Pasific Pos.com
Papua Barat

Hutan Lindung Berganti Pemukiman, Jangan Sampai Banjir Sentani Terjadi di Manokwari

Manokwari, TP – Hutan lindung Wosi-Rendani sebagai daerah serapan air sudah tidak ada dan telah berganti menjadi areal permukan.

Melihat kondisi tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Manokwari, Dr. Yonadap Sraun khawatir akan mengalami musibah yang sama seperti di Sentani Jayapura.

“Orang tebang di atas, bangun jalan, tunggu saja waktu, terutama kita yang tinggal di Wosi dalam ini harus hati-hati sudah, tinggal tunggu waktu saja,” ujar Yonadab Sraun kepada Tabura Pos di ruang kerjanya, Kamis (4/4).

Menurutnya, hutan lindung Wosi-Rendani dulu ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda dan sampai sekarang belum diubah. Namanya hutan lindung, katanya, tidak dapat diganggu untuk kepentingan apapun.

“Tapi kenyataan kan setelah ada jalan, di mana-mana setelah ada jalan orang akan akses dengan mudah,” katanya.

Polisi kehutanan, lanjutnya, kemungkinan sudah berusaha mencegahnya. Namun, tidak bisa karena masyarakat mengklaim sebagai miliknya.

“Sekarang pohon-pohon jati yang tadah air sudah tidak ada, air jatuh bebas dan mengalir ke mana-mana. Apalagi, sekarang orang bikin pertokoan, masih lebih baik kalau dia pasang paving block supaya air bisa meresap, kalau sudah semen, air terbuang ke mana-mana,” ujarnya.

Dia menuturkan, banjir besar sudah pernah terjadi di Kota Manokwari sekitar tiga tahun lalu. Saat itu, salah satu rumah mewah milik warga Wosi hancur. “Jangan jauh-jauh, kantor bupati, DPRD, Mako Brimob dulu itu hutan lindung Wosi-Rendani, sekarang kalau hujan besar dia meluncur bebas sampai masuk bandara. Dan, bandara sudah beberapa kali banjir, apalagi parit yang dibuat ini parit  kecil yang tidak bisa menampung air yang jatuh bebas,” sebutnya.

Dia menyebutkan, karena sudah tidak ada hutan yang dapat menyerap air, kemungkinan banjir melanda Kota Manokwari besar sekali. Oleh karena itu, masyarakat harus berhati-hati.

Dia mengemukakan, pembangunan berwawasan lingkungan yang didengungkan selama ini hanya lip service belaka. Sebab, dalam pelaksanaanya tidak ada. Dan, menurutnya, jika terjadi hujan lebat dengan durasi waktu yang lama, maka daerah Wosi dan Rendani sangat rawan dilanda banjir. Apalagi, kata dia, dari arah bekas hutan lindung ke daerah Wosi-Rendani kemiringannya cukup besar.

“Wosi-Rendani itu termasuk Lembah Hijau, itu juga masuk daerah rawan, suatu saat kalau hujan bisa seperti Sentani,” sebutnya.

Ditanya sarannya untuk mencegah terjadinya banjir, dia mengatakan, saat ini ibarat “nasi sudah menjadi bubur”karena hutan lindung sudah berganti menjadi daerah permukiman yang bisa dilakukan sekarang hanya menjaga kebersihan lingkungan.

“Jangan buang sampah sembarang, parit-parit yang masih kecil kita sama-sama perhatikan supaya kasih lebih lebar supaya bisa menampung air limpasan dari gunung-gunung, gorong-gorong juga diperhatikan supaya air bisa mengalir bebas,” sebutnya.

Dia juga meminta masyarakat melakukan reboisasi dengan menanam kembali daerah-daerah yang telah “gundul’.

“Bisa menanam pohon apa saja supaya hujan turun masih ada tanaman penyangga. Dengan demikian, air jatuh pelan-pelan. Terus saran juga kepada semua pengusaha toko, kalau membangun jangan di halaman itu dibikin semua dengan semen, pakai paving block saja supaya ada celah dan air bisa meresap ke dalam tanah,” tukasnya. (BNB-R3)