Pasific Pos.com
Papua Barat

Gabi, si Kecil yang Bercita-cita Dokter, sejak Dua Tahun Lalu hanya Bisa Terbaring Lemah

Manokwari, TP – Gabriel Baransano masih tertidur pulas ketika awak media memasuki kamarnya, Kamis (9/5) pagi. Hanya dadanya yang bergerak naik dan turun, selebihnya tidak ada gerakan.

“Gabi baru habis makan, jadi dia tidur,” ujar salah satu anggota keluarganya kepada wartawan.

Biasanya, Gabi, begitu Gabriel biasa dipanggil, hanya menggerakkan kepalanya bila mendengar suara atau langkah yang memasuki kamarnya. Pandangan matanya akan mengikuti orang yang memasuki kamar itu.

“Dia akan lihat kalau kita masuk ke kamar. Biasanya kalau saya masuk dia lihat terus sampai saya duduk di tempat tidurnya,” ujar Maria Baransano, ibunda Gabi dengan mata berkaca-kaca.

Tapi, pandangan mata bocah itu tak terlihat ketika awak media masuk ke kamarnya. Matanya tertutup dengan tangan dilipat bersilang di dadanya.

Ada juga selang untuk membantu menyuplai makanan bagi Gabi. Itu karena Gabi hanya bisa menggunakan selang untuk makan.

Seorang awak media mengusap kening Gabi, tapi tidak ada reaksi darinya. Dia masih terlelap dalam tidurnya. “Tidurnya begitu, tapi tidak terlalu lama. Sebentar juga dia sadar,” kata Maria.

Sudah dua tahun Gabi berbaring di tempat tidur itu. Tidak seperti bocah sebayanya yang akrab bermain di halaman rumah, Gabi hanya “mengakrabi“ dipannya.

Bila anak seumurannya bermain dengan teman-temannya, “mainan” Gabi hanya selimut serta bantal-gulingnya. Meski tangannya bisa diluruskan, tapi jari-jarinya tidak bisa diluruskan apalagi digerakkan.

Sejak tahun 2017, Gabi dalam kondisi seperti itu. Ketika itu, Gabi bermain di pantai dan tanpa sengaja dia terjatuh dan kepala bagian belakangnya membentur kayu di dekatnya.

Memang, rumah bocah yang seharusnya sudah duduk di bangku kelas III sekolah dasar ini dekat pantai. Rumahnya hanya berjarak beberapa meter saja dari bibir pantai. “Setelah itu pun dia baik-baik saja,” kata Maria.

Baru pada Januari 2017, Gabi mengalami demam, badannya panas. Oleh ibundanya, dia kemudian diantar ke Puskesmas Pasir Putih untuk mendapatkan perawatan.

Meski sudah berobat dan mengkonsumsi obat, kondisi Gabi tidak mengalami perubahan. Dia lalu dibawa ke salah satu dokter di daerah Wosi untuk diperiksa lebih lanjut.

“Setelah itu baru diketahui kalau Gabi kena malaria dan lambung,” tutur Maria.

Seiring berjalannya waktu, kondisi Gabi bukannya bertambah baik, justru sebaliknya. Dia kemudian dibawa ke RSUD Manokwari untuk dirawat.

“Sekitar 20 Februari, dia punya badan sebelah ini tidak bisa digerakkan dan dia pu bibir mulai bengkok. Tanggal 21 sore karena dia sudah tidak bisa ini akhirnya bawa dia ke rumah sakit,” ujar Maria.

Sejak saat itu hingga April 2017, Gabi dirawat di RSUD Manokwari. Ketika masih dirawat di rumah sakit, salah satu keluarga memberitahukan dokter jika Gabi pernah terjatuh. Akhirnya, Gabi harus di-rontgen.

“Memang fotonya ada (hasil rontgen), tapi dokter tidak jelaskan dia pu ininya di mana. Makanya saya juga bingung. Dokter hanya kasih fotonya saja,” sebutnya.

Saat dirawat di rumah sakit pun, Gabi mengeluh jika kepalanya sangat sakit. Untuk mengurangi itu, Gabi kemudian dipasangi oksigen.

“Waktu di rumah sakit dia pu kepala sakit sekali, langsung dokter suruh pasang oksigen supaya kurangi dia pu sakit,” kata Maria.

Tapi, setelah dipasangi oksigen, bukan rasa sakit yang berkurang. “Pasang oksigen itu dia pu badan talipat habis,” sebutnya.

Sampai sekarang, Maria mengaku masih bingung dengan penyakit yang diderita buah hatinya. Belum ada dokter yang menjelaskan kepadanya mengenai penyakit yang diderita Gabi.

Tidak ada perubahan selama dirawat di rumah sakit, dalam bulan April itu juga keluarga memutuskan membawa Gabi kembali ke rumahnya. Dia dirawat sendiri oleh ibundanya, Maria.

Memang, dirinya ditawari untuk merujuk Gabi guna mendapat pengobatan yang lebih baik dan intens. Namun, keluarga tidak mendukungnya meski secara pribadi Maria sangat ingin anaknya dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas dan tenaga dokter yang lebih lengkap.

Sejak saat itu, Maria harus membanting tulang sendirian untuk memenuhi biaya perawatan Gabi dan memenuhi kebutuhan dua adiknya. Ayah Gabi, kata Maria, sudah berpisah darinya sejak anak bungsunya masih dalam kandungan.

Selain setiap seminggu atau dua minggu sekali harus mengantar Gabi ke rumah sakit untuk mengganti selang di hidungnya, Maria juga harus turun ke laut untuk memancing. Itu dilakukannya demi mendapatkan uang untuk membeli keperluan Gabi dan dua adiknya.

“Saya turun ke laut dengan ibu-ibu yang lain untuk pancing. Hasilnya saya jual dan pakai untuk beli bubur dan susu buat Gabi,” ungkapnya.

Namun, hasil pancingan juga tidak menentu. Jika beruntung, Maria membawa pulang banyak ikan dengan hasil jualan yang menggembirakan.

“Kalau ikan makan bagus, saya bisa dapat sampai Rp 400 ribu dalam satu hari, tapi kalau tidak paling hanya dapat Rp 70 ribu,” sebutnya.

Terkadang, jika tidak ada hasil pancingan untuk dijual dan uang sudah tidak ada, Maria tidak punya pilihan selain berutang ke kios di dekat rumahnya. Utang itu baru dilunasi setelah dia memperoleh hasil pancingan di hari berikut.

“Mereka sudah tau kalau saya datang untuk utang. Mereka layani saya,” katanya.

Memang, Maria butuh uang untuk membeli susu dan bubur untuk sang buah hati. Minimal dalam dua hari dia harus membeli susu dan bubur.

“Gabi hanya bisa makan bubur Sun, satu bungkus itu untuk dua hari. Makannya juga pakai selang. Kalau popok, pas tidak ada uang, tidak apa-apa dia tidur alas kain saja,” tuturnya lagi.

Dua adik Gabi belum bisa diandalkan untuk menjaga sang kakak yang terbaring sakit. Bila melaut, Gabi terpaksa dititipkan pada salah satu keponakannya.

“Dia (keponakan) sudah tau jaga Gabi. Bisa kasih makan karena saya sudah kasih tau yang penting jangan ada angin di selang takut dia kembung,” imbuhnya.

Untungnya, Gabi tidak pernah rewel. Dia biasanya hanya menangis bila popoknya basah. Untuk mengganti selang, Maria juga sudah tidak perlu lagi ke rumah sakit. Pihak rumah sakit telah meminta bantuan salah satu petugas kesehatan di daerahnya untuk mengganti selang Gabi setiap minggu.

Namun, kini dua tahun sudah Gabi hanya terbaring lemah di atas tempat tidur. Harapan sang bunda agar kelak cita-cita Gabi sebagai anggota Koprs Brimob perlahan memudar.

“Dia sebelum sakit bilang ke saya kalau cita-cita jadi Brimob,” ujarnya.

Gabi sakit sejak hendak didaftarkan ke sekolah dasar di Pasir Putih. Hingga kini, Gabi pun tidak pernah merasakan hangatnya bangku sekolah.

“Waktu itu kita rencana daftar bulan Juni, tapi bulan Februari dia sudah sakit,” ujar Maria merujuk Gabi mulai dirawat di rumah sakit.

Diakui Maria, Gabi adalah anak yang periang dan rajin. Dia sering menemani ibunya bila memancing. “Dia yang sering ikut saya ke laut. Dia anak yang rajin,” katanya.

Kini, Maria tidak lagi melihat keceriaan dari Gabi yang tergolek lemah di atas tempat tidur. Pelipur laranya kini hanya pada dua adik Gabi.

“Sekarang penghibur saya dua orang ini,” pungkas Maria merangkul dua adik Gabi, Rafael dan Debora. (BNB-R3)