Jayapura – Pemerintah Provinsi Papua dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berkomitmen memperkuat sinergi dalam menjaga kelestarian alam sekaligus melindungi nilai-nilai budaya masyarakat adat Papua.
Kesepahaman ini terbangun dalam pertemuan antara Gubernur Papua, Matius Fakhiri, dan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Dr. Satyawan Pudyatmoko, di ruang kerja Gubernur, Jayapura, Selasa (28/10/2025).
Gubernur Fakhiri menekankan bahwa pelestarian alam dan budaya Papua tidak dapat dipisahkan dari kesejahteraan masyarakat adat. Karena itu, ia meminta BBKSDA Papua tidak hanya berperan sebagai lembaga penegak konservasi, tetapi juga menjadi mitra dalam pemberdayaan ekonomi rakyat.
“Konservasi bukan hanya soal menjaga alam, tetapi juga menjaga kehidupan masyarakat di sekitarnya. Saya harap BBKSDA dapat berperan aktif membantu masyarakat Papua mengembangkan ekonomi kreatif yang tetap menghormati nilai budaya dan kelestarian lingkungan,” ujar Fakhiri.
Ia juga mengungkapkan, Pemerintah Provinsi tengah menyiapkan aturan daerah khusus (Perdasus) atau peraturan gubernur (Pergub) yang akan mengatur secara tegas nilai-nilai budaya Papua, termasuk perlindungan terhadap simbol-simbol adat seperti mahkota cenderawasih.
“Kami akan merumuskan aturan ini bersama para tokoh adat, agar setiap kebijakan pembangunan dan konservasi tetap berpihak pada kearifan lokal Papua,” tambahnya.
Sementara itu, Dirjen KSDAE Dr. Satyawan Pudyatmoko menyampaikan apresiasi atas langkah konstruktif yang diambil Pemprov Papua. Ia menegaskan pihaknya akan menyesuaikan kebijakan konservasi nasional agar lebih adaptif terhadap konteks sosial dan budaya lokal.
“Kami menyambut baik arahan Bapak Gubernur. Ke depan, KLHK akan memperkuat pendekatan sosial budaya dalam setiap program konservasi, termasuk memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk berpartisipasi aktif,” ujarnya.
Dirjen Satyawan juga menekankan pentingnya mengubah pendekatan konservasi dari sekadar penegakan hukum menjadi pendekatan kolaboratif dan pemberdayaan ekonomi, khususnya bagi perempuan Papua yang banyak terlibat dalam kerajinan berbasis sumber daya alam.
“Kami ingin memastikan konservasi juga membawa manfaat ekonomi. Mama-mama Papua dapat kita dorong menghasilkan produk bernilai tinggi tanpa harus mengorbankan kelestarian satwa seperti burung Cenderawasih,” tegasnya.
Dalam pertemuan itu, tokoh adat Yoka, Ondofolo Ismael Mebri, turut menyampaikan pandangan bahwa keseimbangan antara perlindungan alam dan budaya adalah kunci menjaga kehormatan Papua.
“Kami mendukung langkah pemerintah untuk melahirkan aturan yang melindungi nilai adat dan simbol budaya. Ini penting agar generasi muda tetap menghormati jati diri orang Papua,” ungkapnya.
Pertemuan tersebut menjadi momentum penting untuk memperkuat komunikasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat adat dalam membangun paradigma baru konservasi di Tanah Papua – konservasi yang humanis, berkeadilan, dan berbasis budaya lokal.
