Herman A. Koedoeboen : Kami Yakin Hakim Putuskan Sesuai Fakta Persidangan

Jayapura,- Kuasa hukum terdakwa, Herman A Koedoeboen, SH, sangat optimis dan yakin bahwa Majelis Hakim yang menyidangkan kliennya akan berpatokan pada fakta – fakta selama persidangan.

Terdakwa Direktur Utama PT. Karya Mandiri Permai, Paulus Johanis Kurnala alias Chang, terjerat kasus dugaan korupsi pengerjaan konstruksi pembangunan sarana dan prasarana aerosport-lanjutan (Otsus) pada Dinas PUPR Kabupaten Mimika Tahun Anggaran 2021, yang memiliki nilai kontrak sebesar Rp79.340.000.000. Proyek ini berlokasi di SP V Kabupaten Mimika, Papua Tengah yang digunakan untuk lomba aeromodeling dalam rangkaian PON XX Tahun 2021.

Kepada wartawan usai sidang, Rabu (3/12/2025), dengan agenda sidang mendengarkan nota pembelaan atau pledoi, pengacara Herman Koedoeboen menyinggung soal tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya.

Dikatakannya pihaknya menguraikan dalam Analisa fakta bahwa seluruh yang didakwakan tidak terbukti. Yang tidak terbukti bahwa pertama volume didasarkan atas ahli penghitungan yang diperoleh orang yang punya latar belakang Pendidikan adalah manajemen konstruksi.

“Sebagai ahli manajemen konstruksi, dia tidak memiliki keahlian berdasarkan UU Pasal 1 angka 28 KUHAP, dia tidak memiliki kompetensi untuk melakukan penghitungan tentang kubikasi atau ketebalan tanah,” ujarnya.

Sementara itu untuk membuktikan kliennya tidak melakukan kesalahan, pihaknya mengajukan ahli Geologi Teknik yang adalah ahli memiliki pengetahuan dan ahli yang tepat dalam mengukur ketebalan atau kubikasi tanah. Sehingga disimpulkan dari aspek Teknik maka ahli daripada yang diajukan Jaksa tidak memiliki nilai pembuktian sebagai Scientific evidence.

Sementara ahli yang diajukan kuasa hukum memiliki kompetensi sebagai Scientific evidence, karena dilengkapi dengan keahlian-keahlian yang diakui secara sertifikasi oleh lembaga-lembaga nasional tentang keahliannya.

Yang Kedua JPU bertumpu kepada ahli keuangan negara DR Ferry Harold Makawimbang. “Nah dia bukanlah ahli keuangan negara. Dia adalah ahli hukum keuangan negara. Sebagai seorang ahli hukum keuangan negara basicnya adalah bukan ekonomi. Basicnya adalah bukan akuntansi, basicnya adalah hukum. Berarti dia hanya bicara tentang peraturan-peraturan tentang tata kelola. Mekanisme dan tata cara menghitung melakukan audit kerugian keuangan negara bukan merupakan kompetisi daripada dia,”bebernya.

Sehingga karena itu penghitungan yang dilakukan, tidak dilakukan berdasarkan auditing. Hanya mengambil over apa yang dihitung oleh saksi Willem Kasper selaku ahli Teknik sipil. Lalu dikonversi menjadi nilai lebihan.

Padahal ahli Teknik sipil tidak memiliki kompetensi dalam menghitung kerugian keuangan. Karena itu dari dua dakwaan baik primair maupun subsidair oleh jaksa, yang paling tidak terbukti adalah kerugian keuangan negara.

Tuntutan Jaksa Keliru

Sementara itu saat disinggung mengenai tuntutan jaksa 16 tahun penjara dan wajib membayar denda sebesar Rp. 31,3 milyar subsidair 8 tahun penjara, terhadap kliennya, kuasa hukum menilai bahwa JPU telah keliru.

Menurutnya salah satu pertimbangan yang dijadikan JPU sebagai tolak ukur untuk menjatuhkan tuntutan berat adalah karena perbuatan terdakwa dianggap merugikan keuangan negara.

Ditegaskannya hal itu sangat keliru, karena kerugian keuangan negara itu adalah unsur daripada delik yang sudah ada ancamannya. Tidak boleh lagi dijadikan sebagai alat pemberat. Karena sudah masuk dalam unsur.

“Jadi itu satu kekeliruan. Yang kedua menyatakan bahwa klien kami melakukan perbuatan itu bertentangan dengan tidak mendukung kebijakan pemerintah. Ini kebijakan pemerintah yang mana,”tanyanya.

Pasalnya tidak ada suatu fakta di dalam persidangan dan tidak serta merta disimpulkan oleh jaksa dengan adanya seseorang dijadikan tersangka. Lalu kemudian otomatis kliennya dikatakan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

“Nah itu kan kekeliruan. Tuntutan pidana yang dilakukan itu sama sekali tidak berdasarkan terhadap fakta. Itu hanya melakukan resformulasi dari surat dakwaan kepada surat tuntutan. Mengabaikan sama sekali fakta persidangan. Karena memang fakta persidangan tidak ada satu alat bukti pun yang harus dipandang sah. Dalam sistem KUHAP, dimana

kalau suatu bukti itu terjadi keraguan. Apalagi keraguan yang logis, maka itu tidak dapat dijadikan sebagai ahli bukti untuk membuktikan,”tukasnya.

Kuasa hukum terdakwa, Herman A Koedoeboen, SH,

Tetap Berpatokan Pada Fakta Sidang

Soal tuntutan yang tinggi, dirinya mengaku tidak tau subyektifitas para penuntut umum. Akan tetapi menurutnya ukuran yang di dalam tuntutan tidak ada suatu ukuran yang matematis. Tuntutan tinggi terhadap kliennya menurutnya adalah hak subyektif daripada JPU.

Sebagai penasihat hukum dirinya sangat yakin bahwa hakim tetap akan berpatokan pada fakta persidangan.

“Saya tidak mau mendahului. Tetapi saya berkeyakinan hakim akan berpatokan pada fakta persidangan,”tegasnya.

Sementara itu saat disinggung 208 barang bukti milik kliennya, yang disita oleh kejaksaan. Dari 300 lebih alat bukti. 208 bukti yang diminta terkait dengan hak daripada terdakwa untuk dikembalikan.

Related posts

Reses Tahap II, Alberth Merauje Serap Aspirasi dan Keluhan Masyarakat d Tiga Kampung

Bams

Astra Motor Papua Gelar Aksi Bersih Pantai Bersama Komunitas Bakau

Fani

Bangun Silaturahmi, Wali Kota dan Wakil Walikota Gelar Buka Puasa Bersama

Bams

Gelar Konsolidasi, PKS Siap Menangkan Mari-Yo di Pilkada Papua 2024

Bams

JBR Beserta Keluarga Menyoblos di TPS 10 Kelurahan Asano Abepura

Bams

Tingkatkan Pelayanan Kesehatan, Pemkot Jayapura Serahkan Bantuan Beberapa Unit Kendraan

Bams

Leave a Comment