karena biasa bayarin kantor akan ambil duit dari kantor,” tukasnya. (BNB-R3)